- Herlambang (23), dari Kulon Progo, menjadi korban penipuan setelah dijanjikan bekerja di Thailand namun dikirim ke Kamboja sebagai scammer daring.
- Setibanya di Kamboja pada akhir Agustus 2024, ia dipaksa menjadi scammer dan mengalami siksaan, lalu berhasil kabur pada awal November 2025.
- Pemulangan Herlambang difasilitasi Pemkab Kulon Progo melalui dana talangan karena mendesaknya waktu pengurusan izin keluar dari Kamboja.
SuaraJogja.id - Herlambang (23), pemuda asal Sindutan, Temon, Kulon Progo, tak pernah menyangka mimpinya bekerja di luar negeri berubah menjadi horor. Tidak hanya mimpi yang tak sesuai dari kenyataan tapi hingga nyaris merenggut keselamatannya.
Berbekal tawaran menjadi penjaga toko di Thailand, ia justru dikirim ke Kamboja dan dijadikan scammer daring yang menargetkan warga Indonesia.
Kisahnya bermula ketika ia mendaftar untuk pekerjaan luar negeri pada akhir Agustus 2024 silam. Pada awalnya, ia ditawari menjadi operator pabrik di Taiwan.
Namun diganti menjadi sebagai penjaga toko di Thailand. Saag itu biaya awal keberangkatan mencapai Rp25 juta.
Baca Juga:Bersama PMI Kulon Progo, Swiss-Belhotel Airport Yogyakarta Gelar Kegiatan Donor Darah
Herlambang masih ingat betul betapa cepat proses keberangkatannya yang kemudian terasa janggal.
"Kalau untuk bulannya itu akhir Agustus 2024, terus seminggu kemudian sudah sampai di Kamboja," kata Herlambang di kompleks Pemkab Kulon Progo, Senin (17/11/2025).
Dengan hanya mengantongi paspor kunjungan, bukan visa kerja, Herlambang langsung ditarik masuk ke sistem penipuan terorganisir.
Siksaan, Ancaman dan Tak Bisa Kabur
Setibanya di Kamboja, bukannya bekerja di toko, Herlambang dipaksa menjadi scammer. Ia melihat langsung bagaimana rekan-rekannya dihukum dengan cara keji.
Baca Juga:Hendak Jemput Jenazah, Ambulans Malah Terlibat Kecelakaan Maut di Kulon Progo
"Kalau untuk perlakuan itu paling distrum sama dipukul. Itu tergantung kita melakukan kesalahannya, tapi kalau untuk minimal satu kesalahan itu 10 kali [hukuman]," paparnya.
Meski ia sendiri tak sampai disetrum, bentuk penyiksaan lain berupa pemukulan dua hingga tiga kali per minggu sudah menjadi rutinitas.
Diungkapkan Herlambang, dia tidak sendiri yang merasa sangat tertekan dengan kondisi tersebut. Ia bersama rekan-rekan WNI lain mencoba beberapa kali melarikan diri.
Namun upaya itu bukan hal sepele. Pasalnya gedung tempatnya bekerja dilengkapi penjagaan yang ketat.
"Gedung pertama dan kedua itu memang tidak ada space untuk melarikan diri, karena dijaga ketat dan banyak CCTV-nya," terangnya.
Kesempatan baru muncul saat ia dipindah ke gedung lain, tepat di perbatasan Kamboja-Thailand. Di belakang gedung itu terbentang sebuah danau.