"Saya tidak tahu itu ada izinnya enggak. Kok tiba-tiba ada seperti itu, bahkan ketika telusuri sudah tujuh tahun lamanya," ungkapnya.
Ketua Program Kali Bersih Siraman Sukardi mengaku kesulitan untuk melakukan program bersih-bersih sungai, terlebih ada persoalan limbah yang dibuang oleh pabrik tahu dan tempe, yang notabene berasal dari luar Siraman. Mereka tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan teguran kepada pemilik pabrik tahu dan tempe.
"Kita sudah komunikasi melalui desa. Tetapi tidak ada respons," tandasnya.
Terpisah, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gunungkidul Aris Suryanto mengungkapkan, mediasi sudah dilakukan berkali-kali dengan pemilik usaha pembuatan tahu-tempe tersebut. Pihaknya berharap, mereka membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara mandiri.
Baca Juga:Limbah Covid-19: Sampah Masker dan Sarung Tangan Mengotori Laut
"Tapi itu tadi, para pengusaha belum ada kemauan," ujarnya.
Aris pun mengeluhkan sikap dari pelaku usaha tersebut. Sebab, sejatinya pembangunan IPAL perlu dilakukan, mengingat usaha dijalankan oleh mereka. Namun, hingga saat ini tidak ada niatan untuk membuat IPAL. Sedangkan, DLH Gunungkidul sendiri sampai saat ini belum bisa menyediakan IPAL komunal khusus di wilayah tersebut.
Alasannya, Aris mengaku, pihaknya tidak memiliki dana untuk membangun IPAL. Oleh karena itu, pilihan social enforcement akan dikedepankan dengan melibatkan tokoh masyarakat. Namun, pihaknya tetap membantu proses mediasinya.
Social enforcement yang dimaksud Aris adalah dengan mengajak warga bergerak bersama menjaga kebersihan sungai. Warga juga diharapkan memberi pemahaman pada pelaku usaha untuk tidak membuang limbah langsung ke sungai tanpa proses.
"Aduan ke Polres Gunungkidul pun sudah dilakukan lantaran pengusaha industri masih membandel. Koordinasi dengan Polres sudah kami lakukan, termasuk menyerahkan data pemantauan air sungai," kata Aris.
Baca Juga:Hindari Pembuangan Limbah ke Sungai, Pemprov Jateng Bentuk Tim Patroli
Kontributor : Julianto