SuaraJogja.id - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman menyesalkan keputusan Pemda DIY terkait dengan tidak adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Padahal jika mengacu salah satu syarat yang ditentukan oleh Kemenkes dalam mengajukan PSBB, DIY sudah memenuhi itu.
"Sleman sendiri sebenarnya mengharapkan pemerintah provinsi melakukan PSBB. Melihat syarat yang ditentukan oleh kemenkes untuk mengajukan PSBB itu sudah terpenuhi. Semisal, jumlah kasus meningkat terus, jumlah kematian juga tinggi. Sebetulnya kita [DIY] sudah memenuhi syarat," kata Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo, kepada awak media, Kamis (31/12/2020).
Joko menyebut bahwa memang pihaknya sudah memiliki harapan yang tinggi terkait dengan penerapan PSBB di DIY. Walaupun sebenarnya, disebutkan Joko berdasar aturan Kemenkes Nomor 9 tahun 2020 bahwa usulan PSBB sendiri bisa dilakukan oleh Bupati secara langsung kepada Kemenkes.
Namun ia meyakini bahwa Provinsi DIY secara khusus mempunyai ikatan emosional atau kolegial antar masing-masing kabupaten dan kota. Hal itu yang membuat pihaknya tidak ingin melompati kewenangan dari pemerintah provinsi.
Baca Juga:Suspek COVID-19, Seorang Bayi 9 Bulan di Sleman Meninggal Dunia
"Jadi kalau satu [wilayah] mengajukan ya semua juga bareng-bareng. Dan itu tentu saja kita tidak ingin melompati pemerintah provinsi. Secara administrasi sebenarnya sudah siap," tuturnya.
Joko tidak memungkiri bahwa ada aspek-aspek lain seperti sosial dan ekonomi yang perlu dipikirkan jika memang PSBB dilakukan. Pengawasan secara menyeluruh menjadi langkah yang krusial bagi setiap wilayah yang melakukan PSBB.
Padahal, Joko menyebut bahwa jika memang PSBB dilakukan dalam periode ini momentumnya terbilang bagus. Pertama ia menyoroti tentang masyarakat yang telah melakukan liburan secara masif pada masa pergantian tahun ini.
Kedua, anggaran saat tahun baru juga akan baru akan dimulai. Hal ini penting untuk mencukupi kebutuhkan logistik bagi warga yang tidak mampu secara finansial jika penerapan PSBB benar berlaku.
"Jadi saya prinsipnya bagaimana caranya memperkecil peluang untuk pergerakan warga masyarakat baik dia sehat apalagi sakit. Sebenarnya saat kita usul yang menetapkan PSBB itu Kemenkes tapi Kemenkes tidak akan menetapkan kalau kita tidak usul. Masalahnya di situ," terangnya.
Baca Juga:Berawal dari Tahlilan, Satu Dusun di Sleman Diisolasi Akibat Covid-19
Menurutnya Peraturan Bupati Sleman nomor 37.1 tahun 2020 yang diundangkan sejak 18 Agustus 2020 itu saja tidak cukup kuat jika dibandingkan dengan PSBB. Walaupun memang secara aturan sudah mengatur ke arah yang benar namun penerapannya masih kurang.
"Tapi begitu dengan PSBB itu memang dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan itu kemudian bisa ada PP-nya bahkan ada Permenkes juga maka kalau diterapkan kuat. Bagi yang melanggar bisa dilakukan katakanlah sanksi hukuman pidana. Kalau hanya Perbup tidak bisa sampai ke pidana apalagi hanya edaran. Tapi kalau tidak mengeluarkan apapun ya tetap salah maka kita tetap bergerak," ungkapnya.
Terkait minggu tenang di Sleman sendiri, dijelaskan Joko rencananya akan mulai diterapkan mulai tanggal 9 Januari 2021 ditambah minimal 10 hari. Sementara untuk sebelum tanggal 9 Januari 2021 cukup dengan intruksi Gubernur saja.
"Setelah itu nanti kita tidak tahu akan dilanjutkan dengan PSBB atau tidak oleh DIY. Kalau PSBB ya minggu tenang kita tarik, kalau tidak ada PSBB ya kita teruskan," cetusnya.
Joko menerangkan bahwa minggu tenang nanti hanya akan berwujud sebagai edaran yang bersifat imbauan saja. Intinya untuk meminta bantuan para panewu dan kepala puskesmas untuk terus melakukan koordinasi.
Artinya ketika menemukan kasus positif Covid-19 harus cepat dilakukan isolasi lalu diawasi secara ketat. Menurutnya minggu tenang ini hanya semacam modifikasi kecil dari PSBB.
"Jadi kita bermain di hilir. Soalnya kalau di hulu dengan menghilangkan kerumunan itu minimal harus pakai PSBB," ujarnya
Namun Joko tidak menampik bahwa rata-rata masyarakat DIY, khususnya Sleman adalah warga yang well educated. Sehingga jika tidak ada acuan yang jelas, pasti warganya tidak akan mau menerapkan aturan tersebut.
"Harus ada treatment tersendiri, misalnya kita memastikan sudah melakukan minggu tenang tapi pasti akan dipertanyakan lagi karena tidak ada SK yang kuat dan tidak mengikat," pungkasnya.
Perlu diketahui sebelumnya Pemprov DIY belum akan menerapkan PSBB atau karantina wilayah. Walaupun dalam beberapa waktu terakhor kasus positif terus bertambah dengan memecahkan rekor harian.
Namun sebagai gantinya, Pemprov DIY sementara memberikan sebuah instruksi untuk melakukan penutupan di seluruh objek wisata pada malam tahun baru atau Kamis (31/12/2020). Instruksi tersebut dimulai pukul 18.00 WIB dengan menyasar empat kabupaten di DIY kecuali Kota Yogyakarta.