"Perharinya kita rugi antara Rp450.000 sampai Rp500.000," kata Marsono.
Ia menjelaskan, jika kondisi ini terus berlanjut hingga bulan Juni mendatang saat musim liburan sekolah dan lebaran, kerugian secara materi diperkirakan akan meningkat antara Rp600.000 sampai Rp700.000.
Selama homestaynya berhenti beroperasi, Marsono mengaku belum memiliki pemasukan sama sekali.
Sebagai pensiunan pegawai salah satu universitas di Yogyakarta, menyewakan tempat tinggal menjadi satu-satunya mata pencaharian yang ia geluti saat ini.
Baca Juga:Membekas, Cerita Menyentuh Glenn Fredly saat Haul Gus Dur di Jogja
Ia juga menerangkan, seandainya kondisi ini berjalan lebih dari tiga bulan kemungkinan ia sudah tidak bisa bertahan.
Sejauh ini, ia juga masih mengeluarkan biaya untuk operasional homestay seperti membayar listrik, wifi dan pengelolaan lainnya. Setiap bulan, Marsono mengeluarkan biaya operasional hingga Rp2.000.000.
Ia juga merencanakan untuk melakukan pengembangan fasilitas homestaynya seperti melakukan pergantian warna dinding dan beberapa perbaikan lainnya.
"Kita semua mandiri, hanya mengikuti himbauan. Belum ada tindakan lebih lanjut dari dinas," kata Marsono.
Ia menjelaskan hingga saat ini belum ada tindakan dari pemerintah terkait dampak yang dialami oleh pengusaha homestay.
Baca Juga:Gelar Aksi Teatrikal, Buruh Jogja Kecam DPR jika Ngotot Bahas Omnibus Law
Marsono berharap agar kondisi lekas kembali seperti sediakala. Serta ada solusi maupun alternatif dari Dinas Pariwisata untuk mengatasi dampak yang terjadi.