Sementara itu, dalam dunia perdalangan, Miko dikenal dengan gelar Pathok Negoro. Nama tersebut ia dapatkan dari takmir Masjid Ploso Kuning Pathok Negoro.
Miko menceritakan, bahwa saat itu, ia menjadi dalang pertama yang menggelar wayang di masjid tersebut setelah 30 tahun tidak pernah ada.
Seusai pementasan itu, Miko kemudian diberi gelar Pathok Negoro dalam nama setiap pertunjukannya.
Meski begitu, Miko tak serta merta menerima gelar tersebut. Ia sempat merasa ragu untuk menyandang nama itu hingga kemudian, pria kelahiran Lamongan ini bertemu dengan GKR Hemas untuk meminta izin penggunaan nama tersebut dan diizinkan.
Baca Juga:Mahasiswa KKN UNEJ Berikan Inovasi Platform Digital Pendukung Belajar Siswa
Miko sempat tidak mendapatkan dukungan dari kedua orangtuanya untuk melanjutkan pendidikan di ISI. Mereka, khawatir putra bungsunya itu tidak bisa mendapatkan pekerjaan sebagai dalang.
Namun, dalam suatu pertunjukkan yang disaksikan orangtuanya, Miko justru berhasil membuat ibunya menangis bangga.
"Momen yang paling saya ingat, ketika saya membawakan wayang di Pondok pesantren SMA saya dulu, orang-orang tepuk tangan, simbok saya sampai menangis," imbuhnya.
Sukses di karier nyatanya tak seiring dengan perjalanan akademiknya. Miko memutuskan berhenti berkuliah di ISI setelah sempat menempuh hingga sembilan semester.
Setelah keluar dari ISI, Miko melanjutkan pendidikannya di Universitas Terbuka (UT) tahun 2013 mengambil jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Baca Juga:PMM UMM Kampanyekan "Hindari Penyakitnya, Bukan Penderitanya".
Ia mengungkapkan alasannya memilih jurusan PAUD lantaran memang suka dengan dunia anak-anak dan ingin mempelajarinya.