Begitu dilarung, kereta tersebut melayang terombang-ambing sampai ke Laut Selatan.
Namun, lain cerita dengan sejarah kereta Kanjeng Nyai Jimat yang tercatat di situs resmi Keraton Jogja.
Bukan mitos, kereta pusaka bergelar Kanjeng Nyai Jimat ini usianya paling tua dibanding kereta kencana lainnya.
Dibuat antara 1740-1750 di Belanda, kereta kencana Kanjeng Nyai Jimat diberikan Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel sebagai hadiah untuk Sri Sultan Hamengku Buwono I setelah perjanjian Giyanti pada 1755.
Baca Juga:5 Rekomendasi Tempat Thrift Shopping di Jogja, Ini Tips Belanja Awul-Awul
Sejak saat itu, kereta ini pun dipakai Sri Sultan HB I (1755-1792) hingga turun temurun sampai ke Sri Sultan HB III (1812-1814). Setelah itu, kereta kencana Kanjeng Nyai Jimat "dipensiunkan" dan hanya disimpan di keraton.
Kereta bergaya Renaissance ini biasa digunakan bangsawan kelas tertinggi atau para raja di Eropa.
Setiap Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di bulan Sura, kereta pusaka tersebut dikeluarkan dari Museum Keraton untuk dibersihkan.
Biasanya, dalam ritual jamasan tersebut, masyarakat yang datang berebut air yang dipakai dalam upacara.
Mereka percaya, air perasan jeruk nipis dan air kembang setaman untuk memandikan kereta Kanjeng Nyai Jimat bisa mendatangkan berkah hingga menyembuhkan penyakit.