Penangkaran hewan yang ia dirikan juga punya tujuan untuk memutus mata rantai pengepul serta pemburu dalam rantai hobi satwa liar. Menurutnya, ada empat komponen utama, yakni pemburu, pengepul, reseller atau penjual, baru terakhir penghobi atau kolektor.
"Dengan demikian saya bisa memotong mata rantai tersebut. Sehingga para penjual atau penghobi tidak mengambil lagi ke pemburu atau pengepul tapi ke para penangkar," katanya.
Terlebih, satwa liar yang ditetaskan di dalam kandang atau penangkaran menurutnya lebih cocok untuk dipelihara.
“Ngapain beli tangkapan liar, galak, mudah stress. Kalau mau lebih baik pelihara hasil tetasan kandang. Dengan saya menyediakan stok ke reseller kan sama saja menyelamatkan yang di hutan,” ujarnya.
Baca Juga:Dituding Hina Warga Indonesia, Youtuber Korea Selatan Sunny Dahye Lulusan FH UGM Jogja
Selain itu, Kurniawan pun aktif dalam menangani konflik satwa dan manusia. Konflik satwa dengan manusia di DIY paling banyak di Kabupaten Gunungkidul.
"Konflik-konflik yang sudah pernah saya tangani adalah kera ekor panjang yang memakan hasil pertanian warga, landak yang memakan umbi-umbian milik warga, dan anjing liar yang memangsa hewan ternak seperti kambing," papar dia.
Sekolah Konservasi
Apabila tidak ada PPKM, Kurniawan sudah ingin membuka sekolah konservasi untuk anak-anak yang ada di sekitar tempat penangkarannya. Walau menangkarkan satwa-satwa liar, namun lokasi penangkarannya tidak berada di tepi hutan yang terisolasi dari masyarakat sekitar.
Bahkan, lokasi penangkaran satwa liarnya berada di tengah pemukiman yang padat penduduk. Karena itu, selama ini memang sudah banyak anak-anak kampungnya yang suka bermain ke penangkarannya untuk melihat ular-ular yang dia pelihara.
Baca Juga:Pustral UGM Soroti Proyek Padat Karya: Rawan Praktik Korupsi
“Konsep sekolahnya nanti saya ajak anak-anak bermain, saya ajak mengenal binatang. Saya tidak mendidik mereka untuk menjadi penghobi, tapi saya mendidik mereka bagaimana untuk menghargai lingkungan,” ujarnya.