Muhammad Ilham Baktora
Kamis, 30 Oktober 2025 | 13:18 WIB
Ilustrasi hujan deras. [Ist]
Baca 10 detik
  • Cuaca panas yang tiba-tiba hujan menjadi musim peralihan yang harus diwaspadai warga
  • Potensi bencana di antaranya longsor, pohon tumbang dan banjir
  • BPBD DIY memberikan bantuan alat untuk mitigasi bencana alam

SuaraJogja.id - Cuaca di wilayah Yogyakarta saat ini semakin sulit diprediksi.

Sejak akhir Oktober 2025, hujan deras dan angin kencang datang tiba-tiba di tengah panas terik yang menyengat.

Fenomena perubahan cuaca yang ekstrem ini membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY bersiap kembali menetapkan status Siaga Darurat Hidrometeorologi.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Noviar Rahmad menjelaskan usulan penetapan status tersebut telah diajukan dan saat ini sedang dalam proses di Biro Hukum PemdaDIY.

"Masih dalam proses, karena ini sedang diproses oleh Biro Hukum. Jadi nanti setelah saya mengusulkan ke Biro Hukum, mereka yang akan memproses untuk penerbitan surat edarannya. Penentuan waktunya nanti juga ditetapkan oleh Biro Hukum," kata dia, Kamis (30/10/2025).

Langkah tersebut menjadi bagian dari antisipasi menghadapi meningkatnya potensi bencana hidrometeorologi di Yogyakarta.

Apalagi wilayah ini rawan banjir, longsor, dan angin kencang.

Noviar menyebut, fenomena cuaca yang tidak menentu mulai dirasakan masyarakat Yogyakarta dalam beberapa minggu terakhir.

Pada siang hari, suhu bisa mencapai 34 derajat Celsius, namun menjelang sore mendadak turun hujan deras disertai angin kencang.

Baca Juga: Latih Ratusan KTB, Pemkot Yogyakarta Siap Perkuat Ketahanan Masyarakat Hadapi Bencana

Kondisi ini menunjukkan gejala klasik peralihan musim kemarau ke penghujan, yang ditandai dengan instabilitas atmosfer tinggi.

BPBD DIY mencatat, periode dasarian ketiga Oktober hingga Desember 2025 merupakan waktu yang paling berisiko.

Intensitas hujan berpotensi meningkat secara drastis dan diikuti oleh cuaca ekstrem.

Potensi hujan lebat hingga sangat lebat terjadi hingga akhir tahun nanti.

"Potensinya tentu saja cuaca ekstrem, kemudian juga longsor dan banjir," jelasnya.

Noviar menambahkan, dalam beberapa hari terakhir, laporan pohon tumbang dan genangan air sudah mulai masuk dari beberapa titik di Sleman dan Bantul.

Meski skalanya masih ringan, BPBD DIY menilai kejadian tersebut sebagai sinyal awal dari meningkatnya aktivitas cuaca ekstrem.

Berdasarkan data BPBD DIY, Kabupaten Kulon Progo masih menjadi daerah paling rawan terhadap tanah longsor.

Wilayah perbukitan menoreh dan desa-desa di sekitar lereng menjadi titik yang perlu diwaspadai.

Meski begitu, daerah lain seperti Sleman, Bantul, dan Gunungkidul juga memiliki potensi bencana serupa, terutama di kawasan bantaran sungai.

Kombinasi antara curah hujan tinggi dan tanah yang mulai jenuh air bisa menyebabkan gerakan tanah di sejumlah wilayah dataran tinggi.

"Kalau potensi bencana longsor memang Kulon Progo yang paling tinggi. Tapi tidak menutup kemungkinan juga itu terjadi di pinggir-pinggir sungai, baik di wilayah perkotaan maupun di daerah Sleman, Bantul, maupun Gunungkidul. Semuanya memiliki potensi," tandasnya.

Noviar menambahkan, untuk mendukung kesiapsiagaan menghadapi puncak musim hujan, BPBD DIY memastikan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) siap digunakan sewaktu-waktu jika terjadi bencana.

Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung kebutuhan tanggap darurat, termasuk pengadaan bronjong untuk menahan erosi dan material longsor. Namun, stok bronjong saat ini sudah habis.

Karenanya BPBD akan melakukan pengadaan ulang jika situasi darurat terjadi pada tahun ini.

Dari pengalaman tahun lalu, pengadaan bronjong mencapai nilai sekitar Rp500 juta dan seluruhnya sudah digunakan.

"Sekarang stok kita kosong. Nanti kalau terjadi bencana, maka kita akses dana BTT untuk pembelian bronjong,” jelasnya.

BPBD ke depan juga menyiapkan program pengadaan sarana dan prasarana kebencanaan untuk 15 Kelompok Penanggulangan Bencana (Kelpana) pada tahun anggaran 2026.

Hingga saat ini, terdapat 358 Kelpana aktif yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota di DIY.

Bantuan yang diberikan bukan uang tunai, melainkan peralatan, seperti cangkul, angkong, linggis, chainsaw, gergaji, tenda, mantel, dan sebagainya. Total bantuan yang dibagikan sekitar 13 jenis peralatan.

Noviar berharap, dengan cuaca yang semakin tidak menentu, masyarakat dihimbau untuk meningkatkan kewaspadaan, terutama bagi warga yang tinggal di sekitar lereng perbukitan, bantaran sungai, dan kawasan dengan pepohonan besar.

Sebab dengan curah hujan berpotensi di atas normal. Kondisi ini juga berisiko menyebabkan banjir lokal di kawasan padat penduduk yang memiliki sistem drainase terbatas.

"Masyarakat perlu waspada, tetapi tidak panik. Kuncinya adalah kesiapsiagaan, gotong royong, dan memastikan lingkungan sekitar tetap aman," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More