Pesanan Alas Al Quran Anjlok, Perajin Ini Jual Tanah untuk Bertahan Hidup

Dirinya yang biasa membuat 100-200 orderan rekal atau alas Al Quran tiap Ramadhan, tahun ini hanya mendapat pesanan 24 buah saja.

Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Minggu, 18 April 2021 | 19:05 WIB
Pesanan Alas Al Quran Anjlok, Perajin Ini Jual Tanah untuk Bertahan Hidup
Pengrajin alas al Quran bermotif batik, Kemiskidi ditemui wartawan di Sanggar Peni, Padukuhan Krebet, Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pajangan, Bantul, Minggu (18/4/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

“Saya pikir yang bahan jati lebih awet, tetapi masih banyak yang memesan bahan sengon. Tergantung ordernya pembeli saja,” terang dia.

Situasi Covid-19 di Bulan Ramadhan saat ini, Kemiskidi masih menerima orderan dengan jumlah yang menurutnya masih cukup membayar gaji dan makan sehari-hari keluarganya. Saat ini ia tengah membuat kerajinan berbentuk buah labu untuk perayaan Halloween.

“Alhamdulilah masih ada orderan dari Eropa untuk acara Halloween. Pesanannya mencapai 35 ribu buah dengan berbagai ukuran. Sebelumnya mereka meminta 70 ribu buah, tapi saya tidak sanggup, jadi mengambil hanya setengahnya saja,” ujar dia.

Salah seorang pembeli memilih motif batik ala Al Quran saat berada di Sanggar Peni, Padukuhan Krebet, Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pajangan, Bantul, Minggu (18/4/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]
Salah seorang pembeli memilih motif batik ala Al Quran saat berada di Sanggar Peni, Padukuhan Krebet, Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pajangan, Bantul, Minggu (18/4/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Meski rekal yang diharapkan banyak mendapat orderan di bulan Ramadhan, Kemiskidi cukup bersyukur sanggar kerajinan miliknya masih bertahan. Pasalnya banyak warga lain yang sudah alih profesi karena sektor kerajinan menjadi usaha yang tak memberikan jaminan hidup ke depan.

Baca Juga:Buat Rental Mobil Rugi Rp120 Juta, Pelaku Penggelapan Ditangkap di Bantul

“Karena Krebet sudah menjadi lokasi perajin batik kayu, saya berusaha mempertahankannya. Banyak orang yang sudah meninggalkan usaha (batik kayu) di padukuhan ini. Ada yang bekerja sebagai penjual tas, baju, sepatu, dan macam-macam. Sekarang hanya lima tempat yang bertahan memproduksi batik kayu di sini,” ujar dia.

Kemiskidi sudah melakukan upaya regenerasi. Tetapi belum dilakukan secara merata dan hanya beberapa remaja saja yang menguasai ilmu membatik di atas kayu.

“Ada beberapa orang yang turun dari orang tuanya, tapi tidak semuanya. Tapi ada yang mau belajar. Harapannya ini bisa dilestarikan,” ujar Kemiskidi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak