SuaraJogja.id - Bagi sebagian orang, mendengar grup Warkop DKI yang terlintas yakni polah tingkah trio komedian yang super kocak. Tapi siapa kira di balik panggung lawak, salah satu personelnya yakni Wahyu Sardono atau yang akrab dikenal Dono merupakan sosok yang serius dan lihai dalam memberi kritik di era Orde Baru.
Belakangan salah satu tulisannya di sebuah majalah ramai dibicarakan setelah tersebar di sosial media. Gegara itu, namanya sempat menempati trending topic pada Rabu, 8 Juli lalu.
Nah, pemicunya dari cuitan dari pemilik akun @fahrisalam yang mengunggah foto karya tulis almarhum Dono yang dimuat di Majalah Forum pada 1993 silam bertajuk Kisah Sertu Jumadi.
“Kenapa aku tahu terlambat sekali kalau Dono menulis sebagus ini. sampai berseloroh: mestinya bukan GM, tapi Dono yang harus kita rujuk sebagai penulis penuh gaya yang perlu kita teladani,” tulis akun tersebut seperti dikutip dari Hops.id--jaringan Suara.com, Sabtu (11/7/2020).
Baca Juga:Bayi Ditelantarkan di Rumah Bersalin Sleman, Polisi Buru Pelaku
“Dokumen artikel alm. Dono tersebut saya share ulang dari twit Pak @UmarAlChelsea75 (dan memang dia punya dokumennya),” lanjut Fahri.
Cerita Kisah Sertu Jumadi itu berisi kritikan halus terhadap institusi kepolisian di era orde baru yang mulai kehilangan wibawa di mata masyarakat.
“Entah mengapa, akhir-akhir ini Pak Jumadi ikut arus ‘berperut gendut’. Baju jatah dari kantor menjadi ketat menempel di badan, sehingga jalannya pun tampak lebih susah dari biasanya. Barangkali, ia ingin memenuhi standar stereotip polisi zaman sekarang,” tulis Dono dalam majalah.
Dono yang memiliki nama asli Wahyu Sardono menyorot soal polisi yang punya kendaraan, yang sebenarnya tak mampu dibeli dengan hitungan gaji seorang polisi.
Ia juga mengomentari soal gagalnya polisi memberikan rasa aman bagi masyarakat dari tindak kejahatan. Dalam tulisannya, ia menggambarkan seorang polisi yang diam saja melihat seorang perempuan ditodong bandit.
Baca Juga:Aktivitas Gunung Merapi Meningkat, BPBD Sleman: Jalur Evakuasi Masih Baik
“Saat polisi itu turun di sebuah halte, hampir seluruh penumpang berkomentar: ‘polisi kok takut!’; ‘polisinya pasti sekongkol dengan penjahat itu!’ ; ‘suruh masuk Bhayangkari saja! Jangan ikut Bhayangkara!’; dan ‘iya, ganti saja namanya menjadi Deborah atau Yayuk!’” tulis Lulusan Sosiologi Universitas Indonesia tersebut.
- 1
- 2