SuaraJogja.id - Kamis (20/8/2020) siang, Azzahra Reira Salsabila (17), pelajar kelas 10 SMK Kesehatan Wonosari (Keswari) ini, terlihat sibuk menulis. Sesekali ia harus membungkuk melihat ponselnya yang berukuran kecil. Ditemani adiknya yang baru duduk di bangku kelas 3 SD, Zahra ternyata sedang mengerjakan tugas dari sekolahnya.
Selang beberapa saat kemudian, ia harus berlari ke rumah tetangganya untuk meminjam ponsel. Rupanya gadis cantik ini meminjam ponsel tetangganya untuk mengirim tugas sekolah yang sudah ia kerjakan. Setiap hari, kecuali Sabtu, Zahra harus meminjam ponsel tetangganya agar bisa mengerjakan soal dan tugas dari sekolahnya.
"Handphone Mamak kameranya rusak. Ndak bisa dibetulin konter,"ujar Zahra ketika ditemui SuaraJogja.id di rumahnya, Pedukuhan Wareng, Kalurahan Munggi, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Kamis.
Memang, di keluarga Zahra hanya ada satu ponsel. Itu pun model lama dan kameranya rusak, sehingga tidak bisa digunakan untuk mengerjakan tugas dari sekolahnya. Selain itu, Zahra harus bergantian dengan adiknya yang duduk di bangku kelas 3 SD ketika harus mengerjakan tugas dari sekolah.
Baca Juga:Kompaknya Bikin Ngakak, Ibu Diam-Diam Bantu Anak Beri Jawaban Saat PJJ
Setiap hari, remaja ini harus meminjam ponsel ke tetangganya. Agar tidak merepotkan setiap hari, maka ia harus berkeliling mencari tetangga yang berbeda untuk bisa dipinjam ponselnya. Setidaknya ada empat tetangganya yang rutin Zahra pinjam ponselnya untuk mengerjakan tugas.
"Alhamdulillah di sini baik-baik semua," kata dia.
Ibunda Zahra, Mariyam (48), mengaku tak bisa berbuat banyak dengan kondisi anaknya. Di tengah keterbatasan yang menghimpit keluarganya, anak keduanya tersebut tak lantas patah semangat meneruskan kegiatan belajar. Anaknya tetap bertekad ingin menggapai cita-cita menjadi seorang perawat.
Sejak SD, buah hatinya bersama Sadiman (48) ini memang bercita-cita menjadi tenaga kesehatan. Remaja ini sering berdiskusi dengan orang tuanya berkaitan dengan keinginannya menjadi seorang perawat. Mariyam dan suaminya pun sempat ragu dengan keinginan anaknya tersebut. Mariyam menceritakan, tekad anaknya tersebut sangat besar.
Sebenarnya, Mariyam sendiri, juga suaminya, ingin sang anak bersekolah di SMK Ma'arif, yang jaraknya hanya 500 meter dari rumahnya. Alasannya tak lain keterbatasan ekonomi, sehingga mereka tak mau Zahra menempuh jarak terlalu jauh untuk menimba ilmu.
Baca Juga:Butuh untuk Belajar Anak, Bapak Asal Sleman Nekat Jambret HP di Seyegan
Namun, di Gunungkidul hanya ada dua SMK kesehatan, sekolah dambaan Zahra, dan semuanya berada di Wonosari. Jarak antara tempat tinggal Zahra dengan Wonosari sekitar 7 kilometer. Padahal, tak ada angkutan umum yang melalui jalur tersebut, sehingga satu-satunya jalan adalah kendaraan pribadi. Sementara, keluarga ini tidak memiliki sepeda motor.
"Kalau mau nebeng, kasihan kalau nanti pulangnya ndak barengan," papar Mariyam.
Oleh karena itu, Zahra kecil sudah prihatin dengan kondisi ekonomi keluarga, sehingga ia selalu mengumpulkan uang jajan yang ia dapat dari orang tuanya. Tujuannya, supaya Zahra bisa memiliki sepeda motor sendiri untuk menuju sekolah yang ia cita-citakan sebelumnya.
"Dia itu sering mendapat uang saku ketika mengajar mengaji di masjid. Itu dikumpulkan, tidak pernah jajan," ujar Mariyam.
Ia mengatakan, sejak lulus SD Zahra telah mengumpulkan uang jajannya, dan berkat uang jajan yang dikumpulkan Zahra tersebut, akhirnya ia bisa membeli sepeda motor bekas dengan harga Rp3 juta meskipun sempat dihadapkan pada kebimbangan. Akhirnya, Zahra pun mendaftar di SMK Kesehatan Wonosari dan berhasil diterima jurusan Keperawatan.
Persoalan baru muncul ketika Pandemi Covid-19 melanda dunia dan memaksa sekolah-sekolah menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pasalnya, ponsel yang ada di keluarga ini hanya ada satu dan merupakan keluaran lama. Tentu saja ponsel tersebut tidak begitu mendukung keperluan Zahra untuk menjalani PJJ.
"Saya beli ponsel itu ketika Zahra kelas 8, berarti sudah 3 tahun. Itu saja ponsel bekas," tambah Mariyam.
Persoalan ponsel bertambah ketika di awal pandemi lalu, kamera belakang dan depan ponsel tersebut rusak serta tidak bisa diperbaiki lagi.
Mariyam dan suaminya sempat bimbang dengan persoalan tersebut karena di saat yang sama mereka harus dihadapkan dua pilihan: apakah uang tabungan Zahra akan digunakan untuk membeli sepeda motor agar bisa sekolah di SMK Kesehatan atau membeli ponsel baru.
Lantas suaminya memutuskan agar Zahra tetap membeli sepeda motor karena ponsel yang mereka miliki masih bisa digunakan meski tidak maksimal. Menurut Mariyam, mereka memutuskan hal tersebut dengan pertimbangan bahwa PJJ tidak akan berlangsung lama.
"Jadi pikiran kami itu PJJ sudah tidak ada kalau Zahra sudah SMK, tapi kok malah diperpanjang," tutur Mariyam.
Tak ada lagi yang bisa diperbuat oleh Mariyam dan suaminya karena keduanya sudah tidak bekerja lagi akibat pandemi Covid-19.
Mariyam sendiri sudah banting tulang untuk mendapatkan penghasilan membantu suaminya dengan cara bekerja di rumah produksi bakpia serta di rumah menerima jahitan. Sementara, suaminya sama sekali tidak mendapat pekerjaan karena tak ada orang yang menggunakan jasanya selama pandemi Covid-19.
Anak sulungnya sebenarnya berniat membantu. Namun karena kondisi tempat kerjanya, warung bakmi, juga masih sepi akibat pandemi Covid-19, maka untuk membeli ponsel baru terus ditunda.
Apalagi, di rumahnya yang berukuran 8x10 meter berdinding anyaman bambu ini juga tinggal kedua mertuanya yang sudah lanjut usia.
Untuk itu, kini orang tua Zahra hanya bisa pasrah menyemangati anak mereka yang masih harus berjuang menjalani PJJ dengan bolak-balik ke rumah tetangga untuk meminjam ponsel.
Kontributor : Julianto