SuaraJogja.id - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang sedang dibahas oleh DPR RI dan Pemerintah masih buntu atau deadlock.
Penyebabnya, komisi I DPR RI menghendaki adanya badan pengawas yang berada di luar pemerintah dan bertanggung jawab langsung ke presiden. Sementara, sisi lain pemerintah menginginkan lembaga pengawas tersebut dilakukan kementerian atau lembaga yang ada.
Karena itu, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) UGM mendesak agar RUU PDP segera disahkan di tingkat nasional. Ketua BEM KM UGM Muhammad Farhan mengatakan, pemerintah seharusnya menjabarkan secara gamblang definisi data pribadi.
"Lalu pihak mana saja yang berwenang untuk mengelola data pribadi masyarakat," ujarnya kala menggelar jumpa pers di Zomia Co-Woriking Space pada Sabtu (16/10/2021) siang.
Baca Juga:Harus Ada Standar Pengamanan dalam Pelaksanaan Perpres Pemanfaatan NIK dan NPWP
Selain itu, pihaknya pun menyoroti Pasal 9 dalam RUU PDP tersebut, di mana seseorang yang telah menyerahkan data pribadi kepada suatu platform dapat menarik kembali secara utuh dan dijamin datanya tidak disalahgunakan oleh pihak ketiga.
"Dan itu seharusnya dijamin oleh UU. Jadi ketika si pemberi data ingin menarik lagi data pribadinya bisa dilakukan. Sehingga apabila nanti ada suatu bentuk penyalahgunaan bisa melapor ke aparat penegak hukum," paparnya.
Menurutnya, dalam rangka menuju digitalisasi keamanan data pribadi masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya terjamin dan dilindungi. Sehingga dapat disebut bahwa pelayanan publik di Indonesia sekarang ini masih pelik dan tak aman.
"Dampaknya adalah kepercayaan publik yang menurun drastis," katanya.
Untuk itu, BEM KM UGM mendesak pemerintah untuk menunaikan reformasi birokrasi yang terbebas dari kepentingan. Dimulai dengan memenuhi azas dasar pelayanan publik sesuai amanat UU Pelayanan Publik.
Baca Juga:DPR Setujui Perpanjang Pembahasan Tiga RUU
"Pemerintah harus merestorasi kepercayaan publik dengan merespons tuntutan masyarakat sebagaimana mestinya dan tanpa represivitas," tegasnya.
Sekadar diketahui, sudah diperpanjang sebanyak dua kali yaitu pada September 2020 dan Juni 2021. Dengan begitu, total sudah diperpanjang sebanyak tiga kali.