Selang beberapa waktu, petugas appraisal kembali ke rumah Agus. Mengecek dan melihat usaha burung yang dilakukannya.

"Petugas juga tanya kenapa burung yang saya jual sedikit, lalu dapat apa jika menjual sedikit burung. Ya bagaimana lagi, karena sudah digusur, burung yang kemarin saya gantungkan di dalam rumah sudah saya jual. Tidak mungkin saya pindah membawa banyak sangkar burung. Sejak awal tim appraisal itu datang ke rumah juga sudah melihat usaha saya, tapi seakan tidak tahu," keluh dia.
Petugas juga sempat meminta Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk memastikan usaha Agus. Namun menurutnya, dia seperti dipojokkan karena harus dimintai surat-surat itu.
Tak berhenti di sana dirinya juga sempat mendatangi petugas di kantor Disbud DIY untuk komplain. Saat itu terdapat beberapa warga yang juga komplain terkait rumahnya yang seharusnya dinilai sebagai lokasi usaha.
Baca Juga:Warga Kenekan Tergusur Revitalisasi Benteng Wetan Keraton, Begini Nasib Pengusaha Seragam
Namun lagi-lagi, dirinya ditolak. Pasalnya petugas Disbud DIY mengaku juga menjual burung hingga 150 pasang. Namun hal itu tidak masuk dalam kategori usaha.
"Saya juga kaget dengan pernyataan dia. Penjual burung Blackthroat sebanyak 150 pasang di Jogja memangnya ada?. Hal itu juga bukan disebut usaha. Saya tidak habis pikir," katanya.
Selain itu, Agus mendapat keterangan dari petugas lagi jika mereka mencari data dari perangkat wilayah setempat terhadap aktivitas warga. Agus dinyatakan tidak pernah melakukan usaha dan tidak pernah ditemukan kegiatan berjualan di rumahnya.
"Padahal jelas saya tiap hari beternak dan menjual hewan-hewan selama ini. Mengapa malah dianggap tidak ada usaha di rumah. Itu yang menjadi alasan mereka menolak (rumah sebagai lokasi usaha)," kata dia.
Meski hak penghidupannya tidak dihitung, Agus tetap diminta untuk menandatangani hak bangunan yang selama lebih kurang 40 tahun ini ia tempati. Tetapi hal itu dia urungkan dan memutuskan tidak mengambil.
Baca Juga:Revitalisasi Benteng Wetan Keraton, Warga Jalan Kenekan Juga Harus Angkat Kaki Desember
"Saya hanya ingin meminta kejelasan ketika bertemu petugas pemerintahan waktu itu, namun malah hinaan yang saya dapat. Saya diminta tanda tangan, jika tidak segera tanda tangan, nanti saya tidak dapat apa-apa. Ya sudah kalau memang tidak mendapat apapun saya biarkan saja," jelas dia.
Terakhir pertemuan dengan petugas di Disbud DIY itu, Agus akan dikabari oleh perangkat kelurahan terkait komplainnya. Namun hingga saat ini tidak pernah mendapat kabar apapun. Termasuk tidak ada kejelasan tali asih sebesar Rp62 juta yang seharusnya diterima Agus dialihkan kemana.
Keluhan yang sama sebenarnya dirasakan juga oleh Candra Darmawan (43). Pengusaha mainan yang memiliki gudang di Jalan Kenekan sebagai tempat menyimpan barang usahanya juga tidak dihitung sebagai bangunan usaha. Kendati demikian, Darmawan tetap menandatangani hak bangunan dan menerima tali asih itu.
"Sebenarnya itu kan gudang untuk usaha saya. Tapi oleh petugas justru dinilai bangunan biasa. Karena memang bangunannya luas, saya dapat sekitar Rp184 juta," kata Darmawan.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Disbud DIY, Dian Lakhsmi Pratiwi tidak mau memberi keterangan terkait salah seorang warga yang tidak menerima tali asih itu.
"Kalau itu saya tidak diberikan izin. Bisa ditanyakan kepada Keraton langsung," kilahnya.