Polisi dan Warga Bentrok di Desa Wadas, YLBHI: Pelanggaran Hukum Serius

Dari tindakan represif itu, 9 orang diketahui luka-luka dan 11 orang lain diamankan petugas.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Sabtu, 24 April 2021 | 19:10 WIB
Polisi dan Warga Bentrok di Desa Wadas, YLBHI: Pelanggaran Hukum Serius
Asfinawati Senti Fadjroel Rachman Soal Judical Review ke MK (YouTube/Najwa Shihab).

SuaraJogja.id - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pihak kepolisian masih melakukan tindakan represif terhadap warga Desa Wadas. Selain itu ada sejumlah hal yang membuat anggota kepolisian yang terlibat saat itu masuk kedalam pelanggaran hukum serius.

"Ada pelanggaran hukum yang serius. Jadi polisi yang hadir di Wadas terindikasi melakukan tindak pidana," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati kepada wartawan dalam jumpa pers yang dilaksanakan secara daring, Sabtu (24/4/2021).

Pertama Asfinawati menyoroti pihak kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap warga Desa Wadas yang ada di lokasi saat itu, tepatnya ketika warga menolak sosialisasi pemasangan patok penambangan batu andesit di desanya.

Bahkan dari tindakan represif itu, 9 orang diketahui luka-luka dan 11 orang lain diamankan petugas.

Baca Juga:Cerita Menegangkan Detik-detik Warga Wadas Purworejo Bentrok dengan Polisi

Dari 11 orang diamankan itu dua di antaranya adalah Pengabdi Bantuan Hukum (PBH) dan Asisten Pengabdi Bantuan Hukum (APBH) dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.

Lalu kedua terkait dengan pelanggaran anggota kepolisian mengenai UU bantuan hukum serta UU advokat. Termasuk saat ada upaya dari anggota kepolisian untuk menghalangi bantuan hukum kepada orang-orang yang diamankan tadi.

"Jadi minimal yang kami tengarai ada 5 pelanggaran hukum yang dilakukan oleh aparat saat itu," tuturnya.

Bahkan Asfinawati mempertanyakan landasan hukum anggota kepolisian yang meminta 11 orang tadi untuk melakukan pemeriksaan urine. Padahal saat itu juga polisi tidak memiliki bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa tes urine harus dilakukan.

Selain itu putusan Mahkama Konstitusi (MK) juga sebelumnya telah disebutkan bahwa setidaknya perlu dua alat bukti sebelum memerintahkan yang bersangkutan melakukan tes urine. Namun yang terjadi justru bukti-bukti itu diabaikan tapi tes tetap dilanjutkan.

Baca Juga:Polisi Sebut Bentrokan di Wadas Karena Provokasi Warga Luar Purworejo

"Jadi ada pelanggaran KUHAP sebenarnya yang dilakukan oleh para aparat dalam menjalankan fungsi-fungsi penyidikan. Seolah-olah mereka punya wewenang memeriksa urine. Tapi sebetulnya sumber dasar otoritas tidak ada karena kasusnya tidak ada," tegasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak