Yuk Kenali Lebih Dekat, Indahnya Akulturasi Budaya di Kampung Ketandan

Menurut Tjundoko, Ketua RW setempat, Kampung Ketandan lebih tepat disebut sebagai pecinan peranakan.

Galih Priatmojo
Selasa, 28 Januari 2020 | 09:41 WIB
Yuk Kenali Lebih Dekat, Indahnya Akulturasi Budaya di Kampung Ketandan
Suasana Kampung Ketandan di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Kamis (21/11/2019) - (SUARA/Baktora)

SuaraJogja.id - Menyebut nama Kampung Ketandan, pertama kali hal yang melintas di kepala yakni perkampungan pecinan.

Tapi, meski dekorasi khas Tionghoa sepintas memang tampak mendominasi, Kampung Ketandan rupanya lebih dari sekadar pecinan.

Menurut Tjundoko, Ketua RW setempat, Kampung Ketandan lebih tepat disebut sebagai pecinan peranakan.

Hal ini dikarenakan orang-orang yang tinggal di Ketandan sebenarnya adalah peranakan, hasil dari perkawinan dan akulturasi dua budaya.

Baca Juga:ASITA Khawatir Wabah Virus Corona Wuhan Ganggu Pariwisata Jogja

Orang-orang Tionghoa sendiri diperkirakan sudah ada di Nusantara sejak lebih dari 1.000 tahun silam. Meski kerap disebut pendatang, namun sesungguhnya mereka sudah berakulturasi dengan budaya sekitar.

"Inilah yang harus dipahami. Kenapa saya sampaikan ini, kenapa kita berbicara peranakan, karena kita sudah berakulturasi," jelas Tjundoko dalam wawancara bersama Guideku.com.

Kampung Ketandan, Yogyakarta (Suara.com/Dewi Yuliantini)
Kampung Ketandan, Yogyakarta (Suara.com/Dewi Yuliantini)

Bukti-bukti akulturasi antara budaya Tionghoa dengan budaya lain memang dapat ditemukan jelas di Ketandan. Di sini, aneka bangunan yang memiliki perpaduan gaya Tionghoa, Jawa, dan Eropa bisa ditemukan.

Begitu pula halnya dengan penduduk di Kampung Ketandan. Salah satu nama yang legendaris adalah Tan Jin Sing.

Tan Jin Sing adalah Kapitan Tionghoa yang beragama muslim dan dulunya memiliki rumah di area Kampun Ketandan.

Baca Juga:Ramai Virus Corona, Sultan Komentar Soal Kunjungan Turis China ke Jogja

Dari Kampung Ketandan dan sosok Tan Jin Sing inilah, kita bisa belajar untuk lebih menghargai berbagai macam suku dan kebudayaan yang ada di Indonesia.

"Ini pesan untuk generasi muda Indonesia. Namanya Indonesia kan berbagai macam suku, bahasa, dan ras. Dengan setiap perbedaan kita bisa bersatu, jangan sampai dipecah-belah," ujar Tjundoko.

"Jangan sampai mindset masyarakat menganggap kita ini (orang Tionghoa) hanya pendatang, tidak ada jasa, hanya pedagang, itu keliru."

Rumah Tan Jin Sing, Kampung Ketandan, Yogyakarta (Guideku.com/Amertiya)
Rumah Tan Jin Sing, Kampung Ketandan, Yogyakarta (Guideku.com/Amertiya)

Tak hanya itu, Kampung Ketandan juga memiliki berbagai aspek kebudayaan yang masih bisa diperkenalkan kepada wisatawan.

"Inilah yang membuat saya yakin memperkenalkan budaya Kampung Ketandan. Kita tahu ada satu hal yang luar biasa dari sejarah Kampung Ketandan sendiri, bahwa di sini terjadi akulturasi budaya," lanjut Tjundoko.

"Supaya generasi muda tahu jika sejarah Kampung Ketandan sangat luar biasa, dalam hal kebangsaan, dengan perbedaan yang ada bisa bersama."

Salah satu acara yang diselenggarakan untuk memperkenalkan budaya pecinan peranakan di Ketandan sendiri hadir dalam bentuk Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY).

Digelar setiap tahun, PBTY tahun ini akan menjadi acara yang ke-15. Rencananya, PBTY 2020 akan digelar tanggal 2-8 Februari 2020.

Nantinya, Kampung Ketandan pun akan menjadi lokasi utama tempat Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta diselenggarakan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak