2. Hanya penganiayaan biasa
Kejanggalan ke-dua menurut Pukat UGM adalah di mana JPU menyebut perkara tersebut adalah kualifikasi penganiayaan biasa dengan menggunakan Pasal 353 ayat (2) KUHP sebagai dasar dakwaan.
Menurut mereka, JPU seharusnya mengarahkan tindakan terdakwa pada Pasal penganiayaan berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP.
Alasannya adalah karena pelaku sudah merencanakan dan adanya kesengajaan di situ mengakibatkan luka berat dan permanen pada Novel Baswedan.
Baca Juga:Ragukan Penyiram Air Keras, Novel Baswedan: Bebaskan Daripada Mengada-ada
3. Mengabaikan barang bukti
Kejanggalan ke-tiga adalah selama persidangan, JPU masih banyak mempertimbangkan keterangan terdakwa daripada alat bukti yang lain.
“Padahal terdakwa dalam memberikan keterangannya tidak disumpah sehingga memiliki hak ingkar,” tulis Pukat UGM.
JPU juga mengabaikan alat bukti dalam bentuk barang bukti air keras, rekaman kamera CCTV dan saksi-saksi yang sebelumnya sudah diperiksa tim pencari fakta maupun Komnas HAM.
4. Tuntutan yang tidak logis
Baca Juga:Novel Baswedan Minta Pelaku Penyiraman Dibebaskan, Dedek Uki: Lho Kenapa?
Pilihan jaksa untuk menuntut pelaku penyiraman dengan hanya hukuman satu tahun penjara disebut mencederai keadilan.