Alokasi Pupuk Subsidi Turun Drastis, Diklaim Tak Akan Pengaruhi Gunungkidul

Raharjo mengungkapkan, penurunan jumlah alokasi pupuk bersubsidi tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas pertanian di Kabupaten Gunungkidul.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Selasa, 21 Januari 2020 | 15:14 WIB
Alokasi Pupuk Subsidi Turun Drastis, Diklaim Tak Akan Pengaruhi Gunungkidul
[Ilustrasi] Petani menebar pupuk bersubsidi di pematang sawah, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. [Antara/Aditya Pradana Putra]

SuaraJogja.id - Kabar tidak mengenakkan diterima para petani di Kabupaten Gunungkidul. Tahun ini pemerintah pusat mengurangi alokasi jumlah pupuk bersubsidi yang diterima Gunungkidul. Penurunannya pun bervariasi antara jenis satu pupuk dengan pupuk yang lain.

Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul Raharjo Yuwono mengungkapkan, alokasi pupuk bersubsidi -- Urea, SP36, ZA, NPK, Phonska, dan Petroganik -- mengalami penurunan. Jumlah penurunan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain memang berbeda.

Ia mencontohkan, untuk pupuk Urea bersubsidi pada 2019 lalu, Gunungkidul mendapat jatah sebanyak 9.069 ton. Namun, tahun ini Gunungkidul hanya mendapatkan jatah alokasi sebesar 7.092 ton. Sementara, untuk pupuk Zeta, pada 2019 Gunungkidul mendapat jatah 1.620 ton dan tahun ini hanya 540 ton.

"Kalau NPK itu turun sekitar 1.000-an ton dari alokasi sebelumnya," ungkapnya, Selasa (21/1/2020), ketika dihubungi.

Baca Juga:Istri Pasang Badan ke Polisi, PNS Kominfo yang Mesum di Mal Tak Dibui

Meskipun mengalami penurunan, Raharjo mengklaim, alokasi pupuk bersubsidi ini tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas pertanian di Gunungkidul. Sebab, menurut Raharjo, kebutuhan paling banyak pupuk bersubsidi tersebut adalah untuk tanaman padi.

Sementara, untuk tanaman padi di Gunungkidul paling banyak hanya ada pada musim tanam pertama, yaitu Oktober dan November. Di musim tanam kedua ataupun ketiga, luasan tanaman padi di Gunungkidul akan turun drastis dibanding masa tanam yang pertama.

"Jadi kebutuhannya tidak terlalu banyak. Toh meskipun dikurangi, petani bisa mendapatkan pupuk yang sama, tetapi non-subsidi di pasaran," ujarnya.

Ia menyebutkan, pada musim tanam yang pertama, luasan lahan tanaman padi bisa mencapai 49 ribu hingga 50 ribu hektare, yang terdiri dari 41 ribu hektare lahan kering dan 7.800 hektare lahan basah. Di musim tanam yang kedua, luasan tanaman padi berkurang drastis menjadi 7.800 hektare.

Demikian juga di musim tanam ketiga, jumlah luasannya hampir sama dengan musim tanam kedua, yaitu 7.800 hektare karena lahan kering seluas 41.000 hektare sudah beralih menjadi tanaman holtikultura dan palawija seperti kacang-kacangan ataupun sayuran.

Baca Juga:DPR Usul OJK Dibubarkan, Fungsi Pengawasannya Dikembalikan ke BI

"Kalau petani jeli, maka bisa menyiasatinya. Contohnya, tanaman kedelai itu butuh pupuk ureanya hanya sedikit sekali, sepertiga dari tanaman padi, maka petani bisa menyiasatinya," papar Raharjo.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini