SuaraJogja.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali mengundang sorotan publik dengan kebijakan terbarunya.
Melalui Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 yang ditetapkan pada 21 Agustus 2025, KPU memutuskan bahwa 16 jenis dokumen persyaratan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), termasuk ijazah dan rekam medis, tidak dapat diakses publik tanpa persetujuan dari calon bersangkutan, mulai dari Pilpres 2029 mendatang.
Kebijakan ini segera memicu perdebatan sengit di masyarakat, menimbulkan kekhawatiran serius akan kemunduran transparansi dalam proses demokrasi Indonesia.
Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, menjelaskan bahwa keputusan ini bukan untuk melindungi pihak tertentu, melainkan menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Afifuddin menyebut Pasal 17 huruf G dan H UU KIP mengatur data-data yang dikecualikan, sementara Pasal 18 huruf A ayat 2 menyatakan data dapat dibuka dengan persetujuan pemilik data atau putusan pengadilan.
Menurutnya, KPU berupaya menyeimbangkan hak publik untuk tahu dengan hak individu atas perlindungan data pribadi.
Namun, penjelasan ini tidak serta merta meredakan kekhawatiran banyak pihak.
Isu Transparansi dan Kritik Publik yang Menguat
Bagi banyak kalangan, kebijakan ini adalah langkah mundur dari prinsip akuntabilitas dan keterbukaan yang harus dijunjung tinggi dalam negara demokratis.
Baca Juga: PN Sleman Tak Berwenang Adili Ijazah Jokowi? Penggugat: Hakim Salah Mengartikan Gugatan
"Pejabat publik seharusnya semua terbuka dong," ujar Deddy Sitorus dari PDIP, menyuarakan sentimen umum bahwa informasi penting seperti riwayat pendidikan seharusnya dapat diakses oleh masyarakat sebagai bentuk kontrol sosial.
Capres dan cawapres adalah figur publik yang akan mengemban amanah tertinggi, sehingga legalitas formal pencalonan mereka, terutama keaslian ijazah, menjadi kepentingan publik, bukan sekadar urusan privat.
Penutupan akses terhadap dokumen-dokumen krusial ini dikhawatirkan dapat membatasi fungsi kontrol masyarakat dan berpotensi menimbulkan kecurigaan, terutama di tengah iklim politik yang kerap diwarnai polarisasi.
Anggota DPR juga telah menyuarakan protes dan meminta klarifikasi mendalam dari KPU terkait dasar hukum serta dampak kebijakan ini terhadap transparansi pemilu.
Bayang-bayang Gibran dan Pilpres 2029
Perdebatan mengenai kebijakan KPU ini tidak dapat dilepaskan dari isu-isu yang telah beredar di panggung politik nasional.
Berita Terkait
Terpopuler
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
PSSI Protes AFC, Wasit Laga Timnas Indonesia di Ronde 4 Kok dari Timur Tengah?
Terkini
-
40 Kebakaran dalam 8 Bulan di Yogyakarta: Waspada Korsleting dan Kelalaian
-
Kesiapsiagaan Nasional Gagal Tanpa Ini! Pakar UGM Ingatkan Masyarakat Soal Musim Hujan Lebih Awal
-
Ijazah Jokowi Belum Kelar, KPU Malah Bikin Aturan Baru yang Bikin Publik Geram
-
Cara Cerdas Jogja Atasi Darurat Sampah: Sisa Makanan Jadi Pakan Ternak, Tiap Warga akan Diberi Ember
-
Tak Mau Euforia, Pelatih PSS Sleman Ungkap Prioritas Utama Setelah Kalahkan Persiba