Bertubuh Separuh Bukan Beban, Aslimah Usir Kebosanan Anak-Anak Saat Pandemi

Keluarga Wahyu sempat tak merestui pernikahan itu karena khawatir keadaan Aslimah akan menjadi beban bagi Wahyu.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 10 Juni 2020 | 06:15 WIB
Bertubuh Separuh Bukan Beban, Aslimah Usir Kebosanan Anak-Anak Saat Pandemi
Aslimah (duduk di atas kursi roda) bersama anak-anak yang akan ikut games korona dan pohon emas ajaib di halaman rumahnya, RT 3 Dusun Purwodadi, Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Selasa (9/6/2020). (SuaraJogja.id/Uli Febriarni)

SuaraJogja.id - Berbagi di tengah pandemi COVID-19 menjadi sebuah gerakan positif yang dilakukan banyak orang saat ini. Tak terkecuali Aslimah, difabel asal Dawe, Kudus yang kini menetap di Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.

Kala SuaraJogja.id menyambangi rumah perempuan 33 tahun itu, Selasa (9/6/2020), wajahnya sedang dirias di ruang tengah. Mengenakan pakaian gaun berhias tule dan brokat fuschia, Aslimah juga dipulas lipstik dan eyeshadow warna senada. Di kepalanya terpasang kerudung berwarna sama berhias renda. Penampilannya sempurna.

Tak lama, dengan sigap ia menuju ke ruang tamu dan menyambut kami, sembari menunggu anak-anak yang akan ikut dalam kegiatan pagi itu.

"Banyak sekali orang peduli dan menyosialisasikan dampak COVID-19 kepada orang tua dan orang-orang dewasa. Namun, belum ada yang memberikan hal serupa bagi anak-anak," ungkap istri Wahyu Nugroho itu, Selasa.

Baca Juga:Orang Tua Diminta Bimbing Anak Ikuti KBM Jarak Jauh di Masa Pandemi

Menurut Aslimah, anak-anak nyatanya juga mendapat pukulan dari pandemi COVID-19 ini. Anak-anak tak lepas dari tekanan, terkekang karena minim kesempatan bermain. Mungkin mereka bisa melihat gawai elektronik. Hanya saja, hal itu juga bisa membuat mereka bosan.

Ditambah lagi persoalan sekolah daring, masing-masing sekolah memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam menerapkan kurikulum belajar selama sekolah daring di masa pandemi seperti sekarang. Ada yang menerapkan kurikulum seperti yang sudah ditetapkan, ada juga yang lebih santai, fleksibel.

"Mereka merasa jenuh, tapi tidak bisa mengungkapkan secara to the point, mereka sadar kalau interaksi paling indah adalah bersama dengan sesama anak-anak," ungkap Aslimah, yang tak memiliki kedua kaki sejak lahir.

Dalam kegiatan yang ia inisiasi, Aslimah ingin anak-anak mengungkapkan apa yang mereka rasakan selama masa pembatasan sosial, menggunakan bahasa mereka, dengan cara apa pun.

"Saya ingin memberi mereka hiburan, tapi mengandung pembelajaran," kata dia.

Baca Juga:Urgensi Komunikasi Publik di Tengah Krisis Pandemi Covid-19

Di hari itu, Aslimah sudah meminta masing-masing anak untuk mengenakan pakaian unik dan berwarna-warni. Pakaian itu merupakan inventaris milik Aslimah sendiri.

Beberapa hari sebelumnya, mereka telah diminta untuk mengumpulkan hasil karya dan kreasi, berbentuk apa pun. Nanti, kala bertemu bersama-sama, Aslimah akan menanyakan harapan mereka saat ini.

"Mereka selanjutnya saya minta mengambil salah satu kotak berwarna dari pohon emas ajaib. Di dalam kotak tadi, bertuliskan kado yang bisa mereka ambil," tambahnya, sembari mengambil kursi rodanya. Untuk bersiap foto bersama.

Dari permainan sederhana itu, Aslimah ingin mengajarkan pada anak-anak di desa tersebut bahwa selama pandemi ini, mereka tetap bisa berkarya, berusaha untuk mendapatkan sesuatu.

"Sikap penerimaan, karena setelah mengambil kado, mereka harus menerima apa pun isinya. Berikutnya, rasa saling berbagi, karena anak-anak yang datang dibebaskan untuk membawa dan membagikan apa pun yang mereka bawa tadi, kepada teman-temannya," tutur Aslimah, yang memiliki usaha pernik akar wangi bersama suaminya itu.

Melihat kondisi saat ini, orang tua juga bisa melakukan sejumlah hal dalam menekan potensi stres pada anak. Salah satunya kebiasaan memberi jajanan.

Kontributor : Uli Febriarni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak