Tampung Masukan Masyarakat, Wamenkumham: Diskusi Publik Soal UU ITE Perlu

Eddy menuturkan pembahasan UU ITE menjadi penting untuk dilakukan sebagai dasar pemanfaatan Teknologi Informasi.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 18 Maret 2021 | 13:31 WIB
Tampung Masukan Masyarakat, Wamenkumham: Diskusi Publik Soal UU ITE Perlu
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Syarief Hiariej membuka diskusi publik rancangan pembahasan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Ballroom Hotel Tentrem, Jl Pangeran Mangkubumi No 72A, Yogyakarta, Kamis (18/11/2020). - (SuaraJogja.id/HO-Kanwil Kemenkumham DIY)

SuaraJogja.id - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyelenggarakan diskusi pembahasan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Ballroom Hotel Tentrem, Jl. Pangeran Mangkubumi No.72A, Yogyakarta, Kamis (18/11/2020). Diskusi ini dibuka secara langsung oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham)Edward Omar Sharif Hiariej.

"Sumbangsih pemikiran yang dihasilkan [dari diskusi] akan sangat berguna bagi pengayaan dan penguatan hasil kajian terhadap UU ITE ini," kata Eddy dalam keterangannya.

Disampaikan Eddy bahwa diskusi ini sebagai tindaklanjut atas arahan Presiden RI Joko Widodo. Dalam arahannya Presiden meminta bahwa pembahasan dan kajian terhadap UU ITE dilakukan secepatnya.

Eddy menuturkan pembahasan UU ITE menjadi penting untuk dilakukan sebagai dasar pemanfaatan Teknologi Informasi. Selain itu juga dapayt digunakan sebagai payung hukum untuk mengatasi berbagai tindakan melawan hukum serta pelanggaran-pelanggaran tindak pidana teknologi informasi atau Cyber Crime.

"Diskusi Publik dan Sosialisasi RUU KUHP ini sebagai tindaklanjut Kemenkumham atas arahan Presiden. Diskusi ini mengangkat isu krusial yang sedang hangat di masyarakat yakni terkait pasal-pasal penghinaan dan pencemaran nama baik menurut KUHP, UU ITE, dan pengaturannya dalam RUU KUHP," terangnya.

Diskusi ini sekaligus memastikan bahwa masukan publik akan tertap terbuka dalam upaya kajian terhadap keberadaan UU ITE. Kemenkumham sebagai salah satu anggota tim kajian juga memiliki tugas merumuskan kriteria implementatif atas pasal tertentu dalam UU ITE yang dianggap menimbulkan multitafsir.

Ditambah juga dengan melakukan telaah lebih lanjut untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan revisi terhadap UU ITE tersebut. Maka dari itu kajian ini dinilai perlu untuk mempertemukan apa yang diinginkan oleh masyarakat perihal pencemaran nama baik dan penghinaan menurut KUHP.

Menurutnya, diskusi publik ini merupakan bagian dari usaha memperoleh masukan dari pakar, praktisi, hingga tentunya masyarakat terkait berbagai hal dalam penerapan atau pemberlakuan UU ITE.

Ditegaskan Eddy, sudah seharusnya UU ITE dapat melindungi berbagai kepentingan hukum untuk melindungi kebebasan berbicara, menyampaikan pendapat dengan lisan dan tulisan. Ditambah juga dengan tetap menjaga kepentingan hukum guna melindungi kebebasan berkomunikasi dan memperoleh informasi.

Sesuai dengan hak-hak yang bersifat konstitusional atau Constitutional Rights warga negara yang tercantum dalam Pasal 28F UUD NRI 1945. Serta hak dasar atau basic rights terkait perlindungan terhadap harkat, martabat, dan nama baik orang lain yang dilindungi berdasarkan Pasal 28G ayat (1) UUD NRI 1945.

"Kepentingan hukum tersebut haruslah tunduk pada pengaturan dan pembatasan oleh hukum karena setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan dalam pelaksanaan hak dan kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas hak dan kebebasan orang lain sebagaimana ditentukan Pasal 28J UUD NRI 1945" pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak