Pasha Bocah Miskin Korban Sistem Zonasi PPDB, Kadisdikpora Tanggung Biaya

"Tadi keluarganya datang ke kantor saya. Jadi saya sampaikan, silakan dibujuk (Pasha) mau sekolah di mana, suruh pilih."

Reza Gunadha
Jum'at, 12 Juli 2019 | 22:33 WIB
Pasha Bocah Miskin Korban Sistem Zonasi PPDB, Kadisdikpora Tanggung Biaya
Pasha Pratama (12), warga Bulu RT5/RW14 Desa Bejiharjo, Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. [Suara.com/Rahmat Ali]

Padahal, ia dan nenek serta kakeknya sudah mati-matian mempersiapkan segala sesuatu agar bisa bersekolah di SMP.

Pada rumahnya di Padukuhan Bulu RT5/RW14 Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat peralatan sekolah baru seperti buku, sepatu, maupun tas.

Pasha hanya bisa tertunduk lesu dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia kecewa, karena Pasha yakin hakulyakin bakal diterima di SMPN 2 Karangmojo.

"Nilai ujian saya di SD ada di tengah-tengah. Kalau dibanding dengan yang lain dan mendaftar di SMP sama, masih ada yang lebih rendah dari saya,” katanya.

Baca Juga:Kakek Jual Kambing buat Seragam, Bocah Miskin Menangis Tak Diterima SMP

Jual Kambing

Sugeng, lelaki berusia 51 tahun yang merupakan kakek Pasha, mengakui turut terpukul karena cucunya tak diterima SMPN 2 Karangmojo.

Sebagai tukang pecah batu, Sugeng mengakui tak bisa kalau menyekolahkan Pasha di luar kecamatan.

“Kalau mau bersekolah di luar kecamatan, siapa yang mau mengantar. Sepeda motor tidak punya, dulu kan kalau bisa diterima di SMP 2 Karangmojo, rencananya mau nebeng tetangga yang juga bersekolah di sana,” kata Sugeng.

Kekinian, Sugeng pasrah, tak bisa berbuat apa pun untuk Pasha. Cucunya hingga kekinian belum mendaftar di sekolah lain setelah ditolak SMP 2 Karangmojo.

Baca Juga:Pasha, Bocah Miskin Terancam Putus Sekolah Akibat Sistem Zonasi

“Belum daftar, bingung mau daftar di mana. Kalau mau sekolah yang jauh, terus terang saja, tidak ada biaya dan juga fasilitas,” imbuhnya.

Bahkan untuk biaya seragam Rp 950 ribu saja, Sugeng telah menjual satu ekor kambing.

“Saya jual kambing laku Rp 950 ribu, untuk seragam dan jahit. Tapi anak saya malah tidak diterima,” ujarnya.

Selain sang kakek yang menjual kambing kesayangan, Pasha juga mati-matian mencari tambahan dana untuk membeli buku, sepatu, maupun tas sekolah. Ia juga mengumpulkan uang dengan cara menjadi pesuruh para tetangga.

Semua kisah sedih itu berawal ketika Pasha hendak mendaftar SMP, tapi rumah nenek Pasha tak terdeteksi secara jelas oleh GPS. Akhirnya, ia harus mendaftar di sekolah yang jauh dari rumah.

Alhasil, Pasha memutuskan mendaftar di SMPN 2 Karangmojo yang berjarak 2 kilometer dari rumah. Itu adalah SMP yang terbilang dekat dengan rumah sehingga tak perlu biaya transportasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak