Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 28 September 2025 | 21:33 WIB
Ilustrasi pena jurnalistik melawan intimidasi (Freepik/freepik)
Baca 10 detik
  • Kasus pencabutan kartu pers Istana terhadap jurnalis CNN Indonesia menuai kritik dari PWI
  • Biro Pers Media Sekretariat Presiden diminta seger mengklarifikasi pencabutan tersebut
  • Jurnalis CNN Indonesia dianggap menanyakan pertanyaan di luar agenda presiden saat tiba di Indonesia

SuaraJogja.id - Dunia pers Indonesia kembali diuji dengan insiden pencabutan kartu identitas pers Istana secara sepihak terhadap seorang jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia.

Tindakan ini diduga kuat sebagai respons atas pertanyaan sang jurnalis mengenai persoalan program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto yang baru saja kembali dari agenda PBB di luar negeri.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mengecam keras kejadian ini, mendesak Istana untuk segera memberikan klarifikasi, dan menyoroti dugaan tindakan melawan hukum yang berpotensi mencederai kinerja pers dalam memberitakan informasi negara.

Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, menyatakan keprihatinan mendalam atas insiden yang menimpa Diana Valencia.

Menurut Munir, pencabutan kartu liputan Istana dengan alasan pertanyaan "di luar konteks acara" Presiden adalah dalih yang tidak dapat dibenarkan dan merupakan bentuk penghalangan tugas jurnalistik.

Munir menegaskan bahwa tindakan tersebut berpotensi menghambat kemerdekaan pers dan secara terang-terangan bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, sedangkan Pasal 4 UU Pers menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, tanpa penyensoran atau pelarangan penyiaran," jelas Munir dalam keterangannya Minggu (28/9/2025).

Ia juga mengingatkan bahwa Pasal 18 ayat (1) UU Pers mengatur bahwa setiap pihak yang dengan sengaja menghalangi atau menghambat pelaksanaan kemerdekaan pers dapat dikenai pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.

Oleh karena itu, PWI mendorong Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden untuk segera memberikan klarifikasi resmi serta membuka ruang dialog dengan insan pers.

Baca Juga: Sultan Ajari BGN soal Keracunan MBG: Lihat Dapur Umum Bencana, Enggak Perlu Orang Kimia

Pencabutan Kartu Pers Istana

Insiden ini bermula ketika jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, mengajukan pertanyaan seputar isu MBG kepada Presiden Prabowo.

Pertanyaan tersebut, yang juga disebut berkaitan dengan insiden keracunan MBG, dianggap oleh pihak Istana sebagai pertanyaan di luar agenda resmi, yang kemudian berujung pada pencabutan kartu persnya.

Ketika dimintai tanggapan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi memilih untuk tidak menjawab langsung perihal pencabutan kartu pers tersebut, dan mengarahkan fokus pada penyelesaian masalah MBG.

Peristiwa ini menambah panjang daftar kekhawatiran terkait kondisi kebebasan pers di Indonesia.

Sejak mencuatnya rumor revisi Undang-Undang Pers yang dituding melemahkan kinerja pers, seperti halnya revisi UU Penyiaran yang menuai polemik dan kritik karena dianggap menghambat kebebasan pers, suasana di Istana juga mulai dirasakan semakin tertutup terhadap awak media.

Tindakan pencabutan kartu pers secara sepihak, terutama karena pertanyaan yang dianggap "tidak kontekstual", membatasi hak publik untuk memperoleh informasi dan mengancam independensi jurnalisme dalam menguak fakta yang terjadi di tubuh pemerintahan.

Semakin tertutupnya akses dan pembatasan terhadap pers akan menjadi langkah mundur bagi demokrasi dan transparansi, memperkuat dugaan bahwa ada upaya sistematis untuk membungkam kritik dan mengontrol narasi informasi yang sampai ke masyarakat.

Load More