Selain itu, mereka sudah lama mereka mengalami marginalisasi karena ekonomi. Tanah-tanah yang luas ini pun jadi milik pengusaha yang datang.
"Akibatnya kecemburuan sosial itu ditumpangi isu-isu politik kelas. Hasilnya PKI mendapatkan dukungan yang cukup kuat," kata dia yang juga lulusa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Pertumbuhan massa PKI di wilayah Jogokaryan semakin kuat sejak 1955 sampai dengan 1966. Melihat semakin banyaknya masyarakat yang memilih PKI, puncaknya pada 12 Maret 1966, Mayjen Soeharto menerbitkan Surat Pernyataan Sebelas Maret atau yang dikenal dengan Supersemar.
"Dalam Supersemar itu dinyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang. Kemudian diadakan operasi penangkapan, di sini banyak warga yang ditangkap," tuturnya.
Baca Juga:Tudingan Gatot Soal PKI di Tubuh TNI, Begini Respon Pihak Istana
Warga yang ditangkap ada yang dibawa ke LP wirogunan, Nusa Kambangan, sampai Pulau Buru. Bahkan ada yang hilang dan dieksekusi entah dimana. Dampaknya, mereka yang dituding berafiliasi dengan PKI meninggalkan anak-anaknya.
"Ada anak-anak yang ditinggalkan masih ada di sini tapi hidupnya susah," katanya.
Ketika tahun 1966 selesai penumpasan G30S PKI, warga muslim di sini, sambungnya, secara politis memberanikan diri merintis pembangunan masjid. Namun saat akan membangun masjid terkendala ketersediaan lahan.
"Karena tidak ada tanah wakaf maka diupayakan beli. Beli tanahnya dibantu oleh pengusaha dari Karangkajen, bahkan sebagai tokoh utamanya yaitu Pak Haji Jazuri sebagai pengusaha batik yang besar, kebetulan punya tanah luas. Kemudian bisa membeli lahan seluas 900 meter persegi," ujar dia.

Awalnya Masjid Jogokariyan tidak dibangun di pinggir seperti saat ini, melainkan di sebelah selatan. Saat akan dibangun, Pak Haji Amin Said sebagai panitia usul jika masjid sebaiknya dibangun di pinggir jalan. Akhirnya muncul ide untuk tukar guling dengan tanah yang ada di pinggir jalan.
Baca Juga:Sering Sebut PKI, Gatot Nurmantyo Ternyata Rajin Melempar Isu Komunis Sejak Tahun 2016
"Pak Haji Amin Said itu ayah saya yang mengusulkan bagaimana kalau tanah yang ada di tepi jalan milik Ibu Abu Hadis ditukar dengan tanah yang sudah dibeli tadi," imbuhnya.