SuaraJogja.id - Tragedi susur Sungai Sempor SMP 1 Turi Sleman memakan cukup banyak korban. Hingga Sabtu (22/2/2020) siang, korban yang dinyatakan meninggal ada sembilan orang dan satu lagi belum ditemukan, sementaranya sisanya, yakni 239 selamat, dan ada yang mengalami luka-luka, bahkan trauma.
Salah satunya FA (14), siswi kelas 8B SMPN 1 Turi yang turut mengikuti kegiatan susur Sungai Sempor itu. Sang kakak, Fibri (30), mengatakan bahwa adiknya mengalami luka memar karena terjepit batu saat berusaha menyelamatkan diri dari derasnya arus Sungai Sempor saat mendadak banjir. Tak hanya itu, hingga Sabtu FA masih mengalami trauma.
"Kalau pas bareng-bareng gini dia ceria, bisa cerita, begitu masuk kamar, sendirian, dia nangis. Semalam enggak bisa tidur dan makan ini, teringat kejadiannya itu kata dia. Saya juga enggak berani nanya. Kalau dia cerita sendiri saja, saya dengarkan," terang Fibri kepada SuaraJoga.id melalui sambungan telepon, Sabtu (22/2/2020).
Keluarganya pun diimbau untuk membawa FA ke Puskesmas Turi dan menjalani konseling. Ia mengungkapkan bahwa kegiatan pramuka pada Jumat itu dilakukan mendadak tanpa persiapan.
Baca Juga:Insiden Susur Sungai SMPN 1 Turi, Mendikbud Nadiem Sampaikan Belasungkawa
"Setiap Jumat memang ada jadwal pramuka, jadi waktu itu, kata adik saya yang ikut susur sungai, karena enggak ada kegiatan, ya diajak jalan-jalan saja," ujar Fibri.
Menurut keterangan Fibri, karena kegiatan dilakukan secara mendadak, sama sekali tak ada persiapan maupun permohonan izin pada orang tua yang disiapkan pihak sekolah.
Ia menerangkan, sebelum tiba di Sungai Sempor, para peserta susur sungai, yang terdiri dari murid kelas 7 dan 8, harus berjalan cukup jauh dari lokasi keberangkatan, yaitu SMPN 1 Turi. Namun, kemudian terdengar suara guntur, sehingga membuat sejumlah siswa, termasuk FA, khawatir.
Lantas, lanjut Fibri, adiknya itu, bersama ketua dewan penggalang (DP) yang memimpin regunya, bertanya pada guru olahraga yang juga pembina kegiatan pramuka tersebut, apakah susur sungai tetap akan dilanjutkan.
"Saat itu gerimis, sudah terdengar suara guntur, murid-murid jadi takut kalau hujan. Terus ketua dewan penggalang tanya ke pembinanya, lanjut atau enggak, terus cuma dijawab 'enggak apa-apa hujan sebentar'," jelas Fibri.
Baca Juga:Pencarian Lanjutan Pelajar SMP N 1 Turi yang Hanyut
Dirinya menilai, guru olahraga yang disebutnya sebagai "Pak Y" itu nekat melanjutkan susur sungai meskipun cuaca mendung karena ia tinggal tak jauh dari sana.
"Jadi mungkin [Pak Y] menganggap itu sudah biasa," kata Fibri.
Selain tak ada persiapan serta permohonan izin ke orang tua siswa, Fibri mengatakan, Susur Sungai Sempor juga dilakukan tanpa ada izin kepala dukuh setempat.
"Padahal sudah diingatkan warga, enggak usah nyemplung, tapi ya namanya anak-anak, bagaimana sih, kalau disuruh pembinanya kan ya nurut-nurut aja," jelasnya.
Begitu sampai di Sungai Sempor, terang Fibri, murid laki-laki kelas 8 turun terlebih dahulu, diikuti para murid perempuan, yang berbaris di belakangnya.
Lalu, anak-anak laki-laki yang di depan merasakan tingginya air sungai. Untuk itu, mereka memperingatkan teman-temannya yang lain supaya naik lagi menjauh dari sungai.
"Yang cowok pada turun duluan, terus merasa kok airnya meninggi, jadi mereka inisiatif memberi tahu yang lain buat tidak usah lanjut dan menepi dari sungai. Di adik saya sudah sebetis, rok pramukanya jadi basah," ungkap Fibri.
Namun, karena sudah telanjur, akhirnya air makin deras, dan para siswa berusaha saling menyelamatkan dengan berpegangan pada akar pohon atau batu di dekatnya. Pasalnya, tak ada perangkat pengamanan juga yang disediakan pihak sekolah dalam kegiatan susur sungai yang mendadak di cuaca yang tak bersahabat itu.
Hingga kini, Fibri mengatakan, pihak sekolah mbelum memberi informasi lanjutan apa pun soal kegiatan belajar mengajar pascainsiden. Keberadaan Pak Y pun juga belum diketahui sampai saat ini.