SuaraJogja.id - Warga Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman dan Desa Kepurun, Kacamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten buka suara terkait sejumlah warga penyandang disabilitas yang akan membangun usaha pengolahan batu pasir di Sleman. Mereka menolak usaha tersebut lantaran mengganggu lingkungan permukiman sekitar.
Akibat penolakan itu, penyandang disabilitas di Dusun Mudal, Argomulyo yang hendak membangun usaha itu tak bisa mengoperasikan alat selama hampir dua tahun meski telah mengabiskan biaya Rp3,5 miliar.
Salah seorang warga Mudal, Sutinah (71), mengungkapkan bahwa penolakan tersebut berkaitan dengan gangguan lingkungan.
"Warga yang tinggal di sekitar tempat usahanya sudah sepakat untuk menolak. Karena usaha tersebut berpotensi mengganggu lingkungan tempat tinggal kami," kata dia kepada SuaraJogja.id, Senin (30/12/2019).
Baca Juga:Kasus Ujaran Idiot di Surabaya, Ahmad Dhani Cuma Dikenakan Wajib Lapor
Sutinah menyebutkan, proses pengolahan batu menjadi pasir bakal menyebabkan banyak debu. Di sisi lain, polusi suara juga akan mengganggu warga yang tinggal di sekitar pabrik pengolahan.
"Dia memang sudah membuat atap agar debu tak beterbangan, tapi jika ada angin atau kondisi cuaca lain, debu akan masuk ke rumah kami. Selain itu, suara berisik juga akan timbul saat alatnya berfungsi," tambah Sutinah.
Pihaknya mengungkapkan, mediasi dengan pemilik pabrik pengolahan batu pasir sudah kerap dilakukan. Warga meminta agar pabrik pengolahan batu pasir itu ditutup.
"Karena bakal menimbulkan hal yang merugikan bagi warga, kami meminta pabrik itu ditutup," katanya.
Hal senada disampaikan warga Kepurun, Eko (36). Pihaknya menilai, jika alat itu beroperasi, rumah warga bakal sedikit demi sedikit rusak karena getarannya.
Baca Juga:Mayat Bayi Terangkut Truk Sampah, Polisi Periksa 48 Bidan di Batam
"Pabrik pengolahannya ini kan dekat dengan permukiman warga. Kami khawatir beberapa rumah warga nanti jadi retak karena getaran yang dihasilkan alat penghancur batu itu," jelas dia.
- 1
- 2