Tak jauh berbeda dengan Una, penyintas Covid-19 asal Kelurahan Kadipaten, Kemantren Kraton, Nathania (25), juga memutuskan isolasi mandiri di rumah. Ia menganggap kondisi dua orang tua dan dirinya tidak sampai membutuhkan oksigen. Selain itu, kondisi selter sejak awal Juli sudah penuh, ketika mengurus tentu akan mendapat giliran yang sangat lama.
Ekspektasinya selama menjalani isoman bersama dua orang tuanya akan mendapat pengawasan dari puskesmas. Meski sudah melapor ke RT, Natha tidak mendapat jadwal pengecekan atau dihubungi oleh puskesmas. Pihak RT hanya menyampaikan ketika kondisi memburuk baru melapor ke puskesmas terdekat.
"Seperti obat, selama 14 hari kami pemulihan itu tidak ada kiriman sama sekali. Kami pikir RT sudah mengkonfirmasi ke puskesmas, ditanyakan saja tidak dari puskesmas. Sehingga memulihkan sakit ini secara mandiri," kata dia.
Pihaknya tidak tahu mengapa pihak puskesmas tidak melakukan visit atau pengecekan kesehatan pasien. Ia menduga karena penyebaran Covid-19 di Kemantren Kraton cukup tinggi saat ini, pengawasan itu terhenti.
Baca Juga:Nakes di Sergai Meninggal saat Jalani Isolasi Mandiri
"Awal sebelum ada ledakan covid seperti sekarang itu ada pengecekan dari puskesmas. Mungkin karena saat ini banyak pasien, puskesmas sudah tidak lagi melakukan itu. Namun bukan berarti membiarkan," katanya.
Selama masa pemulihan dirinya membeli obat secara online. Kebutuhan makan mereka beli menggunakan jasa ojek online. Natha mengaku mendapat bantuan namun waktunya terlambat.
"Setelah kami isolasi selesai, baru bantuan itu datang. Saya tidak habis pikir," ujarnya.
Usai isolasi pun, Natha dan orang tuanya sempat merasa dikucilkan. Meski sudah 14 hari ditambah 3 hari isolasi di rumah pandangan negatif dari warga tetap ada.
"Jadi merasa sudah sehat dan pulih, tapi seperti buronan. Itu yang saya alami," ujar dia.
Baca Juga:DPR Jangan Manja dan Aji Mumpung, Minta Negara Biayai Isoman Padahal Mampu
Terpisah, penggagas Selter Isoman Rumah Juang di Padukuhan Ngentak, Caturtunggal, Depok Sleman, dr Nurkholis tak menampik jika kondisi Selter dan RS pada Juli ini sudah penuh. Ia juga tak menyangkal jika setiap warga terkonfirmasi Covid-19 dan mengurus ke selter secara mandiri kemungkinan kecil berhasil.
"Kondisi saat ini harus ada sinergi antara warga, puskesmas dan minimal tenaga kesehatan di wilayahnya. Memang kondisi sekarang selter penuh, namun cara paling minim membuat tempat isolasi dan tetap mendapat pantauan dari nakes," ujar Nurkholis dihubungi melalui sambungan telepon.
Menurutnya, setiap puskesmas terdapat sejumlah nakes yang menjadi bina wilayah, yakni orang yang ditugasi bertanggung jawab di suatu wilayah terhadap kondisi kesehatan warga.
"Jadi sebenarnya tinggal berkoordinasi saja, mereka sudah punya link ke puskesmas dan mengarahkan warga. Mereka juga lebih paham situasi, seharusnya itu berjalan saat situasi seperti ini," kata dia.
Pemerintah memang berupaya menambah selter untuk isolasi pasien Covid-19. Meski demikian, kamar isolasi cepat penuh dan sulit bagi pasien lain mendapat ruangan. Bagi Nurkholis, tidak menjadi masalah pasien Covid-19 berada di rumah, tetapi harus ada pengawasan dan juga bantuan dari warga sekitar.
"Misal di Selter Syantikara, kemarin dibuka, hari ini sudah penuh. Maka jika memang warga sulit masuk ke selter, minimal saat isolasi mandiri di rumah ada pengawasan lalu pantau minimal saturasi oksigennya. Tentu warga yang sehat ikut berperan aktif untuk warga yang positif Covid-19 itu," jelas dia.