SuaraJogja.id - Staf Pengajar Fakultas Teknologi dan Ilmu Kebumian ITB, Asep Saepulloh, membahas mengenai kilas balik bencana erupsi Merapi pada tahun 1996 hingga 2010. Hasil analisis dan klsifikasi diambil dari data radar yang memiliki kelebihan jika digunakan di daerah tropis.
Radar dinilai mampu melewati beberapa kanopi yang tidak terlalu tebal. Asep menyebutkan bahwa ia menggunakan data radar ini untuk bisa mengobservasi letusan yang pernah terjadi dari tahun 1996 hingga tahun 2010.
Data yang digunakan untuk mendeteksi endapan material menggunakan data dari JERS-1, RADARSAT-1, dan ALOS PALSAR. Tiga jenis radar digunakan dalam jangka waktu yang berbeda. Perbedaan data sebelum dan sesudah letusan dijadikan produk letusan.
"Jadi data magnitude atau amplitude dari data radar kita ambilkan untuk setiap event letusan atau setiap event keberadaan produk ledakan yang baru," kata Asep, Selasa (27/10/2020).
Baca Juga:Mirip Erupsi Tahun 2006, Data Pantauan Merapi Tunjukkan Pergerakan Magma
Dari 1996 hingga 2006, tercatat ada empat event letusan. Ditambah dengan yang terjadi pada tahun 2010, ada lima letusan dalam waktu 14 tahun. Keberadapan endapan biasanya ditandai dengan adanya rona-rona yang gelap dari gambar yang diambil radar.
Asep mengatakan, jika selama lima periode letusan ia namai sebagai P-Zone. Ia memberikan warna kepada produk yang mereka ekstrak. Pihaknya juga mengkalkulasikan dan menganalisis parameter geometri. Semuanya dikarakterisasi untuk setiap produk yang dihasilkan Gunung Merapi.
Setelah didapatkan hasil gambar bagian Gunung Merapi sebelum dan sesudah erupsi, kemudian dibandingkan untuk dapat dinilai endapan maupun abu vulkanik yang dihasilkan. Asep juga membandingkan hasil pendataan erupsi tahun 2010 dengan empat letusan sebelumnya.
Pada tahun 1996 hingga 2006 jumlah endapan mengalami penurunan. Namun pada tahun 2010 sendiri terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Baik volume, jarak luncur dan luasannya menunjukkan kurva yang anomali atau diluar kebiasaan. Lantaran jumlah yang meningkat drastis.
"Kita validasi dengan hasil GPS itu menghasilkan yang serupa. Dimana area-area puncak menunjukkan mengalami deformasi yang cukup tinggi," imbuh Asep.
Baca Juga:Curi Emas Majikan buat Beli Motor, ART di Sleman Diringkus Polisi
Selanjutnya Asep menjelaskan jika pada saat menggunakan data radar yang sama, kemudian sudut melihatnya sama, dan material vulkanik tidak ada yang berubah. Jika ada perubahan, maka yang sebenarnya terjadi perubahan adalah kekasaran permukaan di posisi lava dome menjelang terjadinya erupsi.
- 1
- 2