Sosok Wahyana, Mantan Atlet Voli Asal Sleman yang Pimpin Final Badminton Olimpiade Tokyo

Wahyana adalah satu-satunya wasit asal Indonesia yang bertugas di Olimpiade Tokyo 2020.

Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 03 Agustus 2021 | 20:13 WIB
Sosok Wahyana, Mantan Atlet Voli Asal Sleman yang Pimpin Final Badminton Olimpiade Tokyo
Wahyana menjadi wasit bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. - (SuaraJogja.id/HO-Wahyana)

SuaraJogja.id - Tim bulu tangkis Indonesia berhasil menyumbangkan dua medali di ajang Olimpiade Tokyo 2020. Dua medali itu disumbangkan dari sektor Ganda Putri, yakni Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, yang memperoleh medali emas, serta Anthony Sinisuka Ginting, yang merebut medali perunggu dari sektor Tunggal Putra.

Namun, prestasi membanggakan Indonesia di ajang Olimpiade Tokyo 2020, khususnya di cabang olahraga bulu tangkis, tidak berhenti sampai di situ.

Ada nama Wahyana di sisi lapangan saat partai final bulu tangkis sektor Tunggal Putri Olimpiade Tokyo 2020 pada Minggu (1/8/2021) kemarin. Bukan untuk bertanding, Wahyana, yang ada di sisi lapangan itu, bertindak selaku umpire atau wasit dalam pertandingan perebutan medali emas tersebut.

Wahyana sendiri merupakan warga asli DIY. Pria berusia 54 tahun yang bertempat tinggal di Gancahan VII, Sidomulyo, Godean, Sleman itu menceritakan pengalamannya kepada SuaraJogja.id saat memimpin momen penting di Olimpiade Tokyo 2020.

Baca Juga:Deretan Bonus dari Brand Indonesia untuk Greysia/Apriyani usai Sabet Emas Olimpiade Tokyo

"Kemarin itu ada 26 wasit yang tugas di Oimpiade (Tokyo 2020) dan pada saat final (bulu tangkis) itu kan hanya ada lima partai. Dan hanya dipilih lima (wasit) terbaik katanya begitu. Alhamdulillah saya masuk lima besar dari 26 tersebut," kata Wahyana saat dihubungi wartawan, Selasa (3/8/2021).

Wahyana mengatakan, jalan menuju Olimpiade itu bukan hal yang mudah. Diperlukan sertifikat dan lisensi untuk memimpin partai final cabang bulu tangkis di kelas internasional khususnya olimpiade.

"Untuk event sebesar olimpiade itu kan merupakan event tertinggi dan terbesar di dunia ya. Jadi wasit yang boleh memimpin di cabang bulu tangkis itu yang mempunyai lisensi BWF certificated. Kebetulan itu sudah saya dapatkan lisensi tersebut," ujarnya.

Olimpiade Pertama

Berlaga di ajang sekelas olimpiade merupakan impian setiap atlet yang ada di seluruh penjuru dunia. Namun tidak hanya atlet saja yang mengidamkan untuk bisa berlaga di ajang tertinggi di bidang olahraga tersebut.

Baca Juga:Crazy Rich Malang Beri Bonus Rp 500 Juta ke Greysia Polii dan Apriyani Rahayu

Wasit, yang menjadi bagian penting dalam pertandingan pun, juga memiliki impian serupa. Tidak terkecuali Wahyana, yang sudah memiliki sederet prestasi di bidang perwasitan bulu tangkis.

Wahyana harus melalui berbagai pertandingan dan ujian hingga akhirnya surat dari Badminton World Federation (BWF) datang pada 18 November 2020, menginformasikan bahwa ia ditunjuk menjadi salah satu umpire atau wasit di Olimpiade Tokyo 2020.

Disampaikan Wahyana, ia adalah satu-satunya wasit asal Indonesia yang bertugas di Olimpiade Tokyo 2020. Lebih spesialnya lagi, Olimpiade Tokyo 2020 kali ini menjadi debut perwasitan Wahyana di gelaran olimpiade.

"Ini Olympic yang pertama, Mas," ucapnya.

Sejumlah lisensi dan sertifikat di bidang wasit bulu tangkis itu juga tidak gampang didapatkan. Wahyana menyebutkan, perlu menjalani rangkaian ujian wasit dari kelas terendah hingga tertinggi.

"Saya mendapatkan sertifikat juga tidak mudah. Sejak di tingkat kabupaten harus ujian, provinsi, nasional, tingkat Asia juga ujian. Kemudian tingkat tertinggi dunia. Nah dari lisensi dan pengalaman yang sudah saya miliki karena sudah cukup lama juga saya menjadi wasit internasional terhitung mulai 2006, maka boleh dikatakan saya merupakan salah satu wasit senior di dunia," tuturnya.

Menurutnya, pemilihan wasit di ajang kelas dunia semacam olimpiade tidak bisa sembarangan. Maka dari itu, kata Wahyana, bisa terlibat di dalam olimpiade adalah suatu kebanggaan tersendiri dari.

"Kalau menurut saya di events besar seperti Asean Games, Olimpiade, ini memang kenangan luar biasa. Hampir semua wasit itu mendambakan bisa bertugas di olimpiade karena ini merupakan event tertinggi di dunia dan tidak semua wasit bisa terpilih untuk tugas di olimpiade," tegasnya.

Wahyana menjadi wasit bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. - (SuaraJogja.id/HO-Wahyana)
Wahyana menjadi wasit bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. - (SuaraJogja.id/HO-Wahyana)

Mantan Atlet Voli Banting Setir

Lebih jauh sebelum memutuskan untuk terjun ke dunia perwasitan, Wahyana sendiri merupakan atlet voli. Namun, cedera engkel yang cukup lama membuatnya mengubah haluan.

"Iya [dulu atlet voli], tapi karena cedera angkel cukup lama dan tidak sembuh-sembuh, maka dokter menyarankan untuk tidak melanjutkan di voli," ungkapnya.

Wahyana, yang berhenti menjadi atlet voli pada tahun 90-an tersebut, lantas mencoba mencari olahraga lain. Pasalnya, ia merasa kurang fit ketika sudah cukup lama berhenti bermain voli.

"Saya cedera itu tahun 90-an, terus berhenti, beberapa saat tidak olahraga kemudian kok badannya tambah gemuk, habis jadi atlet kan kalau enggak olahraga jadi gemuk. Nah teman-teman mengajak untuk gerak, ngajaklah main badminton," ucapnya.

Setelah cukup lama berkecimpung di dunia bulu tangkis, Wahyana lantas mendapat tawaran. Bukan untuk menjadi atlet bulu tangkis tetapi berada di sisi lapangan sebagai wasit.

Namun saat itu Wahyana menyebut tidak langsung menjadi wasit. Ia harus merasakan terlebih dulu menjadi hakim garis selama kurang lebih dua tahun.

"Saya dua tahun di tingkat kabupaten itu, pada tahun 1998-2000 jadi hakim garis. Terus ada ujian wasit itu ikut dan alhamdulillah lulus terbaik," imbuhnya.

Semenjak dari situ berbagai ajang kejuaraan bulu tangkis diikuti oleh Wahyana. Mulai dari Pekan Olahraga Nasional (PON), Pesta Olahraga Asia Tenggara atau biasa disingkat SEA Games, Asian Games dan yang terbaru Olimpiade Tokyo 2020.

Di samping itu ada juga kejuaraan dunia bulu tangkis mulai dari Thomas dan Uber Cup, Sudirman Cup, HSBC BWF World Tour Finals dan masih banyak lagi. Jika dihitung secara keseluruhan ada sebanyak 75 turnamen yang telah Wahyana ikuti sebagai wasit.

Di Olimpiade Tokyo sendiri, kata Wahyana, ia memimpin sejumlah pertandingan.

"Cukup banyak (saat Olimpiade Tokyo) karena di sini kompetisi mulai tanggal 24 Juli sampai 2 Agustus. Sehari rata-rata 3-4 pertandingan," jelasnya.

Wahyana menuturkan perbedaan yang paling terasa saat memimpin sejumlah pertandingan di Olimpiade Tokyo adalah kehadiran penonton. Pasalnya pandemi Covid-19 yang masih berlangsung membuat penonton bulu tangkis tidak bisa hadir secara langsung di stadion.

Menurutnya kondisi cukup memberi efek. Kondisi stadion yang sepi membuat wasit lebih fokus pada pertandingan yang sedang dimainkan.

"Efek (tanpa penonton) sebenarnya ada juga ya, tetapi dengan tanpa ada penonton justru kita lebih fokus pada pertandingan. Beda kalau misal penontonnya penuh, riuh, dan lain sebagainya. Kadang kita call atau mengucapkan skor dan sebagainya itu tidak terdengar. Kendalanya kan seperti itu. Tapi dengan tanpa penonton kita mengucap dengan tidak terlalu keras saja kan sudah kedengaran apalagi dibantu dengan adanya mikrofon yang cukup bagus gitu," terangnya.

Wahyana menjadi wasit bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. - (SuaraJogja.id/HO-Wahyana)
Wahyana menjadi wasit bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. - (SuaraJogja.id/HO-Wahyana)

Wahyana menjelaskan pemiliha wasit di setiap laga bulu tangkis harus netral. Artinya jika pada pertandingan tersebut ada wakil Indonesia yang bertanding, maka orang Indonesia tidak diperbolehkan untuk menjadi wasitnya begitu juga dengan negara lain.

"Jadi kalau wasit memang harus netral. Jadi kalau Indonesia main, wasit dari Indonesia jelas tidak boleh wasit," ujarnya.

Terkecuali, lanjut Wahyana, pertandingan yang berlangsung itu antara Indonesia melawan Indonesia. Kondisi itu memungkinkan wasit Indonesia bisa ikut memimpin laga.

"Jadi hampir tidak pernah kecuali pertandingan itu antara Indonesia melawan Indonesia, itu kemungkinkan masih bisa untuk wasit. Tapi kalau sudah melawan negara lain itu sudah tidak boleh," sambungnya.

Sejauh pengalamannya di dunia perwasitan, Wahyana tidak memungkiri bahwa kendala komunikasi kadang masih ditemui. Pasalnya tidak semua pemain bulu tangkis di dunia dapat memahami bahasa Inggris.

Namun, pria yang juga saat ini masih mengajar mata pelajaran olahraga di SMP Negeri 4 Patuk Gunungkidul ini sudah mempunyai siasat tersendiri.

"Memang tidak semua pemain bisa bahasa Inggris tetapi apabila tidak jelas kita bisa menggunakan gesture. Jadi gerakan tubuh, memakai tangan, memberikan sinyal yang di mau seperti ini," tuturnya.

Selain kendala komunikasi, kata Wahyana, tidak ada masalah lain yang menyusahkan. Dari segi peraturan sendiri sudah bukan menjadi persoalan bagi para wasit yang dipilih untuk memimpin pertandingan.

"Kalau masalah kendala peraturan kan kami sudah dibekali dan menguasai peraturan jarang ada kendala itu. Memang komunikasi kepada pemain yang tidak bahasa inggris ini yang kadang-kadang kita harus menggunakan cara agar pemain tersebut bisa tahu," imbuhnya.

Ditanya mengenai laga yang paling berkesan, Wahyana menyebutkan pertandingan antara Lee Chong Wei melawan Lin Dan menjadi salah satu yang tak terlupakan.

Pasalnya kedua pemain di sektor tunggal putra tersebut merupakan pemain hebat di eranya. Sehingga dari segi wasit pun harus memiliki konsentrasi yang luar biasa.

"Kalau untuk perorangan yang sangat berkesan adalah saat mewasiti Lee Chong Wei lawan Lin Dan itu betul-betul sama-sama mempunyai kualitas yang luar biasa. Jadi di situ membutuhkan konsentrasi yang luar biasa juga," ucapnya.

Jika dari kejuaraan bulu tangkis beregu, lanjut Wahyana, Final Thomas dan Uber Cup menjadi momen yang sulit. Perbedaan atmosfer di setiap pertandingannya membuat momen-momen itu juga sukar untuk dilupakan.

Momen Emas Greysia-Apriyani

Meski tidak terlibat langsung atau berada di sisi lapangan saat pertandingan Final Ganda Putri yang mempertemukan pasangan ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriani Rahayu dengan pasangan China, Chen Qingchen/Jia Yifan.

Wahyana ikut merasakan ketegangan jelang partai puncak tersebut. Namun, pihaknya mengaku sudah mempunyai prediksi sebelum laga pamungkas itu digulirkan.

"Kalau kami memang punya prediksi begini, pemain kita itu susah kalau melawan Jepang atau Korea sebetulnya. Nah karena kalau Jepang itu kemarin yang seeded satunya tidak cedera mungkin bisa masuk final juga dan kita khawatir tapi karena ya enggak tahu ya pemain Jepang kalah bahkan tidak ada yang masuk semifinal," terangnya.

Kondisi itu yang dinilai membuat tim Indonesia sedikit cukup lega. Apalagi setelah Indonesia bisa menyingkirkan pasangan dari Korea di semifinal.

"Prediksinya kalau menghadapi China ini kita lebih diuntungkan. Dalam artian serangan-serangan pemain China ini tidak begitu seberat kalau lawan Jepang dan Korea. Karena Chen Qingchen kan cukup pendek. Dia sebagai istilahnya memancing saja. Sedangkan Jia Yifan walaupun tinggi kuat tapi usianya juga sudah tua," ujarnya.

Wahyana menjadi wasit bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. - (SuaraJogja.id/HO-Wahyana)
Wahyana menjadi wasit bulu tangkis Olimpiade Tokyo 2020. - (SuaraJogja.id/HO-Wahyana)

Kendati begitu, tidak lantas Indonesia mengendurkan semangat, apalagi meremehkan lawannya. Pasalnya, tekanan terus datang dari semua pihak.

Bagaimana tidak, ungkap Wahyana, tekanan itu muncul mengingat tradisi medali emas Indonesia dari di olimpiade berasal dari cabang olahraga bulu tangkis. Ditambah pula sektor ganda putri bukan sektor yang diunggulkan menyumbang emas.

"Beban kami sebetulnya sangat berat. Apalagi yang diharapkan untuk menyumbang medali emas mestinya ganda putra. Tapi karena sudah itu gagal, yang tersisa ini tinggal tunggal dan ganda putri. Nah tunggal putra gagal di semifinal lalu tumpuan hanya tinggal ke ganda putri Greysia dan Apriani," ungkapnya.

Dengan kondisi seperti itu, pihaknya meminta pasangan ganda putri Indonesia itu untuk bermain lepas saat di final. Dalam artian mereka tidak perlu memikirkan hasil akhirnya terlebih dulu.

"Justru kemarin dari tim sudah menyatakan main lepas aja. Hasil dipikir nanti. Karena kalau terlalu terbebani malah kemampuan tidak bisa keluar semua. Akhirnya Greysia dan Apriyani bisa bermain lepas akhirnya bisa mengatasi perlawanan dari China itu," urainya.

Berharap Banyak Wasit Indonesia Go Internasional

Wahyana yang sudah diujung karirnya dalam dunia perwasitan saat ini hanya bisa berharap agar ada penerus wasit lain dari Indonesia. Tidak hanya di kelas nasional saja melainkan menuju ke tingkat internasional.

"Saya sudah 54 tahun tinggal satu tahun (menjadi wasit) tahun depan pada bulan Desember saya pensiun dari wasit," ucapnya.

Menurut pria yang juga tergabung sebagai pengurus pusat PBSI di bidang perwasitan, kendala wasit-wasit saat ini adalah kurangnya kemampuan bahasa Inggris. Hal itu yang menjadi hambatan tersendiri untuk bisa melangkah lebih jauh ke taraf internasional.

"Saya juga pengurus pusat PBSI di bidang perwasitan. Nah saya memang mempunyai program untuk mencetak wasit-wasit muda yang berkualitas. Karena apa, wasit-wasit yang ada sekarang walaupun itu sertifikat nasional tapi kemampuan bahasa inggrisnya itu sangat kurang," tuturnya.

Wahyana juga sudah berkeliling ke sejumlah daerah untuk memberikan penataran terkait dunia perwasitan. Ia berharap makin banyak calon wasit di Indonesia yang sadar bahwa basic berbahasa Inggris juga dibutuhkan.

Sehingga bukan semata-mata hanya kemampuan teori dan praktik saja yang unggul. Melainkan dari segi kemampuan bahasa bisa turut mendukung karir mereka tidak hanya mentok di skala nasional.

"Kami harapakan wasit-wasit yang muncul itu dengan berbekal bahasa inggris kan tinggal melatih kemampuan praktik saja. Nah kalau mereka sudah punya kemampuan praktik yang bagus, kemampuan bahasa inggris yang bagus nanti jika ada kesempatan ujian ke tingkat asia maupun tingkat dunia itu sudah tidak ada kendala," harapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak