SuaraJogja.id - Gus Miftah memberikan komentar mengenai film pendek asal Yogyakarta yang tengah jadi pembicaraan publik, yakni Film Tilik. Secara konten, Gus Miftah mengatakan bahwa film itu tidak memiliki faedah, tetapi di sisi lain bersifat realistis.
Pengurus Pesantren Ora Aji Sleman ini menerima banyak pertanyaan dari warganet mengenai sosok Bu Tejo dan film Tilik, yang banyak menarik perhatian masyarakat. Dilihat dari segi konten, film itu, kata Gus Miftah, tidak berfaedah.
"Secara konten memang bagi saya tidak ada faedahnya. Ngrasani orang, nggosip, dan sebagainya, tapi itu adalah deskripsi atau gambaran yang terjadi di masyarakat," ujar Gus Miftah dalam video yang diunggah pada Rabu (26/8/2020) melalui kanal YouTube-nya.
Meski mengatakan bahwa film berdurasi 32 menit itu tidak berfaedah, tetapi Gus Miftah menyebutkan bahwa cerita yang ditampilkan merupakan deskripsi dari realitas mayarakat yang ada.
Baca Juga:Mantap, Warung Ini Kasih Promo Makan Gratis Buat yang Namanya Bu Tejo
Menurut Gus Miftah, pada umumnya para wanita dikenal senang untuk bergosip atau membicarakan masalah hidup orang lain. Kebiasaan tersebut juga yang mengantar perempuan masuk ke neraka paling banyak, kata dia.
Selanjutnya ia menyebutkan bahwa ketika film ini menjadi sebuah kontroversi, itu adalah hal yang lumrah. Di satu sisi, pria berambut panjang ini menyebutkan, tidak ada edukasi dalam film itu, tapi juga menampilkan realitas masyarakat.
"Melihat film Tilik itu, ya netizen itu ya Bu tejo itu sendiri," imbuh Gus Miftah.
Alasan pertama mengapa netizen dan Bu Tejo adalah satu orang yang mirip, menurut Gus Miftah, karena mereka suka membicarakan orang, tapi tidak suka menjadi bahan pembicaraan orang lain.
Kedua, dalam salah satu adegan ketika truk ditilang oleh polisi dan Bu Tejo mengancam akan memanggil saudaranya seorang polisi, Gus Miftah memandang hal tersebut sebagai bentuk realitas suap yang ada di Indonesia.
Baca Juga:Naik Truk Bareng Raffi Ahmad, Bu Tejo: Situ Kan Enggak Pernah Hidup Susah
Ia mengatakan, ketika seseorang merasa mengenal orang dengan jabatan tinggi, seperti polisi, lantas seolah bersikap semaunya. Padahal, seseorang tersebut melakukan hal yang salah, tetapi berlindung di balik jabatan kerabat berpangkat.
Lihat komentar penuh Gus Miftah DI SINI.
Ketiga, gampang percaya dengan hoaks atau berita bohong. Gus Miftah mengingatkan bahwa penyebar kabar bohong pertama adalah iblis dan yang menerima kabar adalah Nabi Adam. Sekali menerima berita bohong, Nabi Adam langsung dikeluarkan dari surga.
Selanjutnya, warganet juga disebut selalu mengedepankan gibah atau gosip. Netizen dikatakan suka menyampaikan kabar agar terlihat eksis tanpa memperhitungkan terlebih dahulu apakah hal yang dibicarakan tersebut merupakan benar atau salah.
"Kemudian apa, dia yang salah, dia juga yang galak," tukasnya.
Sama seperti Bu Tejo, lanjut Gus Miftah, orang-orang yang aktif di dunia maya juga selalu lebih galak meskipun dirinya salah. Mereka kerap tidak menerima kritik maupun saran dari orang lain, bahkan menolaknya dengan lebih galak.
Terakhir, alumnus UIN Sunan Kalijaga ini melihat sosok Bu Tejo sebagai orang yang memiliki tingkat egois tinggi. Hal tersebut juga dilihatnya hadir dan berkembang dalam realitas bermasyarakat saat ini.
Jika disimpulkan, Gus Miftah menyebutkan, karena berisi gibah, nyinyir, dan nyolot maka konten di film Tilik tidak memiliki faedah. Sementara dilihat dari sisi positif, film itu menggambarkan secara detail realitas kehidupan masyarakat Indonesia.
"Sahabat yang baik itu bukan yang menjelekkan antara satu dengan yang lain, tetapi menjelekkan orang lain secara bersama-sama. Itulah netizen +62," kata Gus Miftah mengakhiri komentarnya.
Ia juga berpesan, jika seorang suami memiliki istri seperti Bu Tejo, kemungkinan ia akan mendapatkan balasan surga atau setidaknya berkurang siksaannya di akhirat. Sebab, sebagai suami, ia sudah tersiksa di dunia karena memiliki istri yang galak.