Psikolog UGM Ungkap Efek Jangka Panjang Pandemi Covid-19 Bagi Kesehatan Mental

Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober

Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 11 Oktober 2021 | 16:39 WIB
Psikolog UGM Ungkap Efek Jangka Panjang Pandemi Covid-19 Bagi Kesehatan Mental
Ilustrasi kesehatan mental (unsplash.com/@fairytailphotography)

SuaraJogja.id - Hari Kesehatan Mental sedunia diperingati setiap 10 Oktober kemarin. Pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2021 kali ini bertemakan secara global “Mental Health in an Unequal World” dengan subtema nasional “Kesetaraan Dalam Kesehatan Jiwa Untuk Semua”. 

Isu yang diangkat adalah tentang upaya perawatan kesehatan jiwa atau mental seharunya diperuntukkan kepada semua orang.

Kepala Centre for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, sekaligus mitra penelitian Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS), Diana Setyawati mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menimbulkan sejumlah dampak bagi kehidupan masyarakat. 

Tidak hanya kemiskinan tapi juga ada pada sektor pendidikan hingga psikis anak-anak yang terguncang akibat kehilangan kedua orang tuanya.

Baca Juga:Rektor UGM Beberkan Perkembangan Terkini Genose, Target Perpanjang Izin Edar

Memang dampak psikis itu belum akan terlihat sangat signifikan untuk saat ini. Walaupun dari sisi tekanan sudah sangat dapat dirasakan oleh yang bersangkutan. 

Dimulai dari perubahan konstelasi keluarga atau perubahan ekonomi keluarga itu lah, kata Diana, kemudian bakal sangat berpotensi membawa dampak psikis yang jangka panjang di masa mendatang.

"Para ahli perkembangan juga memprediksikan bahwa anak-anak dan remaja akan mengalami ‘the longest and the darkest effect of pandemic’ yang harus diantisipasi dan dikelola,” kata Diana dalam keterangannya, Senin (11/10/2021).

Lebih lanjut, disampaikan Diana, diperlukan sebuah pemetaan yang lebih komprehensif terkait dengan kondisi sistem kesehatan jiwa bangsa itu sendiri. Agar nantinya bisa menjadi sebuah rekomendasi prioritas pembangunan yang lebih tepat.

Termasuk yang dilakukan oleh Yayasan Kemitraan Indonesia Sehat (YKIS) bersama Centre for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, dengan dukungan dari UNICEF. Semuanya kemudian berupaya membantu Kementerian Kesehatan RI untuk lebih bisa memetakan kondisi sistem kesehatan jiwa Indonesia melalui penelitian yang dilakukan.

Baca Juga:Kuliah Tatap Muka UGM Direncanakan Mulai 18 Oktober Mendatang

“Penelitian masih berjalan, bekerja sama dengan Dinkes-Dinkes Kabupaten/Kota se-Indonesia,” ucapnya.

Berdasarkan data sementara, Diana mengungkapkan terdapat sejumlah faktor yang secara umum dapat memperbesar risiko pengembangan gangguan jiwa. Di mulai dari kemiskinan hingga pendidikan yang rendah dalam hal ini literasi kesehatan jiwa yang rendah.

Kondisi tersebut erat berhubungan dengan pola asuh orang tua yang kemudian tidak berorientasi pada kesejahteraan psikis anak. Sehingga efeknya kemudian kekerasan terhadap anak di rumah bisa saja terjadi.

"Kekerasan antar remaja dan bullying di sekolah juga merupakan faktor risiko lainnya. Kemudian semua hal itu dapat berhubungan atau meninggikan risiko bunuh diri," tandasnya.

Mengutip dari situs resmi WHO, Hari Kesehatan Mental Sedunia 2021 mengambil tagline "Mental health care for all: let's make it a reality". WHO mengkampanyekan perawatan kesehatan mental untuk semua orang tanpa terkecuali.

Apalagi selama pandemi covid-19 ini tidak hanya kesehatan fisik yang diserang tapi juga mental atau jiwa orang-orang pun ikut terganggu. 

WHO menyadari hal ini dan setelah Majelis Kesehatan Dunia pada Mei 2021, pemerintah dari seluruh dunia menyadari perlunya meningkatkan kualitas layanan kesehatan mental di semua tingkatan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini