"Mami membuat masjid hadir memberi untuk mereka (orang yang dicap PKI) dengan memberi bantuan berupa makanan, obat, dan mendirikan SD Muhammadiyah Jogokariyan," katanya.
Lanjutnya, pada 1968 SD Muhammadiyah Jogokariyan didirikan di rumah Haji Jazuri yang saat itu terletak di Jalan Jogokariyan nomor 5. Sekolah itu dipakai oleh anak-anak simpatisan PKI yang sudah tidak punya orang tua akibat penumpasan G30S PKI.
"Mereka yang orang tuanya dipenjara atau hilang, sekolah di sana dan tidak dikenakan biaya sama sekali," ucapnya.
Ustaz Jazir termasuk orang yang mengenyam bangku SD di sana. "Saya masih ingat saat itu teman saya satu kelas ada yang 2-3 orang adalah kakak beradik," selorohnya.
Baca Juga:Tudingan Gatot Soal PKI di Tubuh TNI, Begini Respon Pihak Istana
Di sekolah itu, siswa diajarkan beribadah dan mengaji. Mulai kelas 3 SD setiap zuhur dibawa ke masjid untuk salat berjamaah.
"Sampai tahun 1973 SD Muhammadiyah Jogokaryan masih menempati lokasi yang sama. Saya termasuk lulusan pertama, kemudian pada 1974, ada tanah di Jalan Jogokaryan No.77 yang diwakafkan oleh salah seorang pengusaha untuk dipindah ke sana," jelasnya.
Semua yang bersekolah di sana diperlakukan sama. Dengan demikian, masjid punya peranan penting.
"Sampai sekarang ini ada jemaah kami orang-orang yang dulunya dicap PKI tapi mereka sudah melebur jadi satu," katanya.
Dia mengklaim tidak ada kendala untuk menghapus stigma miring soal PKI. Menurutnya, proses pendekatannya halus melalui pendidikan maupun sosial.
Baca Juga:Sering Sebut PKI, Gatot Nurmantyo Ternyata Rajin Melempar Isu Komunis Sejak Tahun 2016
![Kawasan Jogokariyan. [Rahmat Jiwandono / SuaraJogja.id]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/09/29/77147-kawasan-jogokariyan.jpg)
"Bukan pakai pendekatan politik, alhamdulillah enggak masalah," ujar pria yang jadi takmir sejak tahun 1999 itu.