- Lonjakan permintaan kerja luar negeri menjadi ironi karena mencerminkan kegagalan penyediaan lapangan kerja layak di dalam negeri bagi warga negara Indonesia.
- Pakar UGM, Agustinus Subarsono, menyatakan apresiasi hanya layak jika kualifikasi yang dicari adalah tenaga terampil seperti dokter atau ekonom, bukan pekerja berketerampilan rendah.
- Pemerintah didesak selektif menyikapi tawaran kerja sektor pembantu rumah tangga karena tingginya angka pengangguran terbuka serta risiko kerentanan eksploitasi PMI.
SuaraJogja.id - Lonjakan peluang kerja di luar negeri yang belakangan disambut hangat oleh pemerintah dinilai menyimpan sebuah ironi besar.
Alih-alih menjadi kabar baik, fenomena ini justru dianggap sebagai cermin kegagalan negara dalam menyediakan lapangan kerja yang layak bagi warganya sendiri di tengah angka pengangguran yang masih tinggi.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM), Agustinus Subarsono, mengakui bahwa dari satu sisi, permintaan tenaga kerja dari negara lain bisa dilihat sebagai prestasi. Namun, ia mengingatkan adanya dua sisi mata uang yang perlu dicermati secara kritis.
"Banyaknya permintaan lowongan kerja di luar negeri tentu merupakan kabar gembira bagi pemerintah di tengah sulitnya menyediakan lapangan kerja di Indonesia," kata Subarsono saat dikonfirmasi, Rabu (19/11/2025).
Meski begitu, ia menekankan bahwa jenis kualifikasi pekerjaan yang diminati menjadi tolok ukur utama untuk menilai apakah ini sebuah kebanggaan atau justru sebuah ironi.
Menurutnya, jika permintaan didominasi oleh tenaga terampil dan terdidik, hal itu patut diapresiasi.
"Kalau yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang terdidik dan memiliki ketrampilan tinggi, seperti dokter, perawat, ekonom, chef (koki), maka Pemerintah dan masyarakat Indonesia wajib bangga karena kompetensinya diakui oleh luar negeri," ungkapnya.
Sebaliknya, jika pasar kerja luar negeri lebih banyak menyerap tenaga kerja berketerampilan rendah (low skill worker), hal ini justru menjadi tamparan keras bagi citra Indonesia sebagai negara besar.
“Kalau yang dibutuhkan adalah tenaga kerja kelas bawah, seperti Asisten Rumah Tangga (ART), cleaner service dan gardener, maka kurang membanggakan bagi negeri sebesar Indonesia ini," ucapnya.
Baca Juga: Demokrasi di Ujung Tanduk? Disinformasi dan Algoritma Gerogoti Kepercayaan Publik
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Subarsono menyoroti rekam jejak kelam yang kerap menimpa para Pekerja Migran Indonesia (PMI), khususnya yang bekerja sebagai ART di berbagai negara.
"Pengalaman selama ini pengiriman ART di beberapa negara Timur Tengah dan Malaysia banyak menimbulkan masalah," imbuhnya.
Cermin Kegagalan di Dalam Negeri
Menurut Subarsono, dorongan masif dari pemerintah agar warga negaranya mencari nafkah di negeri orang tidak bisa dilepaskan dari ketidakmampuan negara menciptakan lapangan kerja yang memadai di dalam negeri.
Ini menjadi jalan pintas di tengah tantangan ekonomi domestik.
"Dorongan Pemerintah bagi tenaga kerja Indonesia untuk berangkat ke LN untuk memenuhi permintaan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dibaca kurang berhasilnya Pemerintah dalam penyediaan lapangan pekerjaan bagi warganya," tegasnya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 10 Rekomendasi Skincare Wardah untuk Atasi Flek Hitam Usia 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
-
Curacao dan 10 Negara Terkecil yang Lolos ke Piala Dunia, Indonesia Jauh Tertinggal
-
Danantara Soroti Timpangnya Setoran Dividen BUMN, Banyak yang Sakit dan Rugi
-
Mengapa Pertamina Beres-beres Anak Usaha? Tak Urus Lagi Bisnis Rumah Sakit Hingga Hotel
-
Pandu Sjahrir Blak-blakan: Danantara Tak Bisa Jauh dari Politik!
Terkini
-
Menko Airlangga Sentil Bandara YIA Masih Lengang: Kapasitas 20 Juta, Baru Terisi 4 Juta
-
Wisatawan Kena Scam Pemandu Wisata Palsu, Keraton Jogja Angkat Bicara
-
Forum Driver Ojol Yogyakarta Bertolak ke Jakarta Ikuti Aksi Nasional 20 November
-
Riset Harus Turun ke Masyarakat: Kolaborasi Indonesia-Australia Genjot Inovasi Hadapi Krisis Iklim
-
Kejari Sleman Tegaskan Pendalaman Kasus Hibah Pariwisata Belum Selesai, Sri Purnomo Diperiksa Lagi