Rektor Universitas Alma Ata: Kelonggaran PSBB Bisa Berdampak Buruk

"Apabila pemerintah memberikan kelonggaran PSBB. Maka, pelonggaran tersebut tentu akan berdampak semakin memburuknya situasi di masa akan datang," jelas Hamam.

M Nurhadi
Rabu, 13 Mei 2020 | 09:09 WIB
Rektor Universitas Alma Ata: Kelonggaran PSBB Bisa Berdampak Buruk
Rektor Universitas Alma Ata Hamam Hadi ditemui di Balai Desa Tamantirto, Kasihan, Bantul, Kamis (7/5/2020). - (SuaraJogja.id/Mutiara Rizka)

SuaraJogja.id - Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta, Hamam Hadiikut berpendapat terkait adanya isu pemerintah yang akan melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Hal ini ditandai dengan adanya kebijakan tentang pengoperasian kembali transportasi darat, laut dan udara pada 11 Mei lalu. Tak lama setelahnya, pemerintah mengelurkan ijin bagi penduduk Indonesia usia kurang dari 45 tahun untuk bekerja kembali.

Sekedar catatan, sejumlah daerah di Indonesia hingga kini sudah menerapkan PSBB. Diantaranya, DKI Jakarta dan sekitarnya, kemudian disusul oleh Bandung dan pada sejak 28 April Surabaya juga menerapkan hal serupa. Namun, apakah kebijakan PSBB tersebut sudah berdampak yang signifikan saat ini?

“Pada tanggal 5 April lalu, pak Mahfud MD menghubungi kami untuk meminta saran yang konkret apa yang harus dilakukan baik itu tentang lockdown ataupun rapid test di negara Indonesia,” kata Direktur Alma Ata Center for Global Health Yogyakarta, Hamam Hadi melansir dari TIMES Indonesia di Kampus Universitas Alma Ata, Selasa (12/5/2020).

Baca Juga:Lion Air Group Kembali Layani Penerbangan Rute NTT

Hamam mengatakan, sejak awal pihaknya telah memberikan beberapa saran kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Mahfud MD. Salah satunya adalah pemberlakuan PSBB untuk wilayah Jabodetabek menjadi satu paket.
Ia meyakini, baik rapid test maupun pemberlakuan lockdown bisa sangat berdampak pada penekanan perkembangan wabah bila dilakukan dengan sungguh-sungguh, disiplin dan disertai sanksi yang tegas bagi pelanggarnya.

Lebih jauh, ia menambahkan , bila rapid test dilaksanakan dengan baik serta efektif maka pemerintah tidak perlu menerapkan PSBB.

“Rapid test yang benar adalah tracingnya harus cepat dan jika ada yang terindikasi positif, segera yang di sekitarnya harus diambil dengan cara yang cepat yaitu PCR,” ujarnya.

Hamam menyebut, hal ini sudah dilakukan sejak awal oleh Korea Selatan. Masyarakat di Korsel juga sangat disiplin mengikuti arahan dari pemerintah, serta secara sukarela memeriksakan kesehatannya.

“Kalau di Indonesia, sukarelawan dikit sekali bahkan ada yang lari dan sebagainya serta minimnya alat PCR,” kata Hamam.

Baca Juga:Selamat, Bunga Jelitha Umumkan Hamil Anak Pertama

Ia juga menyebutkan, kebijakan sudah dilakukan di Kota Yogyakarta meski kasus Covid-19 di wilayah ini belum menunjukkan tren penurunan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak