Muhammad Ilham Baktora
Jum'at, 24 Oktober 2025 | 13:26 WIB
Ganjar Pranowo menyampaikan paparan dialog kebangsaan di Unisa Yogyakarta, Jumat (24/10/2025). [Kontributor/Putu]
Baca 10 detik
  • Dana Pemda yang mengendap menjadi sorotan tajam beberapa waktu belakangan
  • Ganjar Pranowo meminta kepala daerah untuk terbuka terhadap adanya temuan tersebut
  • Jangan sampai pandangan masyarakat menjadi negatif karena pengelolaan uang daerah yang tak transparan

Karenanya bila ada indikasi korupsi atau gratifikasi maka harus dicek.

"Kalau ada gratifisikasi, dicek, pasti bisa ketahuan. Tapi jangan semua disamaratakan seolah-olah ada permainan di semua daerah," ungkapnya.

Mantan calon presiden itu menambahkan, polemik tentang dana mengendap sebenarnya bisa menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk membangun komunikasi yang lebih terbuka dengan publik.

Dia mengajak para kepala daerah duduk bersama dan menjelaskan duduk perkara secara jujur agar tidak menimbulkan kebingungan dan kecurigaan.

"Daripada jadi polemik yang berulang-ulang sejak dulu, lebih baik duduk bareng," paparnya.

Ganjar juga mengingatkan, isu dana mengendap ini sering kali dimanfaatkan secara politis menjelang akhir tahun anggaran atau menjelang pemilihan kepala daerah.

Karena itu, ia mengimbau agar publik tidak mudah terprovokasi dan tetap menunggu penjelasan resmi dari pemerintah.

"Kita ini sering terjebak pada narasi yang belum tentu benar. Padahal solusinya sederhana, buka data, jelaskan, dan komunikasikan. Kalau semua pihak terbuka, tidak akan ada lagi kecurigaan,” imbuhnya.

Sebelumnya berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga Agustus 2025, dana mengendap Pemda di bank tembus Rp 233,11 triliun, jauh lebih tinggi dari catatan per Agustus 2024 sebesar Rp 192,57 triliun.

Baca Juga: Sultan HB X Tak Mau Komentari Figur Menteri, Tapi Ungkap Satu Harapan Ini untuk Prabowo

Bahkan, catatan itu menjadi yang tertinggi sejak Agustus 2021.

Pada Agustus 2021, anggaran dana mengendap Pemda di bank hanya senilai Rp 178,95 triliun, Agustus 2022 sebesar Rp 203,42 triliun, dan per Agustus 2023 sebesar Rp 201,31 triliun.

Dalam jumlah besar di perbankan, salah satu pemicunya adalah proses perencanaan belanja yang tak efektif di tingkat daerah.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More