SuaraJogja.id - Bupati Bantul Abdul Halim Muslih angkat bicara tentang tawuran geng pelajar yang menyebabkan satu orang meninggal dunia. Seperti diketahui, pada 29 September 2021 sekitar pukul 02.30 WIB telah terjadi tawuran antara geng Stepiro (Serdadu Tempur Piri Revolution) dan Sase (Satu Sewon) di Jalan Ringroad Selatan, Kasihan, Bantul.
Menurutnya, pelajar butuh pembinaan terkait dengan nalar agar dapat berpikir dengan jernih. Sehingga mereka tidak mudah terpancing emosinya jika ditantang oleh sekolah lain.
"Selain itu mereka juga harus sadar kalau tindakan itu tidak benar. Mereka harus memperoleh pembibingan kewarasan nalar. Jadi tidak mudah terpancing atau terprovokasi," katanya, Kamis (11/11/2021).
Untuk itu, ia meminta agar energi mereka yang berlebih itu bisa disalurkan ke sesuatu yang lebih positif. Seperti mengikuti kompetisi atau lomba.
Baca Juga:Soroti Upaya Polres Bantul Petakan Geng Pelajar, JPW: Harusnya sejak Lama Sudah Selesai
Dia beranggapan bahwa jika diajak duel atau berkelahi tidak perlu ditanggapi. Tidak menanggapi ajakan tersebut, katanya, bukan berarti pengecut.
"Kalau ada yang menantang duel atau berkelahi lalu direspons karena merasa malu dan disebut tidak berani, padahal kalau ditanggapi itu orang gila," ujarnya.
Bertepatan dengan hari pahlawan, Halim mengimbau para pelajar untuk meneladani sifat pemberani para pahlawan.
"Pahlawan itu pemberani tapi bukan yang suka tawuran. Ketika haknya diserang dan negara dalam keadaan bahaya tentu harus melawan," tambahnya.
Seperti diketahui, Polres Bantul menangkan 11 pelajar dari geng Stepiro, tiga diantaranya masih di bawah umur. Kejadian bermula saat geng Sase (Satu Sewon) membicarakan tawuran dengan geng Stepiro di hari tersebut karena saling menantang di grup Whatsapp. Kemudian geng Sase yang berjumlah 14 orang menuju ke lokasi yang sudah dijanjikan.
Baca Juga:Tawuran Geng Pelajar, Pakar UGM Sebut Belajar Secara Daring Hilangkan Pendidikan Moral
"Untuk jumlah geng dari Stepiro ada 20 orang. Jadi mereka kalah jumlah saat tawuran," ungkap Kapolres Bantul AKBP Ihsan dalam jumpa pers di Lobi Mapolres Bantul, Senin (8/11/2021).
Namun, sebelum terjadi tawuran, kedua belah pihak sepakat untuk membuat surat pernyataan. Adapun bunyi surat itu Stepiro angkatan 23 dan Sase 23, kedua belah pihak menerangkan bahwa masing-masing telah membuat persetujuan sebagai berikut tidak boleh lapor kepada siapapun, tidak boleh visum, menanggung risiko, jam 2 harus mulai start (yang tidak kalah datang), jongki (yang mengemudikan sepeda motor) tidak boleh dikenaiin, no alumni, murni angkatan 023, kres ketemu di jalan tanggung sendiri. Bahkan untuk mempertegas surat pernyataan itu, dua sekolah tanda tangan di atas materai Rp 10.000.
"Yang membuat surat dari pihak Sase, lalu ada perwakilan dari Stepiro yang datang ke basecamp Sase untuk menandatangani surat tersebut," ujarnya.
Saat tawuran ada pembagian peran di mana orang yang mengendarai motor tidak boleh dilukai. Yang bisa dijadikan sasaran ialah yang dibonceng.
"Waktu tawuran posisi korban yaitu RAW berperan sebagai joki motor. Sedangkan MKA yang diboncengkan," terangnya.
Eksekutor dari geng Stepiro yang melukai kedua orang itu berinisial IS (18) asal Kemantren Umbulharjo, Kota Jogja. Senjata yang digunakan oleh pelaku adalah pedang dan sebilah celurit.