SuaraJogja.id - Badai Covid-19 memberi dampak besar pada sejumlah UMKM di berbagai daerah. Beberapa bahkan harus banting stri demi bisa tetap bisa hidup. Ini seperti dilakukan sebuah industri rumahan pembuat tas di Kulon Progo yang beralih jadi produsen Face shield.
Perusahaan bernama S&R Production tersebut mulanya fokus untuk melayani pesanan tas. Sang pemilik, Sareh Budiarto (45) mengungkapkan sebelum adanya pandemi penjualan tas masih normal melayani berbagai permintaan.
Sareh mengatakan pihaknya mampu memproduksi 500-1000 unit tas dalam sehari. Dengan produksi seperti itu pihaknya akan mendapat omzet per bulannya rata-rata Rp5-10 juta.
Namun, pertengahan Maret lalu pesanan yang diterimanya mendadak ditunda karena acara yang bersangkutan pun dibatalkan akibat adanya pandemi Covid-19. Praktis, hingga April ke Mei tidak ada pesanan lagi. Berhentinya pesanan dari berbagai instansi menjadi yang paling mempengaruhi kestabilan usahanya.
Baca Juga:Edarkan Ribuan Pil Yarindo dan Sabu di Jogja, Dua Pengedar Diringkus
"Semenjak pandemi tidak ada orang pesan tas dan benar-benar berhenti. Akhirnya kita mencari celah supaya usaha tetap bisa jalan," ujar Sareh, kepada awak media di rumah produksi miliknya yang terletak di Dusun Karang, Jatisarono, Nanggulan, Rabu (17/6/2020).
Tak berapa lama, ia pun memutar otak agar dapurnya tetap bisa mengepul. Ia kemudian beralih untuk memproduksi baju hazmat dan face shield.
"Lalu muncul pesanan mulai dari baju hazmat dan face shield, alhamdulliah bisa menutup kekurangan di saat-saat seperti ini," ungkapnya.
Sebenarnya Sareh membuat baju hazmat dan face shield, namun saat ini hanya tinggal face shield saja yang masih berjalan. Ia akhirnya memutuskan untuk tidak lagi membuat baju hazmat karena memang saat ini pihaknya tidak menerima pesanan baju hazmat.
Sebelumnya pesanan baju hazmat itu datang dari perusahaan-perusahaan swasta yang nantinya akan dibagikan sebagai bantuan kepada tenaga medis dan relawan covid-19. Bahkan sebelum pesanan nihil pihaknya bisa menerima pesanan hingga 600-1000 buah baju hazmat per harinya.
Baca Juga:Kassian Cephas, Fotografer Pertama Indonesia yang Magang di Keraton Jogja
"Sebelumnya perhari bisa dapat pesanan 600-1000 buah tapi sekarang sama sekali tidak ada. Dari yang dulu awalnya seharga Rp80.000 akhirnya turun menjadi Rp40.000," ucapnya.
Dijelaskan Sareh saat ini pihaknya fokus dalam pembuatan face shield. Namun karena keterbatasan alat industri yang ia punyai, pihaknya kini melakukan produksi face shield tersebut secara manual. Meski begitu produksi miliknya tetap bisa menembus pasar lokal dan hasilnya pun dapat digunakan untuk menopang ekonomi usahanya di saat pandemi.
Sejauh ini pihaknya bisa memproduksi 500-1000 buah face shield perhari tergantung jumlah pesanan. Nantinya akan ada pedagang yang mengambil dari Jogja untuk distribusikan ke wilayah-wilayah lain.
"Ada juga pesanan dari sekolah-sekolah sekitar sini. Belum banyak kok, mereka pesan untuk siswanya. Bahkan bidan pun juga minta untuk ukuran bayi. Jadi ada tiga ukuran, untuk dewasa, anak-anak dan bayi," jelasnya.
Dengan pesanan seperti itu pihaknya bisa menarik omzet perhari sekitar Rp7-10 juta. Sareh tidak sendiri dalam mengerjakan pesanan tersebut, ada setidaknya 8 orang pekerja yang ikut membantu dalam produksinya.
Sareh menuturkan saat ini mulai kesulitan dalam memperoleh bahan baku terutama untuk mika ditambah harganya yang juga mulai merangkak naik. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa daerah pemasok yang masih terhambat karena adanya PSBB. Selain itu perajin face shield pun sekarang sudah mulai menjamur di berbagai daerah.
Salah satu pembeli face shield yang sekaligus sebagai Jawatan Kemakmuran di Kapanewon Nanggulan, Kristina Esti Winarni mengatakan kualitas face shield produksi Sareh ini sudah sesuai dengan standar yang ada. Selain itu harganya juga terjangkau jika dibandingkan dengan harga di luar.
"Saya beli untuk para pegawai yang berhadapan langsung dengan banyak orang. Sebagai langkah antisipasif saja," ujar Esti.