APILL Simpang Lima UNY Diaktifkan, Pedagang Jalan Colombo Terancam Digusur

Dia mengungkapkan, 20 anggota pedagang kacamata di sepanjang Jalan Colombo mengaku bersedia ditata.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 29 Januari 2020 | 06:50 WIB
APILL Simpang Lima UNY Diaktifkan, Pedagang Jalan Colombo Terancam Digusur
Seorang pedagang buah menunggu barang jualannya di utara Jalan Colombo Sleman, Selasa (28/1/2020). - (Suara.com/Baktora)

SuaraJogja.id - Puluhan pedagang kaki lima yang berjualan di sisi barat dan timur Simpang Lima Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) terancam digusur. Penertiban ini menyusul pengaktifan alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) yang dipasang baru-baru ini oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Sleman.

Pemasangan APILL sendiri bertujuan untuk mengurai kemacetan. Di sisi lain, simpang lima yang berpotensi menyebabkan kecelakaan tersebut perlu disediakan rambu berupa APILL untuk mencegah terjadinya korban.

Meski telah dipasang, sejumlah pro dan kontra muncul. Salah satunya terhadap masa depan pedagang yang berada di sisi utara Jalan Colombo, yang didominasi pedagang kacamata dan buah.

Seorang pedagang kacamata, Suryo (32), sudah mendapat informasi bahwa pemasangan rambu tersebut akan berdampak pada usaha yang digelutinya sejak 2005 silam.

Baca Juga:Ketua KPK Firli Awasi Sistem Pencegahan Korupsi di BUMN Era Erick Thohir

"Kami sudah mendapat informasi bahwa pemasangan lampu lalu lintas akan berimbas kepada kami karena pemerintah menilai simpang lima UNY akan macet karena pembeli kami yang parkir di bahu jalan. Padahal sudah ada lokasi parkir di selatan jalan [Colombo]. Selain itu, tempat kami berjualan berada di atas taman, jadi tak mengganggu jalan," kata Suryo saat ditemui SuaraJogja.id, Selasa (28/1/2020).

Dia mengungkapkan, 20 anggota pedagang kacamata di sepanjang Jalan Colombo mengaku bersedia ditata. Namun, pihaknya meminta ada ruang dialog yang dibuka pemerintah untuk mempertimbangkan masukan para pedagang, yang diketahui sudah 20 tahun berjualan di sana.

"Kami bersedia jika ada penataan yang dilakukan pemerintah. Namun, kami meminta kesediaan pemerintah membuka ruang diskusi pedagang dengan beberapa masukan yang kami miliki. Artinya, kami memiliki pandangan agar cara kami berjualan tidak mengganggu akses kendaraan," ungkapnya.

Seorang pedagang kacamata merapikan barang dagangannya di Jalan Colombo Sleman, Selasa (28/1/2020). - (Suara.com/Baktora)
Seorang pedagang kacamata merapikan barang dagangannya di Jalan Colombo Sleman, Selasa (28/1/2020). - (Suara.com/Baktora)

Suryo bersama 19 pedagang lain mengaku telah melayangkan surat untuk bertemu dengan Bupati Sleman Sri Purnomo. Surat tersebut mereka kirimkan pada Selasa (28/1/2020) pagi dengan tembusan pihak UNY, yang juga memiliki sebagian tanah di lokasi pedagang berjualan.

"Kami paham, lokasi tersebut milik pemerintah dan juga pihak kampus. Artinya, upaya dialog ini kami harap bisa dijadikan ajang diskusi, baik dari pihak kampus dan pemerintah, terkait keberadaan kami agar bisa berjualan," terangnya.

Baca Juga:Polisi Pantau Penyebaran Hoaks Virus Corona di RSUP Dr Sardjito

Salah seorang pedagang lain, Jumadi (45), menerangkan, isu penggusuran pedagang itu sudah muncul sejak 2009 lalu. Pihaknya mengaku pernah di relokasi ke Pasar Terban dan Taman Kuliner Condongcatur. Namun, tindakan tersebut tak mendongkrak penjualannya, bahkan sepi pembeli.

"Sekitar 2008-2009 sudah pernah dipindah [relokasi], tapi hasilnya tak sesuai dengan harapan kami, sehingga kami kembali ke sini [utara Jalan Colombo] dengan memanfaatkan taman yang ada," jelasnya.

Jumadi menerangkan bahwa masyarakat sudah mengenal dekat bahwa sisi utara Jalan Colombo merupakan pusat penjualan kacamata. Jika harus digusur, kata dia, orang-orang akan kesulitan mencari kacamata dan bahkan menghilangkan pembeli yang bergantung pada pedagang di simpang lima UNY tersebut.

"Ini sudah dikenal masyarakat bahwa di Jalan Colombo terdapat pusat penjualan kacamata. Jika harus digusur, dampaknya cukup besar bagi banyak orang, terlebih pedagang di sepanjang jalan ini, sehingga sebelum ada penertiban, kami meminta pemerintah membuka dialog terhadap pedagang kecil seperti kami," harapnya.

Di samping itu, seorang pedagang buah, Lasmi (50), menjelaskan bahwa pihaknya sudah 20 tahun berjualan buah dengan mobil pick-up, sehingga jika harus digusur, pihaknya belum berpikir untuk berpindah ke lokasi yang strategis.

"Sistem kami memang bongkar pasang. Namun jika harus ditata, kami bersedia, tapi harapannya tetap berjualan di kawasan ini karena sudah dikenal masyarakat, apalagi mahasiswa," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sleman Mae Rusmi Suryaningsih menjelaskan bahwa persoalan pedagang kaki lima tersebut bukan menjadi ranahnya.

"Pedagang yang berada di fasilitas umum bukan menjadi ranah kami untuk menertibkan atau mengambil tindakan karena Disperindag menangani PKL yang ada di pasar tradisional dan yang berada di selter, sehingga PKL di sana [Jalan Colombo] bukan kewenangan Disperindag Sleman," kata dia.

Meski bukan menjadi ranah Disperindag, Mae Rusmi mengaku siap jika ada ruang dialog yang membantu mengarahkan para PKL agar tetap berjualan, tentunya dengan kesepakatan yang dibuat.

"Tentu kami siap, selama ada kesepakatan atau arahan dari atasan untuk menangani PKL ini. Kami menunggu jika memang ada audiensi untuk bertemu dengan PKL tersebut," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini