SuaraJogja.id - Peringatan 32 tahun, menurut kalender Jawa, atas dinobatkannya Sri Sultan Hamengku Buwono X menduduki tahta Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan mulai digelar pada 7 Maret 2020 mendatang. Beberapa kegiatan akan digelar oleh pihak Keraton Yogyakarta dengan tema pusat dalam rangka mengedukasi masyarakat tentang Keraton, terutama terhadap generasi milenial.
Ketua Panitia Pengetan Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu, menuturkan, sebenarnya banyak tema yang ingin diangkat dalam rangka peringatan Jumenengan tersebut. Tahun lalu, pihak Keraton telah mengangkat tema manuscript Keraton. Tahun ini, pihak Keraton akan mengusung tema tekstil.
"Sebenarnya banyak tema yang bisa kita angkat. Kami ingin berbeda setiap tahunnya," ujar GKR Hayu dalam jumpa pers, Sabtu (15/2/2020), di Pendopo Royal Ambarrukmo Yogyakarta.
Dalam peringatan ini, tema tekstil akan dimanifestasikan dalam artian busana, di mana tata cara pengageman [pemakaiannya] cukup banyak, begitu juga peraturannya. Di antaranya, nanti akan ada pameran batik yang bukan sekadar pameran, tetapi juga menunjukkan pemakaian batik.
Baca Juga:Waspada! Modus Pencurian Mobil Baru, Pura-pura Bikin Isu Recall
Banyak tata cara pengageman di dalam Keraton yang masyarakat belum tahu, antara lain adanya perbedaan pakaian untuk wanita yang sudah datang bulan dengan yang belum. Di samping itu, sekarang banyak mengenakan Wiru, padahal seharusnya anak-anak Sabuk Wolo.
"Anak-anak kecil yang pakai blangkon itu salah. Yang betul kalau sudah khitan, maka boleh memakai blangkon," papar GKR Hayu.
Dalam Tingalan Jumenengan Dalem kali ini, akan ada juga workshop tentang tata cara pengageman. Tujuan dari workshop ini adalah agar masyarakat mengetahui tentang seluk beluk penggunaan pakaian di dalam Keraton Yogyakarta. Pameran ini akan dibagi dalam tiga ruangan dengan tema-tema yang berbeda.
Dalam tingalan kali ini, pameran dan juga workshop akan dikemas sesuai dengan eranya -- milenial. Sebab, tidak sedikit kaum milenial yang menganggap bahwa pengageman saat ini terkesan kuno. Hal itu terlihat dari adanya penurunan jumlah anak muda yang berkunjung ke museum seperti Keraton.
"Dalam event ini tidak sekadar memajang baju menggunakan manekin, terus fashion show, tetapi kita ada interaksi teknologinya, menggunakan warna-warna yang modern, penataan bahasanya yang tidak terlalu baku, tetapi lebih kepada story telling yang lebih ringan," papar GKR Hayu.
Baca Juga:PT AMI Pengelola Stadion Kridosono Bakal Tindaklanjuti Tembok yang Ambyar
GKR Bendara menambahkan, dalam pameran nanti juga akan ada kurator yang terbilang masih muda. Meski masih di bawah usia 30 tahun, tetapi mereka benar-benar merupakan ahli sejarah. Namun, tepatnya siapa mereka, GKR Bendara enggan menyebutkannya.
- 1
- 2