Nasib Penjual Bendera Merah Putih di Masa Pandemi, Nekat Buka Lapak Meski Sepi Pembeli

penjual bendera merah putih di Jogja curhat sepi pembeli

Galih Priatmojo | Muhammad Ilham Baktora
Senin, 16 Agustus 2021 | 16:34 WIB
Nasib Penjual Bendera Merah Putih di Masa Pandemi, Nekat Buka Lapak Meski Sepi Pembeli
Pedagang Bendera Merah Putih, Endang merapikan bendera yang dia jual di toko miliknya Jalan Wonosari, Kalurahan Tegaltandan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (16/8/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Gantungan bendera merah putih nampak tertata rapi di sebuah toko di Jalan Wonosari, Kalurahan Tegaltandan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (16/8/2021) siang. Mulai dari bendera merah putih ukuran sedang dan besar, umbul-umbul bahkan bendera jenis bandir tergantung di toko milik seorang pria asal Jawa Barat itu.

Sesekali, tangan pria berusia 48 tahun ini menata bendera yang tersangkut di besi karena tiupan angin kencang. Tak banyak aktivitas yang dia lakukan selama menunggu pelanggan datang ke tempatnya berjualan.

Endang namanya, pria yang memutuskan hijrah ke Kota Pelajar untuk mengais rezeki ini merupakan pedagang bendera merah putih yang selalu kebanjiran pesanan sebelum Covid-19 menyebar di Jogja.

Memutuskan hidup di Jogja, Endang memulai kehidupannya dengan membantu temannya berjualan bendera di sekitar RSUD Wirosaban, Kota Jogja. Tahun 1995 merupakan awal mula kisahnya menjadi penjual bendera hingga memiliki toko bendera dan gorden di Jalan Wonosari.

Baca Juga:Bantul Mulai Vaksin Ibu Hamil, Target 70 Bumil Tervaksinasi Dosis Pertama

"Sebelumnya baru ikut teman sambil belajar cara berjualan bendera di Jogja. Tahun 1995 itu saya masih indekos bersama teman yang juga berasal dari Jawa Barat," jelas Endang ditemui SuaraJogja.id di toko miliknya, Senin.

Pedagang Bendera Merah Putih, Endang melayani pembeli di tokonya Jalan Wonosari, Kalurahan Tegaltandan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (16/8/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]
Pedagang Bendera Merah Putih, Endang melayani pembeli di tokonya Jalan Wonosari, Kalurahan Tegaltandan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (16/8/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Tahun pertamanya berjualan, Endang dihadapkan dengan sepinya pembeli karena kalah dengan pedagang lainnya yang sudah lebih lama berjualan. Bersama temannya, endang sedikit berinovasi dengan membuat bendera menjadi lebih unik.

"Ya tetap saya menjual bendera merah putih, tapi ada yang saya modifikasi dibuat bulat, segitiga dan biasa diberi rumbai bernuansa Indonesia. Tahun itu kan belum banyak model bendera ya," ujarnya sambil mengingat kembali masa-masa awal bertahan hidup di Jogja. 

Sedikit inovasi itu membuat perubahan kecil dimana pembeli mulai berdatangan ke tempatnya. Selain itu, beberapa orang juga mulai memesan ke Endang dan temannya untuk perayaan kegiatan 17 Agustus hingga kegiatan lomba dan untuk hiasan.

Pendapatannya juga mulai membaik setelah 1 tahun berlalu. Dirinya mulai memiliki pelanggan tetap yang setiap hari kemerdekaan membeli bendera dan hiasan bernuansa merah ke putih kepada ayah dua anak itu.

Baca Juga:Tegas! Salah Gunakan Oksigen Gratis, Pemkab Bantul Bakal Polisikan Pelaku

"Ya mungkin karena perjuangan untuk bisa tetap makan ya. Jadi ada hasil yang cukup," kata dia.

Melalui masa-masa berjualan bersama temannya, Endang mulai berpikir ingin membuka usaha sendiri. Terlebih lagi, temannya juga kerap kembali ke Jawa Barat ketika waktu mendekati Agustusan.

Memiliki pengalaman untuk berinovasi dengan bendera merah putih, dirinya memutuskan berjualan sendiri. Masih berjualan di tempat yang sama, Endang mulai menemukan kebahagiaan. Bagaimana tidak, saat menjelang Agustus saja sehari bisa meraup sampai Rp2,5 juta.

"Biasanya kan Juli sudah buka ya, sampai nanti puncaknya di 17 Agustus. Biasanya 18-19 Agustus saya masih jualan karena ada beberapa kampung masih menggelar acara di hari itu," kata dia.

Endang menjual bendera mulai harga Rp20-55 ribu. Bendera ukuran sedang, ia jual dengan harga Rp20 ribu. Umbul-umbul lalu bekron, semacam bendera dengan hiasan rumbai dijual kisaran Rp55 ribu.

Ia tak menampik berjualan bendera memang musiman. Sehingga selain berjualan bendera dia mulai membuka usaha gorden.

Sekitar tahun 2002-an, Endang menyewa tempat di jalan Wonosari. Bersama istrinya membangun usaha itu setiap hari mulai ada pemasukan. Meski tidak banyak penghasilannya tapi pelanggan mulai mengenal dirinya dan biasa memesan gorden.

"Saya juga tetap menjual bendera. Bahkan sebelum Corona ini warga kampung banyak yang memesan ke saya. Bahkan omzet tertinggi pernah mencapai Rp3 juta sehari saat berjualan bendera," kata dia.

Memang, ada berbeda berjualan di pinggir jalan dan toko. Pendapatan pun lebih menjanjikan saat berada di jalan. Namun, karena Endang memiliki usaha gorden, dirinya tak terlalu mempersoalkan.

Berbeda lagi ketika Covid-19 mulai muncul di DIY. Tahun 2020 saat peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75, pendapatannya sangat minim. Tidak banyak orang memesan bendera lagi.

Pedagang Bendera Merah Putih, Endang merapikan bendera yang dia jual di toko miliknya Jalan Wonosari, Kalurahan Tegaltandan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (16/8/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]
Pedagang Bendera Merah Putih, Endang merapikan bendera yang dia jual di toko miliknya Jalan Wonosari, Kalurahan Tegaltandan, Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul, Senin (16/8/2021). [Muhammad Ilham Baktora / SuaraJogja.id]

Pada tahun 2021 hal itu kembali ia rasakan. Pada 23 Juli lalu dirinya sudah memamerkan bendera merah putih berbagai jenis untuk dijual.

"Hari Minggu kemarin itu, yang laku hanya 2 biji. Kondisi sekarang memang benar-benar sulit," keluh dia.

Ia menjelaskan H-1 sebelum 17 Agustus biasanya puncak waktu dimana pembeli mencari bendera. Namun sejak pagi dia membuka toko, hanya 3 orang yang membeli.

Hal itupun juga berdampak pada pendapatannya. Sehari untuk mendapatkan untung Rp100 ribu sangat sulit. Bahkan hanya mampu untuk menutup modal saja.

Hal serupa dialami oleh Susan Novitasari, penjual bendera di Jalan Juminahan, Kota Jogja. Penghasilan yang biasa dikantongi dari Rp1-2 juta, saat ini sulit tercapai.

"Turunnya drastis, Rp500 ribu saja sudah alhamdulilah," kata Susan ditemui di jalan Juminahan, Sabtu (14/8/2021).

Bendera yang ia jual adalah stok tahun 2020 yang masih tersisa. Menurutnya kondisi sekarang malah lebih sepi dibanding tahun lalu.

Sepinya pembeli dan menurunnya pendapatan pedagang itu, diduga karena masyarakat tidak banyak membuat kegiatan menjelang 17 Agustus.

Bagi Susan, dirinya hanya mengandalkan penjualan bambu dan juga bendera perorangan.

Baik Susan dan Endang cukup menggantungkan pendapatan lebih saat musim seperti ini. Biasanya dengan permintaan yang banyak, pendapatannya bisa dimanfaatkan lagi untuk menambah modal.

"Jadi saya juga jualan kue di dekat rumah. Nah jualan bendera ini sebenarnya harapan besar. Tapi karena kondisi Covid-19 dan tidak boleh membuat kegiatan besar, akhirnya pendapatan juga seret," kata dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak