- Pemda DIY menetapkan UMP 2026 sebesar Rp2.417.495, naik 6,78% dari tahun sebelumnya, berdasarkan kesepakatan bersama.
- UMK 2026 berbagai kabupaten/kota di DIY juga telah diumumkan, berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari setahun.
- Penerapan UMSP sektor konstruksi dan transportasi ditunda karena sektor tersebut dinilai belum stabil secara ekonomis tahun 2026.
SuaraJogja.id - Pemda DIY akhirnya resmi menetapkan Upah Minimum ProPinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026. Setelah melalui rangkaian rapat koordinasi lintas pihak, UMP DIY 2026 ditetapkan sebesar Rp 2.417.495.
Angka ini naik 6,78 persen atau Rp 153.414 dibandingkan 2025. Tahun lalu UMP DIY sebesar Rp 2.264.080.
Sekda DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti di Yogyakarta, Rabu (24/12/2025) mengungkapkan keputusan tersebut merupakan hasil musyawarah yang mempertimbangkan kepentingan pekerja sekaligus keberlangsungan dunia usaha.
"Penetapan ini bukan keputusan sepihak. Ini adalah hasil kesepakatan bersama antara unsur pekerja, pengusaha, pemerintah, dan akademisi yang duduk dalam Dewan Pengupahan," paparnya.
Kenaikan ini telah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2025 sebagai dasar hukum terbaru dalam penetapan pengupahan.
Made mengakui penetapan UMP tahun ini mengalami keterlambatan yang cukup lama. Padahal tahun-tahun sebelumnya, UMP ditetapkan sekitar bulan November.
"Kami memang sempat tertunda sehari karena ada perbaikan kecil dalam perumusan. Tapi semua itu justru agar keputusan ini matang dan bisa diterima semua pihak," ungkapnya
Selain UMP, Pemda juga mengumumkann Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2026. Penetapan UMK di kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi bupati/wali kota.
Untuk Kota Yogyakarta, UMK sebesar Rp2.827.593 atau naik 6,5 persen. Sleman sebesar Rp2.624.387 atau naik 6,4 persen.
Baca Juga: Banjir Merenggut Sawah dan Rumah, Mahasiswa Sumatera dan Aceh di Jogja Berjuang Bertahan Hidup
Bantul sekitar Rp2.591.000 atau naik 6,29 persen. Kulon Progo Rp2.504.520 atau naik 6,52 persen dan Gunungkidul Rp2.468.378 naik 5,93%.
"UMK berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sedangkan pekerja dengan masa kerja satu tahun atau lebih mengacu pada struktur dan skala upah perusahaan," ungkapnya.
Made menambahkan, upah minimum bukan sekadar soal angka nominal. Namun juga menyangkut daya beli masyarakat, iklim usaha, hingga daya saing daerah.
Pemerintah pusat menetapkan rentang penyesuaian tertentu melalui formula nasional. Sementara daerah diberi ruang untuk menentukan besaran final melalui musyawarah Dewan Pengupahan.
"Upah ini berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan juga daya saing daerah. Karena itu rentang kenaikannya kita ambil di tengah, agar tidak memberatkan pengusaha tapi tetap memberi ruang peningkatan kesejahteraan pekerja. Di sinilah kita mencari titik temu. Ada pertimbangan inflasi, pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan faktor alfa yang cukup signifikan dalam rumus pengupahan," ungkapnya.
Selain UMP dan UMK, Dewan Pengupahan Propinsi juga mengkaji kemungkinan penerapan Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP), khususnya untuk sektor konstruksi dan transportasi. Namun hasil kajian akademis menunjukkan sektor-sektor tersebut masih menghadapi fluktuasi dan tantangan struktural.
Berita Terkait
Terpopuler
- 8 Promo Makanan Spesial Hari Ibu 2025, dari Hidangan Jepang hingga Kue
- 5 Mobil Sedan Bekas yang Jarang Rewel untuk Orang Tua
- 5 Sepatu Lari Hoka Diskon 50% di Sports Station, Akhir Tahun Makin Hemat
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman Skechers Buat Jalan-Jalan, Cocok Buat Traveling dan Harian
- 6 Mobil Bekas untuk Pemula atau Pasangan Muda, Praktis dan Serba Hemat
Pilihan
Terkini
-
Jadwal PSIM Yogyakarta vs PSBS Biak Resmi Alami Perubahan, Maju Satu Hari
-
Pastikan Keamanan Ibadah Natal 2025, Polda DIY Sterilisasi Puluhan Gereja
-
Tak Ada Larangan Kembang Api di Jogja, Masyarakat Diminta Rayakan Tahun Baru dengan Bijak
-
Tren Arus Libur Nataru Meningkat Tajam: 371 Ribu Kendaraan Masuk DIY
-
UMP DIY Diketok Rp2,4 Juta, Gunungkidul Tetap Terendah