SuaraJogja.id - Bulan Ramadhan tahun ini yang masih dilanda pandemi Covid-19 sepertinya sangat berdampak bagi para perajin alas Al Quran yang ada di Padukuhan Krebet, Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pajangan Kabupaten Bantul.
Kemiskidi (59) yang sudah memulai usaha membuat rekal dan juga kerajinan dari kayu sengon dan jati sejak 1989 ini harus merasakan keterpurukan. Dirinya yang biasa membuat 100-200 orderan rekal tiap Ramadhan, tahun ini hanya mendapat pesanan 24 buah saja.
“Dampaknya sangat terasa di tengah situasi pandemi Covid-19 ini. Biasanya pesanan rekal ini satu bulan atau dua bulan menjelang puasa, dari 100-200 buah. Namun sekarang hanya sedikit, hanya 24 buah dipesan oleh orang,” kata Kemiskidi ditemui wartawan di Sanggar Peni miliknya, Minggu (18/4/2021).
Ia mengaku di situasi seperti ini, tersisa hanya lima tempat produksi batik kayu di Krebet. Sebelumnya ada 40 tempat yang memproduksi mulai dari rekal, kotak alat tulis, gantungan kunci hingga kotak tissue dan juga topeng dari kayu sengon dan jati.
Baca Juga:Buat Rental Mobil Rugi Rp120 Juta, Pelaku Penggelapan Ditangkap di Bantul
“Dulunya ada 40 tempat tempat produksi. Sekarang hanya lima. Hal itu juga karena orderan barang tidak banyak seperti sebelum pandemi covid-19,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Dukuh Krebet ini.
Masih harus membayar gaji karyawan dan berupaya tetap menghidupkan kerajinan di Padukuhan Krebet, Kemiskidi juga sampai menjual aset miliknya agar perputaran uang tetap berjalan.
“Termasuk menjual aset berupa tanah yang saya miliki agar bisa bertahan. Tanah seluas 400 meter persegi saya jual agar bisa menambah modal dan juga membayar pegawai. Saat ini masih berharap banyak order yang bisa dibuat untuk memutar uang tersebut,” kata dia.
Biasa membuat rekal bermotif batik, Kemiskidi kerap menerima order dari Pekalongan dan Jepara, Jawa Tengah hingga Surabaya, Jawa Timur. Sebelum ada pandemi Covid-19 biasanya dua bulan sekali pihaknya selalu kebanjiran order. Sementara 24 buah rekal di Ramadhan tahun ini merupakan pesanan warga Yogyakarta yang akan menggelar hajatan.
“Yang 24 buah itu hanya warga sekitar Jogja yang pesan. Sebenarnya rekal saya diminati mungkin karena fungsinya, selain itu karena motif batik yang saya buat sehingga menarik. Biasanya rekal itu kan hanya diberi plitur,” katanya.
Baca Juga:Destinasi Wisata Bantul Tetap Buka, Dispar: Kunjungan Bakal Turun Drastis
Satu rekal dari bahan sengon dihargai sekitar Rp65 ribu. Jika pembeli memesan rekal berbahan kayu jati, harga yang diberikan sekitar Rp100 ribu.
“Saya pikir yang bahan jati lebih awet, tetapi masih banyak yang memesan bahan sengon. Tergantung ordernya pembeli saja,” terang dia.
Situasi Covid-19 di Bulan Ramadhan saat ini, Kemiskidi masih menerima orderan dengan jumlah yang menurutnya masih cukup membayar gaji dan makan sehari-hari keluarganya. Saat ini ia tengah membuat kerajinan berbentuk buah labu untuk perayaan Halloween.
“Alhamdulilah masih ada orderan dari Eropa untuk acara Halloween. Pesanannya mencapai 35 ribu buah dengan berbagai ukuran. Sebelumnya mereka meminta 70 ribu buah, tapi saya tidak sanggup, jadi mengambil hanya setengahnya saja,” ujar dia.
Meski rekal yang diharapkan banyak mendapat orderan di bulan Ramadhan, Kemiskidi cukup bersyukur sanggar kerajinan miliknya masih bertahan. Pasalnya banyak warga lain yang sudah alih profesi karena sektor kerajinan menjadi usaha yang tak memberikan jaminan hidup ke depan.
“Karena Krebet sudah menjadi lokasi perajin batik kayu, saya berusaha mempertahankannya. Banyak orang yang sudah meninggalkan usaha (batik kayu) di padukuhan ini. Ada yang bekerja sebagai penjual tas, baju, sepatu, dan macam-macam. Sekarang hanya lima tempat yang bertahan memproduksi batik kayu di sini,” ujar dia.
Kemiskidi sudah melakukan upaya regenerasi. Tetapi belum dilakukan secara merata dan hanya beberapa remaja saja yang menguasai ilmu membatik di atas kayu.
“Ada beberapa orang yang turun dari orang tuanya, tapi tidak semuanya. Tapi ada yang mau belajar. Harapannya ini bisa dilestarikan,” ujar Kemiskidi.