SuaraJogja.id - Menurut budayawan sekaligus tokoh budaya Muslim Emha Ainun Najib alias Cak Nun, azan jihad, atau azan dengan hayya alal jihad, yang kini tengah ramai diperbincangkan publik, merupakan hal yang lazim.
Tak menilainya benar ataupun salah, dalam mengungkapkan anggapannya tersebut, Cak Nun juga menyinggung soal rekayasa rezim.
Ia mengungkapkan, munculnya hayya alal jihad ini lazim saja bila dilihat dari perspektif sejarah Islam belakangan ini.
Cak Nun mengatakan, munculnya orang azan dengan hayya alal jihad bisa dipandang dari berbagai perpspektif. Dalam kanal YouTube Caknun.com, Cak Nun mengulas dari perspektif syariat dan fiqih, perspektif sosial politik dan perspektif langit.
Baca Juga:Polisi Satroni ke Rumah Habib Rizieq Disambut Teriakan Jihad Laskar FPI
Dari semua itu, Cak Nun merasa biasa-biasa saja dengan munculnya azan hayya alal jihad.
Dari perspektif sosial politik, menurut Cak Nun, munculnya hayya alal jihad ini lazim-lazim saja. Sebab dalam sejarah geopolitik global, umat Islam sudah lama ditindas, sehingga muncul wujud perlawanan itu, salah satunya lewat azan dengan hayya alal jihad.
Dia mengatakan, secara sosial politik, kaum Muslimin dan nilai-nilai Islam memang sudah sangat lama ditindas, tidak hanya berdekade-dekade, tapi mungkin berabad-abad. Umat Islam merasa ditindas, dianiaya, disakiti, dan diinjak-injak.
Sebagian dari mereka ada yang tidak tahan, sehingga berteriak, meledak, mengamuk, dan ada yang dengan pedang atau senjata rakitan, bahkan ada yang dengan kalam atau lidah seperti perubahan azan itu.
“Jadi saya lihat [aksi terorisme] di Sigi dan hayya alal jihad adalah munculnya secara alamiah sebagian dari kelompok umat yang ditindas selama berabad-abad sehingga mereka kemudian ada biyadihi, dengan tangannya apa, yang rezim menyebutnya terorisme atau melalui lisan, hayya alal jihad atau sekalian saja hayya alal qital. Bagi saya itu lazim-lazim saja. Saya tak katakan itu boleh atau tidak ya,” ujarnya, dikutip Hops.id -- jaringan Suara.com, Rabu (2/12/2020).
Baca Juga:Gaduh, Azan Isi Ajakan Jihad sambil Bawa Pedang dan Celurit
Cak Nun menyebutkan, penindasan yang dialamai umat muslim di global itu sudah berlangsung sejak zaman pencerahan atau Renaisans hingga kini, artinya sudah diinjak-injak selama 4-6 abad ke belakang. Lantaran pengalaman ketertindasan itu, wajar ada sebagian umat Islam yang tak kuat dan menumpahkannya dalam wujud perubahan lafaz azan tersebut.
Sedangkan dari sudut pandang secara fiqih, azan hayya alal jihad tidak lazim karena bukan demikian ajaran dan tradisi baku sejak Rasulullah SAW. Untuk itu, menurut Cak Nun, lazim juga andaikan ada ulama yang menyebutkan bahwa azan hayya alal jihad itu melanggar syariat, bid’ah, atau bahkan sesat.
“Kalau dilihat dari fiqih, menurut saya penggantian lafal azan dengan kata jihad, hal tersebut dinilai sebagai hal yang tak lazim dilakukan,” ungkap Cak Nun.
Meski demikian, Cak Nun menegaskan bahwa pandangannya ini tidak bisa dijadikan dasar, sehingga masyarakat diminta untuk tidak kaget jika ada ulama ataupun kiai lain yang memiliki penilaian yang berbeda terkait penggantian kalimat azan dengan kata jihad.
“Itu pandangan saya, tapi jangan kaget jika nanti ada ulama yang menyebut hal tersebut sebagai bid’ah atau bahkan bid’ah kubro terkait adanya penggantian kalimat tersebut,” katanya.
Di luar perspektif itu, Cak Nun mengatakan, ada teori lain kenapa azan hayya alal jihad begitu masif dan viral. Itu bisa jadi adalah rekayasa rezim penguasa, kata dia.
“Kita tidak mengklaim juga tak menuduh, tapi ada teori seperti itu. Mungkin saja yang bikin yang berkuasa, secara teori politik strategis memang ada [teorinya]” ujarnya.
Budayawan NU itu mengatakan, teori lain soal geopolitik menyebutkan, kekuatan Islam yang keras sengaja dimunculkan sebuah kekuatan supaya memungkinkan institusi negara atau institusi global menumpas Islam keras tersebut. Wujud yang bisa dilihat adalah munculnya fenomena terorisme.
“Tapi ada teori lain. Misalnya kalau ada kelompok Islam yang sangat keras, itu kemungkinan lain rekayasa dari yang berkuasa. Itu bisa terjadi dalam negara dan politik internasional, tokoh Islam sangat keras bagian dari rezim. Itu sebuah teori, saya tak mengatakan ada kemungkinan begitu,” kata dia.
Selanjutnya, Cak Nun mengatakan, jika perspektif pandangnya diperluas, maka akan ditemukan spektrum di mana subjek-subjeknya sangat banyak: globalisasi, penjajahan Dajjal dan Ya’juj Ma’juj, imperialisme, kapitalisme global, amr, dan iradah Allah SWT sendiri.
Dari perspektif ini, Cak Nun membaca munculnya berbagai fenomena itu sebagai tanda bakal ada tatanan peradaban baru.
“Sudahlah terserah trigger-nya [pemicu azan hayya alal jihad] dari mana, siapa yang memprovokasi, ini memang ada kelompok yang nggak kuat ngamuk ataukah ini bikinan rezim sendiri atau apapun itu terserah, tapi kan ada kemungkinan lain bahwa kita sedang dalam berada suatu lingkaran setan sebab akibat, jadi tak hanya linear sebab akibat, akibat sebab, tapi setiap sebab bisa merupakan akibat dan akibat bisa merupakan sebab. Ini bisa silang sengkarut,” ujarnya.