SuaraJogja.id - Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nasir mengaku kehilangan sosok pendidik bangsa yang bersahaja. Kepergian Abdul Malik Fadjar membuatnya dan organisasi yang ia pimpin merasakan ruang kosong di negeri ini.
Haedar Nasir membagikan sebuah utas di akun Twitter pribadinya @HaedarNs Rabu (9/9/2020). Ia membagikan perasannya usai mendengar kabar kepergian tokoh dewan pertimbangan presiden tersebut kemarin.
Baru satu hari ditinggal pergi, ia merasa ada ruang kosong di negeri ini, terutama bagi Muhammadiyah. Menurut Haedar, Abdul Malik Fadjar adalah seorang tokoh yang sepanjang hidupnya menjadi guru di dunia pendidikan sekaligus menjadi role model pendidik bangsa yang bersahaja.
"Dipikirannya hanya satu perhatian utama bagaimana terlibat aktif dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa dengan karya nyata, bukan retorika kata," tulis Haedar dalam utasnya.
Baca Juga:Bantul Siapkan Skenario Pembukaan Sekolah, Setiap Pekan Layani Konsultasi
Ia menceritakan, bahwa sosok yang ia kagumi itu menghabiskan masa mudanya menjadi guru di Sumbawa dengan segala suka dan duka. Ketika itu, sosok lain seperti Ahmad Syafii Maarif juga menjadi guru di Lombok. Kedunya sama-sama berada di Nusa Tenggara Barat.
Mereka menjadi guru dalam makna yang sesungguhnya, menjadi pendidik dengan keadaan serba terbatas. Pengalaman tersebut dinilai Haedar menjadi modal yang berharga untuk Malik Fadjar menjadi pendidik di dunia perguruan tinggi.
Ketika menjabat sebagai menteri, banyak terobosan yang dilakukan untuk perbaikan dunia pendidikan, baik dalam pengetahuan umum maupun agama. Malik melakukan reformasi regulasi dan birokrasi yang membantu lembaga pendidikan menjadi lebih mudah bertumbuh kembang.
"Lulusan pondok pesantren dipermudah penyetaraannya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Pengiriman anak-anak Indonesia untuk melanjutkan studi ke luar negeri digencarkan," imbuh Haedar.
Malik dinilai melakukan terobosan sangkar besi birokrasi yang saat itu menjadi penghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Di Muhammadiyah sendiri, Haedar menyebutkan ada banyak jejak emas yang ditinggalkan oleh Malik.
Baca Juga:Enak dan Wajib Dicoba, 5 Rekomendasi Mi Ayam di Jogja
UMM menjadi salah satu bukti jejak emas tersebut. Pada eranya, UMM menjadi satu-satunya universitas swasta milik umat Islam yang unggul dan membanggakan, menerobos hegemoni perguruan tinggi negeri.
Setelah purna tugas, Malik masih terus memberikan perhatian untuk memajukan dunia pendidikan. Malik kerap mengajak Haedar pergi ke daerah terjauh untuk membenahi lembaga pendidikan yang tertinggal. Bahkan di usia senjanya, jiwa pendidikan Malik tetap kuat dalam menyikapi kondisi bangsa.
"Meski sering memberi catatan kritis tentang kehidupan kebangsaan yang dianggapnya bermasalah, Pak Malik selalu menunjukkan sikap elegan yang positif dan konstruktif," terang Haedar.
Sikap kritis Malik tidak pernah bersifat personal dan apriori, ia selalu menawarkan solusi dan opsi. Dia juga tidak suka provokasi, berkali-kali Malik berpesan bahwa sesuatu yang menyangkut urusan bangsa yang besar jangan dibiarkan berjalan di lorong sempit.
Haedar juga membocorkan bahwa kediaman Malik menjadi salah satu markas para tokoh reformasi yang membuat Presiden Soeharto berhenti dari jabatannya setelah berkuasa 32 tahun lamanya. Malik adalah tokoh besar yang bersahaja dan tidak pernah menonjolkan diri.
Malik tidak suka mempublikasikan dirinya, apalagi berada di panggung. Saat berada di sebuah acara, malik lebih suka duduk di belakang atau menepi. Ia memilih tidak banyak berkata yang besar-besar, lebih banyak yang dia kerjakan.
- 1
- 2