SuaraJogja.id - Otoritas kampus di DI Yogyakarta diminta tidak melarang mahasiswanya untuk berunjuk rasa dalam aksi #GejayanMemanggil jilid 2. Hal ini seperti diintruksikan Kemenristekdikti.
Diketahui, melalui Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir, pemerintah mengancam akan memberikan sanksi surat peringatan bagi rektor yang tak bisa mencegah mahasiswanya turun ke jalan.
Halili Hasan, Dosen Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum UNY, mengaku tak sepakat dengan imbauan tersebut. Menurut dia, demonstrasi merupakan hak mengemukakan pendapat.
“Silahkan saja berpendapat sepanjang dalam kerangka demokrasi, asal jangan anarkis dan memaksakan kehendak,” jelasnya seperti dikutip Suara.com dari jaringan partner Harianjogja.com, Senin (30/9/2019).
Baca Juga:Heboh Gejayan Memanggil Jilid 2, Bundaran UGM Terpantau Sepi
Dengan dasar pertimbangan yang kuat Halili, menolak imbauan tersebut. Alasannya pertama karena kampus merupakan sebuah lembaga akademik, dimana kebebasan akademik untuk berpendapat seharusnya dijamin.
“Dalam konteks itu, pernyataan Menristekdikti secara substantif off side," ujarnya.
Kedua, menurutnya ada nuansa politik dalam pernyataan Menristekdikti dilihat dari Presiden sekarang sedang bingung untuk memposisikan dan mempertahankan menteri ataupun siapa yang akan diganti.
“Jadi, saya melihat ada nuansa political show yang berkaitan dengan konstruksi kabinet Jokowi jilid dua," ucap Halili.
Mempertimbangkan dua hal tersebut seharusnya para rektor tidak perlu terlalu paranoid dengan ancaman itu demikian juga dengan mahasiswa. Intinya kata dia setiap dinamika sebenarnya baik untuk lingkungan akademik di kampus.
Baca Juga:Darah Juang, Mantra dari Gejayan yang Menggema Hingga Atap Gedung DPR
Direktur LBH Jogja, Yogi Zul Fadhli, mengingatkanIndonesia mempunyai sejumlah instrumen hukum antara lain konstitusi UUD 1945, UU No.39/1999 dan kovenan hak-hak sipil politik. Seluruhnya mengatur mengenai perlindungan terhadap HAM dan jaminan kepada setiap orang untuk bebas menyatakan pendapat dan piikiran dalam bentuk apapun serta melalui beragam saluran.
Bertolak dari ketentuan tersebut, aksi yang dilakukan oleh mahasiswa merupakan pelaksanaan dari kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat, sehingga kegiatan tersebut sah secara hukum dan konstitusional.
“Jika Presiden, Menristekdikti, sampai rektor mengeluarkan larangan aksi kepada mahasiswa bahkan sampai menjatuhkan sanksi, maka mereka telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi. Sudah tentu ini bahaya bagi kehidupan demokrasi Indonesia," tegas Yogi.
Lebih lanjut kata dia Munculnya surat edaran dari Menristekdikti tersebut semakin menguatkan sinyal elemen adanya ketidakberesan dalam mengelola negara, termasuk ketidakberesan dalam penyusunan sejumlah perundang-undangan seperti revisi UU KPK, RUKUHP, RUU Pertanahan dan lainnya yang hari ini menjadi polemik.
Dibungkamnya suara lantang dan kritis mahasiswa justru semakin membuat Indonesia berjalan mundur ke belakang ke rezim penuh teror seperti Orde Baru, ketika demokrasi betul-betul mengalami dekanisasi.
“Kami rasa jika kebijakan dan perundang-undangan dibuat dengan benar, tidak perlu ada yang dicemaskan dari aksi mahasiswa," kata Yogi.
Ketua BEM UNY, Agung Wahyu Putra Angkasa, mengatakan mengenai larangan Menristekdikti telah dibangun obrolan bersama rektor, kemudian rektor lebih menyepakati ditempuh langkah diskusi dibandingkan turun Aksi sebagai cara penyampaian aspirasi.
“Aksi itu tidak perlu sampai dilarang, karena demonstrasi adalah bagian dari Indonesia. Jika demonstrasi diredam akan semakin membuat mahasiswa turun ke jalan, dan surat larangan seperti itu salah menurut saya pribadi," kata Agung.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, sebelum ada kebijakan dari Pusat, ia telah mengimbau kepada mahasiswa untuk tidak melakukan demo.
Walaupun UIN Sunan Kalijaga berada di bawah naungan Kementerian Agama, Yudian tetap kekeuh meminta mahasiswanya untuk tidak melakukan demo baik dalam internal kampus maupun demo yang melawan pemerintah.
“Saya pribadi sudah melarang demo sejak saya menjadi rektor, lebih baik mengubah sikap menjadi lebih baik," kata dia.