Menjegal Perdagangan Anjing untuk Konsumsi, Kasus Pertama yang Berhasil Dimejahijaukan

Kasus penyelundupan anjing di Kulon Progo sempat heboh lantaran jadi kasus pertama yang berhasil disidangkan

Galih Priatmojo
Rabu, 17 November 2021 | 12:01 WIB
Menjegal Perdagangan Anjing untuk Konsumsi, Kasus Pertama yang Berhasil Dimejahijaukan
Ilustrasi penyelundupan anjing. [Iqbal Asaputro / suarajogja.id]

SuaraJogja.id - Awal Mei 2021 lalu sebuah mobil pick up terpaksa dihentikan saat melewati penyekatan di Kulon Progo. Kamis dinihari itu, petugas Polres Kulon Progo yang tengah menggelar operasi Ketupat Progo dikejutkan dengan temuan puluhan anjing yang terbungkus dalam karung yang digantung di dalam pick up.

Bersama dengan puluhan anjing itu, petugas kemudian mengamankan dua orang yakni sopir berinisial SG (50) serta SR (48). Dari pengakuan keduanya, anjing-anjing tersebut diselundupkan dari Garut, Jawa Barat menuju Solo, Jawa Tengah untuk keperluan konsumsi.

Sejumlah anjing yang diselamatkan dari rumah penjagalan dan penyelundupan di DIY. [Dokumentasi RRDC]
Sejumlah anjing yang diselamatkan dari rumah penjagalan dan penyelundupan di DIY. [Dokumentasi RRDC]

Belakangan diketahui, kasus penyelundupan anjing yang tepergok di perbatasan Kulon Progo itu naik ke meja hijau. Kasus itupun menjadi perhatian publik karena menjadi kasus pertama terkait penyelundupan anjing yang berhasil disidangkan.

Sementara kasusnya berjalan, anjing-anjing yang diselundupkan diketahui diselamatkan dan dirawat sementara oleh organisasi penyelamatan anjing Ron Ron Dog Care atau RRDC.

Baca Juga:Cakupan Vaksinasi di Kulon Progo Capai 71,4 Persen

Kepada SuaraJogja.id, pendiri RRDC, Viktor Indra Buana mengungkapkan ada sebanyak 62 anjing yang berhasil diselamatkan dari upaya penyelundupan yang tertangkap di Kulon Progo.

Ia menyebut itu merupakan penyelamatan terbesar sepanjang tahun 2021 yang pernah ditanganinya.

"Selama periode Januari 2021 sampai Oktober 2021 kami berhasil menggagalkan penyembelihan anjing sebanyak 80 ekor. Anjing yang paling banyak diselamatkan yakni di Kabupaten Kulon Progo mencapai 62 ekor anjing. Sedangkan yang 18 ekor anjing lainnya kami selamatkan dari Kabupaten Bantul," terangnya, Kamis (28/10/2021).

Victor menjelaskan sebagian besar anjing yang berhasil diselamatkan itu merupakan anjing untuk konsumsi yang akan dikirim ke wilayah Solo Raya. Ia menyebut DIY hanya jadi tempat persinggahan untuk penyembelihannya saja.

"Istilahnya di sini cuma numpang lewat. Setelah anjingnya dibunuh lalu dagingnya didistribusikan ke wilayah Solo Raya. Karena di Kulon Progo enggak ada tempat kuliner yang menyajikan daging anjing," kata dia.

Baca Juga:Akses Jalan di Kulon Progo Tertutup Longsor

Meski begitu, bukan berarti bahwa di DIY tidak ada yang mengonsumsi daging anjing. Menurutnya, wilayah Bantul merupakan salah satu tempat yang menyediakan kuliner berbahan daging anjing. Selain ada warungnya, di wilayah tersebut juga mempunyai tempat-tempat jagal khusus anjing.

Berbeda dengan Solo yang mendatangkan anjing dari Jawa Barat, anjing-anjing yang dikonsumsi di DIY merupakan hasil curian, anjing liar, ataupun anjing milik seseorang yang meninggal karena diracuni. Hingga kini, di DIY belum pernah mendatangkan anjing dari luar daerah untuk disembelih.

"Saya belum lihat di DIY mendatangkan anjing dari daerah lain karena konsumennya enggak banyak," terangnya.

Harga murah

Dia menyatakan bahwa munculnya pedagang daging anjing bukan tanpa alasan. Sebab, adanya permintaan dari masyarakat yang memang doyan mengonsumsinya.

"Berdasarkan pengamatan kami selama ini, konsumen yang makan daging anjing itu berasal dari Sumatera Utara atau Nusa Tenggara Timur (NTT). Karena budaya makan daging anjing tidak ada di Jogja," ujar dia.

Fakta ini berbeda dengan tingkat konsumsi daging anjing di wilayah Solo Raya. Tingkat konsumsi daging anjing di Solo Raya tergolong tinggi. Itu tidak terlepas dari adanya kepercayaan di tengah masyarakat bahwa daging anjing bisa menambah stamina.

"Di Solo Raya kebanyakan yang makan daging anjing adalah pekerja pabrik, karena mereka percaya daging anjing untuk obat kuat. Dalam waktu sehari, penjual daging anjing bisa menghabiskan 15 ekor anjing. Di DIY paling cuma satu ekor," jelas dia.

Faktor lainnya ialah harga daging anjing yang murah. Satu porsi daging anjing dengan nasi tidak sampai Rp20 ribu.

"Ya paling harganya belasan ribu lah. Karena murah itu juga, banyak orang yang beli," papar Victor.

Dia menegaskan bahwa menurut hasil penelitian dari dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) daging anjing tidak mempunyai khasiat apapun. Tidak hanya itu, daging anjing juga berpotensi menyebabkan penyakit.

"Mengonsumsi daging anjing memiliki risiko bagi kesehatan seperti risiko penyakit yang dapat ditularkan rabies, salmonella sp, bakteri ecoli, kolera, cacingan, dan scabies," jelasnya.

Sejumlah anjing yang diselamatkan dari rumah penjagalan dan penyelundupan di DIY. [Dokumentasi RRDC]
Sejumlah anjing yang diselamatkan dari rumah penjagalan dan penyelundupan di DIY. [Dokumentasi RRDC]

Karena itu, dia mendorong pihak terkait untuk membuat peraturan yang melarang penyembelihan ataupun penjualan daging anjing. Dia sempat berdiskusi dengan anggota DPRD Kota Jogja untuk merealisasikan hal itu.

"Sudah berusaha agar ada payung hukum yang mengatur tentang hal itu (penyembelihan dan konsumsi daging anjing) tapi memang perlu waktu," katanya.

Ritual Selasa Kliwon

Jagal anjing yang berada di Padukuhan Piring, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul, Bejo (60) menampik bahwa daging anjing tak memiliki khasiat. Bejo mengklaim bahwa daging anjing bisa digunakan sebagai obat.

"Daging anjing itu bisa digunakan untuk obat, makanya dinamakan tongseng jamu. Kebanyakan yang makan itu butuh stamina, bahkan bisa menaikkan trombosit karena memakan tulang atau dagingnya. Jadi bukan karena orang senang makan daging anjing tok tapi ada khasiatnya," ujarnya.

Bejo sendiri sudah menjalani pekerjaan sebagai tukang jagal anjing sejak tahun 1990-an. Dia belajar cara menyembelih secara autodidak.

"Saya jadi tukang jagal anjing sudah hampir 30 tahun. Bisa memotong daging anjing karena belajar sendiri dan ada orang yang meminta untuk dipotongkan daging anjing," ujar Bejo.

Sebelum pandemi Covid-19 melanda, ia bisa memotong tujuh ekor anjing dalam waktu satu minggu. Artinya, dalam satu hari ada satu ekor anjing yang disembelih. Namun, setelah terjadi pandemi, dalam seminggu jumlah anjing yang dipotong tidak menentu.

"Seminggu hanya bisa memotong dua atau tiga ekor anjing. Sekarang sudah sulit untuk dapat anjing," katanya.

Selama ini dia lebih sering menerima anjing kiriman dari luar daerah. Namun, ia mengaku tidak tahu dari mana anjing-anjing tersebut diperoleh.

"Enggak tahu itu anjingnya dapat dari mana. Saya tahunya anjing-anjing yang masih hidup itu diantar ke rumah saya untuk dipotong," katanya.

Walau hanya menerima kiriman anjing, Bejo terkadang mencari anjing liar di sekitar tempat tinggalnya untuk dipotong.

Ketika akan memotong anjing yang masih hidup dan dirasa bakal menggigitnya, Bejo akan memukulinya terlebih dahulu. Tujuannya supaya anjing lebih jinak sehingga mudah untuk disembelih.

"Karena tidak semua anjing penurut kan, kalau pas mau dipotong dia mau gigit saya ya dipukuli dulu," ujar dia.

Setelah disembelih, daging-daging anjing itu dijual kepada pedagang di sekitar DIY. Untuk satu kilogram daging anjing harganya Rp25.000.

"Per kilonya Rp25.000, biasanya yang beli minta 10 kilogram jadi bayarnya Rp250 ribu," papar Bejo.

Untuk sementara Bejo tidak menyembelih anjing setelah pekerjaannya viral di sosial media pada 19 September 2021 lalu. Dijelaskannya, saat itu terdapat sejumlah anjing yang masih terbungkus sebuah kantong. Lantas, ada tetangganya yang tanpa seizinnya mengambil gambar anjing-anjing itu.

"Ada tetangga saya melihat anjing yang akan dipotong lalu dipotret. Kemudian fotonya beredar di sosial media sampai viral. Padahal dia kan tidak tahu asal usul anjing saya dapat dari mana, anjing itu dikasih sama saudara saya untuk dipotong," ujarnya dengan nada kesal.

Ia menyampaikan, alasan mengapa saat kejadian itu banyak anjing terbungkus karung di depan rumahnya. Sebab, setiap hari Selasa Kliwon banyak permintaan akan daging anjing.

"Memang pada setiap hari Selasa Kliwon banyak permintaan. Jadi satu hari sebelumnya ada beberapa anjing yang ada di rumah saya. Yang pesan adalah penjual sengsu di seputar pantai selatan," terangnya.

Karena itu, jika memang aktivitasnya dianggap terlarang, maka harus ada aturan yang jelas. Menurutnya, sejauh ini belum ada peraturan apapun yang melarang soal pemotongan dan penjualan daging anjing.

"Kalau memang ada aturannya, tolong disosialisasikan ke orang yang pekerjaannya seperti kami karena belum banyak yang paham," tegasnya.

Bejo pun berharap ada pekerjaan pengganti apabila diminta untuk berhenti jadi tukang jagal anjing.

"Sehingga enggak cuma ngelarang saja tapi ada solusinya gitu lho," katanya.

Kasus Pertama yang Disidangkan

Kasus penyelundupan anjing yang digagalkan di Kulon Progo awal Mei lalu ternyata mendapat perhatian serius dari pihak kepolisian dari Polres Kulon Progo lantaran berhasil dimejahijaukan.

Apresiasi pun muncul terutama dari organisasi Dog Meat Free Indonesia atau DMFI atas tindakan tegas yang berani diambil oleh Polres Kulon Progo.

Polres Kulon Progo dinilai berani mengambil langkah tegas terhadap pelaku penyelundupan dan perdagangan daging anjing di wilayahnya.

Kepada SuaraJogja.id, Kapolres Kulon Progo AKBP Muharomah Fajarini mengaku justru jajarannya tidak berpikir untuk mendapatkan apresiasi saat penindakan kasus itu dilakukan. Pihaknya sebagai institusi penegak hukum di Indonesia hanya berfokus kepada pelanggaran yang dilakukan saja saat itu.

Namun memang, ia tidak menampik bahwa apresiasi itu kemudian datang secara terus menerus berkat langkah tegas yang diambil kemarin.

Kapolres Kulon Progo AKBP Muharomah Fajarini. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]
Kapolres Kulon Progo AKBP Muharomah Fajarini. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Apresiasi ini luar biasa. Dari tim kami di lapangan sebenarnya tidak berpikir ke apresiasi ya, hanya berpikir antara undang-undang yang dilanggar, sisi kemanusiaan dan sisi kesehatan. Itu saja pertimbangannya," kata Fajarini.

Fajarini menyebut memang saat itu petugas kepolisian di lapangan mendapati bahwa tersangka penyelundupan anjing tersebut sudah melanggar aturan yang tertuang di dalam undang-undang. Hal itu kemudian cukup sebagai dasar penindakan yang dilakukan.

"Karena memang ada undang-undang yang dilanggar tadi maka kita lakukan upaya hukum. Itu harus kami tangani lah. Kalau dari kami seperti itu. Kalau kemudian ada apresiasi ya jadi motivasi bagi kami," sambungnya.

Diketahui beberapa waktu lalu apresiasi kepada Polres Kulon Progo itu datang salah satunya dari koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI). Mereka memberikan apresiasi atas penindakan yang dilakukan tersebut.

"Kemarin dari Dog Meat Free Indonesia datang ke Polres (Kulon Progo) memberikan apresiasi kami terkhusus staf-staf yang turun ke lapangan untuk melakukan proses penyelidikan dan penyidikan tentang anjing ini," imbuhnya.

Kronologis Pengungkapan

Kapolres menjelaskan aksi penyelundupan anjing di wilayahnya itu berhasil terungkap saat momen penyekatan di pintu masuk perbatasan Kulon Progo dan Jawa Tengah tepatnya di Posko Pengamanan (Pospam) Temon, Kamis (6/5/2021) lalu. Saat itu jajaran kepolisian tengah melakukan pemeriksaan kendaraan luar daerah.

Lalu ada sebuah mobil Daihatsu Granmax bernopol AD 1779 MK melintas dan kemudian diperiksa petugas penjagaan saat itu. Ternyata di dalam truk tersebut ditemukan puluhan anjing dengan kondisi memprihatinkan.

Tercatat ada sebanyak 78 ekor anjing yang diangkut di dalam mobil tersebut. Puluhan anjing itu sudah dimasukkan ke dalam karung dan ditempatkan di bak mobil. Mirisnya 10 ekor di antara puluhan anjing itu sudah dalam kondisi mati.

"Saat itu sedang penyekatan ketika persiapan Lebaran. Kemudian saat penyekatan itu ada sebuah truk lewat ternyata membawa 78 anjing dan langsung dihentikan di pos penyekatan itu," ungkapnya.

Kemudian saat diberhentikan tersebut, petugas mengecek kelengkapan surat-surat termasuk dengan surat keterangan kesehatan hewan. Ternyata pelaku mengaku tidak memiliki surat keterangan kesehatan hewan tersebut.

"Saat dihentikan kemudian kita cek apakah ada surat keterangan kesehatan hewan itu. Ternyata dia (pelaku) tidak membawa karena tidak membawa kemudian kita amankan ke Polres," tuturnya.

Disampaikan Fajarini, berdasarkan dengan bukti tidak adanya surat keterangan kesehatan hewan tersebut sudah cukup untuk polisi melakukan pengamanan kepada pelaku saat itu. Hal ini sebagai langkap preventif untuk mencegah penularan penyakit yang kemungkinan dibawa oleh anjing-anjing tersebut.

Belum lagi, saat itu kasus pandemi Covid-19 di Bumi Binangun bahkan di DIY masih terus melonjak secara signifikan. Ia tidak ingin justru kehadiran puluhan anjing tanpa surat keterangan kesehatan hewan itu memperparah keadaan.

"Adapun kenapa kok kita amankan karena memang anjing ini dari sisi kesehatan bisa membawa penyakit rabies. Terlebih saat itu kasus pandemi Covid-19 di Kulon Progo juga masih tinggi sehingga perlu dijaga betul agar tidak memperparah kondisi penyebaran Covid-19," ujarnya.

Dua pria ditangkap Satreskrim Polres Kulonprogo saat kedapatan membawa puluhan hewan anjing yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan pada Kamis (6/5/2021). [Istimewa]
Dua pria ditangkap Satreskrim Polres Kulonprogo saat kedapatan membawa puluhan hewan anjing yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan pada Kamis (6/5/2021). [Istimewa]

Berdasarkan hasil pemeriksaan kepolisian, diketahui puluhan anjing tersebut diangkut dari daerah Garut, Jawa Barat. Menurut rencananya anjing-anjing itu akan dijual dan diduga dijadikan bahan makanan di Kota Solo, Jawa Tengah.

"Saat itu anjing-anjing itu dari Jawa Barat mau dibawa ke Solo mau dikonsumsi. Ini yang masalahnya. Di sisi lain kan anjing ini dari sisi kemanusiaan menjadi hewan peliharaan, hewan yang disayang keluarga. Nah ini kok malah mau dikonsumsi," ucapnya.

Fajarini menyebut bahwa pelaku dinilai telah melanggar pasal 89 UU No 18/ 2009 sebagaimana diubah dengan UU No 41/ 2016 tentang peternakan dan kesehatan hewan.

Jika dilihat pada Ayat 1 pasal tersebut tertulis bahwa setiap orang yang melakukan pelanggaran atas tindakan mengeluarkan dan/atau memasukkan hewan, produk hewan, atau media pembawa penyakit hewan lainnya dari dan ke wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (5), Pasal 58 ayat (5), dan Pasal 59 ayat (1) dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp1,5 miliar.

Memang, diakui Fajarini bahwa tidak ada peraturan turunan dari undang-undang tersebut khususnya di Kulon Progo baik dari peraturan bupati atau lainnya. Namun atas dasar undang-undang tadi dinilai sudah cukup untuk bisa menindaklanjuti temuan itu.

"Awalnya memang dari sisi aturannya meskipun tidak ada aturan turunan atau peraturan Bupati tapi memang ada undang-undang nomor 41 tahun 2016 tadi. Itu yang kemudian menjadi dasar kita saja untuk bisa mengamankan karena dia memang tidak dilengkapi dengan surat keterangan sehat," paparnya.

Belum lagi dengan fakta bahwa puluhan anjing itu rencananya akan dikonsumsi di wilayah Solo.

"Ditambah lagi dia akan dikonsumsi di Solo. Ini kan bahaya. Jika seandainya anjing itu rabies dan sebagainya. Itu akan memperparah situasi pandemi saat itu. Ya itu tadi kok dibeleh, padahal anjing itu disayang kok. Dari sisi kemanusiaan itu kurang pas," imbuhnya.

Terkait dengan pemeriksaan selanjutnya, lanjut Kapolres saat ini memang dari penyidik sendiri belum dikembangkan lebih jauh. Walaupun begitu proses hukum kepada pelaku terus berlangsung hingga saat ini.

Fajarini menyatakan bahwa pengungkapan kasus penyelundupan anjing tersebut menjadi yang pertama ditangani di Kulon Progo. Bahkan berdasarkan informasi yang diterima juga menjadi kasus pertama di DIY.

"Iya (kasus pertama). Kita koordinasi dengan Kejaksaan dan dari Kejaksaan juga oke (tangani) langsung diproses dan saat ini yang bersangkutan telah mendapatkan vonis di Pengadilan Negeri Wates," ujarnya.

Komitmen Tegakkan Aturan

Fajarini mengatakan memang terungkapnya kasus penyelundupan anjing ini tidak terlepas dari penjagaan yang dilakukan di perbatasan wilayahnya. Namun, ia dan jajarannya tidak bisa lantas kemudian serta merta berjaga khusus untuk mengantisipasi kemungkinan kasus penyeludupan selanjutnya.

Gambaran umum di Kulon Progo pun untuk penyelundupan anjing juga masih cukup terbatas. Kendati begitu tidak menutup kemungkinan akan ada penindakan selanjutnya yang dilakukan.

"Kita hanya melihat yang waktu itu saja yang kita tahu ya karena memang kita ada penyekatan. Maka dari itu kita harapkan masyarakat juga memberikan informasi. Sebab polisi tugasnya juga tidak 24 jam stay di situ," jelasnya.

Polres Kulon Progo membuka pintu seluas-luasnya untuk segala temuan dan informasi baru terkait dengan penyelundupan anjing selanjutnya. Maka dari itu, ia mengajak masyarakat untuk bisa bersinergi dengan jajaran kepolisian terkait hal ini ataupun kasus-kasus lainnya yang meresahkan.

"Memang waktu itu kebetulan kita melaksanakan razia di sana pas lewat. Tapi tidak menutup kemungkinan jika ada informasi-informasi yang lain. Makanya kita butuh informasi dari masyarakat agar kita juga bisa melakukan upaya-upaya yang sama dengan yang kemarin," tegasnya.

Sebab, Kapolres menilai bahwa kasus penyelundupan anjing ini tidak bisa dibiarkan berkeliaran bebas begitu saja. Mengingat dari sisi hukum terdapat aturan yang dilanggar, kemudian dari sisi kesehatan dengan tidak adanya surat keterangan sehat dapat menjadi petaka tersendiri apabila hewan itu membawa virus.

Ditambah juga dengan dari sisi kemanusiaan bahwa anjing bukan merupakan hewan yang selaiknya diperlakukan secara keji untuk keuntungan materi semata. Sehingga perlu langkah tegas untuk menindaklanjuti hal-hal tersebut.

Untuk lebih memaksimalkan kinerja kepolisian, kata Fajarini, jawatannya juga berkoordinasi dengan lintas sektoral dari sisi pengawasan di lapangan. Sehingga semua pihak ikut terlibat untuk mengurai keresahan itu termasuk juga masyarakat.

"Kita kerja sama dengan lintas sektoral. Intinya kita ini yang dilanggar adalah undang-undang tentang kesehatan hewan tadi. Kalau dia membawa hewan dan tidak dilengkapi dengan keterangan sehat maka akan kita tindak," katanya.

Ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk memilih konsumsi daging yang terjamin dan sehat. Sehingga tidak menimbulkan bahaya atau potensi penyebaran virus di wilayahnya.

"Kita mengimbau juga kalau untuk konsumsi itu ya yang sehat. Karena anjing ini kan dari sisi kesehatan ada potensi rabiesnya. Jadi kalau bisa mengkonsumsi makanan sehat kenapa lalu memilih makanan yang tidak sehat," ungkapnya.

Dalam kesempatan ini, Kapolres berkomitmen untuk terus menindaklanjuti kasus serupa jika memang ditemukan kembali di wilayahnya. Terlebih mengingat Bumi Binangun menjadi jalur perlintasan daerah-daerah lain sehingga tetap memiliko potensi untuk temuan kasus serupa.

"Komitmen iya. Karena kita sudah melakukan penindakan kemarin kan dan bilamana ada informasi-informasi karena di Kulon Progo ini kan jalur perlintasan maka informasi dari masyarakat itu jika memang bisa diberikan ke kami itu biar kita bisa sama-sama tangani. Tidak menutup kemungkinan jika memang ada kasus serupa tetap akan ditangani. Apalagi tidak ada surat keterangan sehat itu," pungkasnya.

Penyelundup Anjing Dipidana 10 Bulan

Kasus penyeludupan 78 ekor anjing di Kulon Progo tidak hanya sebatas ditangani oleh jajaran kepolisian Polres Kulon Progo saja. Bahkan lebih jauh dari itu kasus itu kemudian ditindaklanjuti hingga masuk ke meja hijau.

Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Wates, Edy Sameaputty menjelaskan perkara penyelundupan anjing itu memang sudah masuk dengan dengan nomor perkara 99/pid.sus/2021/pn di PN Wates. Perkara tersebut dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri Kulon Progo ke Pengadilan Negeri Wates pada Kamis, 2 September 2021 kemarin.

Oleh Ketua PN Wates pun sudah ditunjuk majelis hakim pemeriksa perkara yaitu dipimpin oleh Wakil Ketua PN Wates Ayun Kristiyanto bersama dengan Hakim Anggota 1 Silvera Sinthia Dewi, Hakim Anggota 2 Setyorini Wulandari.

"Pemeriksaan perkara tersebut di PN Wates sebenarnya sudah selesai. Sudah ada putusan per tanggal Senin 18 Oktober 2021," kata Edy saat ditemui SuaraJogja.id.

Mobil Pick Up muatan puluhan ekor anjing dari Garut diamankan Polres Kulon Progo saat menggelar operasi penyekatan pemudik.
Mobil Pick Up muatan puluhan ekor anjing dari Garut diamankan Polres Kulon Progo saat menggelar operasi penyekatan pemudik.

Edy menuturkan majelis hakim telah menjatuhkan putusan perkara tersebut dengan amar putusan di antaranya menyatakan terdakwa Suradi (48) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Dalam hal ini memasukan hewan ke dalam wilayah bebas dari wilayah tertular sebagaimana dakwaan penuntut umum.

Kemudian majelis hakim juga menjatuhkan pidana kepada Suradi dengan pidana penjara selama 10 bulan dengan denda Rp150 juta. Ditambah dengan ketentuan jika denda tidak dibayar maka diganti menjadi kurungan selama 1 bulan.

"Untuk barang bukti mobil kendaraan roda empat jenis pick up Daihatsu Granmax bernopol AD 1779 MK warna hitam yang digunakan untuk mengangkut hewan-hewan atau anjing-anjing tersebut itu diserahkan kepada pemiliknya yaitu Agung Dwi Hananto," tuturnya.

Selanjutnya, disampaikan Edy, untuk anjing-anjing sebanyak 62 ekor dari 78 ekor yang masih ada atau hidup ditempatkan di Ron Ron Dog Care (RRDC) Jogja. Dari jumlah total tadi sudah berkurang karena ada sebanyak 16 ekor anjing diketahui telah mati.

Ia merinci bahwa ada 10 ekor anjing yang mati saat proses evakuasi. Sedangkan enam ekor mati ketika dalam perawatan karena kondisi fisik sudah semakin buruk.

"Kemudian 10 ekor yang dalam kondisi mati telah terkubur. Berdasarkan berita acara penguburan ada 20 karung plastik itu dimusnahkan dan barang bukti lain, lalu 4 lembar foto yang diambil itu dilampirkan dalam berkas perkara," terangnya.

Vonis Lebih Rendah dari Tuntutan, JPU Banding

Seperti yang diketahui bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Wates, telah memutus perkara tersebut dengan menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara dan denda Rp150 juta terhadap terdakwa Suradi. Namun, diakui Edy vonis putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan sebelumnya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Tuntutan JPU terhadap perkara ini kan terdakwa dituntut satu tahun penjara. Nah kalau dari vonisnya 10 bulan berarti lebih rendah dua bulan daripada tuntutan Jaksa itu," ungkapnya.

Edy menjelaskan ada sejumlah pertimbangan majelis hakim untuk menjatuhkan vonis putusan itu lebih rendah daripada tuntutan. Bahkan diketahui bahwa vonis tersebut berada di bawah pidana minimum khusus yakni satu tahu jika berdasarkan undang-undang.

Saat itu hakim berpendapatan bahwa sesuai dengan rasa keadilan masyarakat berdasarkan fakta terungkap di persidangan majelis hakim berkesimpulan menyimpangi penjatuhan pidana minimum. Putusan vonis itu sepenuhnya menjadi kewenangan majelis hakim.

"Menurut majelis hakim putusan yang paling adil kepada terdakwa dalam perkara ini adalah 10 bulan. Sehingga majelis hakim menjatuhkan pidana 10 bulan di bawah tuntutan penuntut umum untuk rasa keadilan terhadap terdakwa ini," terangnya.

Ada juga hal-hal yang kemudian menjadi faktor bisa meringankan vonis terhadap terdakwa. Salah satunya ketika terdakwa sudah benar mengakui perbuatannya serta kemudian berjanji di depan persidangan tidak mengulangi perbuatannya.

Selain itu terdakwa sendiri juga belum pernah dihukum dalam perkara yang lain.

"Ada pertimbangan-pertimbangan hakim seperti itu dan itu kewenangan mutlak hakim terkait dengan putusan terhadap terdakwa," tuturnya.

Namun Edy menuturkan bahwa tidak menutup kemungkinan putusan tersebut nantinya akan berubah. Hal itu disesuaikan dengan kesepakatan bersama serta aturan yang berlaku untuk langkah hukum selanjutnya.

Jika kedua belah pihak dalam hal ini adalah terdakwa dan penuntut umum menerima putusan majelis hakim tersebut maka putusan itu bisa menjadi berkekuatan hukum tetap. Tetapi bisa juga bila ada pihak yang masih belum sesuai dengan putusan itu diberikan kesempatan selama 7 hari seusao sidang vonis.

Pemberian kesempatan itu untuk mempelajari lagi putusan tersebut serta dapat digunakan dalam menentukan sikap selanjutnya. Terkait untuk memilih mengajukan upaya hukum atau justru menerima putusan majelis hakim tersebut.

Kemudian disampaikan Edy, ternyata memang ada salah satu pihak dalam hal ini JPU yang belum menerima putusan majelis hakim tersebut. Kemudian langkah yang diambil adalah mengajukan permohonan banding ke PN Wates.

"Terhadap perkara ini oleh JPU telah mengajukan permohonan banding dan tanggal permohonan banding itu hari Kamis 21 Oktober 2021 diajukan oleh pemohon banding yaitu JPU dari Kejaksaan Negeri Kulon Progo atas nama Evi Nurul Hidayati," ungkapnya.

Akibat dari masih ada upaya hukum yang dilakukan dari JPU tersebut maka berarti putusan majelis hakim sebelumnya masih belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

"Jadi prosesnya tetap berjalan. Setelah permohonan banding, lau administrasi terpenuhi akan dikirimkan berkas banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta untuk diperiksa di tingkat banding," terangnya.

Kasus unik

Lebih jauh, Edy mengaku bahwa perkara penyelundupan anjing di Kulon Progo yang ditangani PN Wates ini cukup unik. Bahkan berdasarkan sepengetahuannya, kasus ini menjadi yang pertama ditangani, sidang hingga vonis putusan.

"Sepengetahuan saya sepanjanga saya bertugas di PN Wates memang kasus ini cukup unik dan sepengetahuan saya selama ini baru pertama kali Pengadilan Negeri Wates menyidangkan perkara seperti ini," ujarnya.

Walaupun memang ia tidak mengetahui lebih lanjut secara pasti untuk PN lain yang ada di berbagai wilayah di Indonesia. Namun untuk wilayah DIY khususnya Kulon Progo dipastikan ini menjadi yang pertama kali.

"Mungkin kalau untuk PN lain di wilayah lain saya kurang mendapatkan informasi. Tapi khususnya untuk di wilayah Yogyakarta karena memang sebelum ini apalagi pemberitaan sekarang bahwa daging anjing konsumsi itu sangat banyak beredar di masyarakat dan kebetulan dengan perkara ini Pengadilan Negeri Wates baru pertama kali menyidangkan perkara tersebut," ungkapnya.

Tidak hanya itu, ternyata kata Edy, kasus mengenai penyeludupan hewan lain atau mungkin bahkan satwa liar pun juga belum pernah ditangani di PN Wates. Sehingga untuk kasus perkara hewan, penyelundupan anjing ini menjadi sesuatu yang baru.

"Sampai dengan saat ini belum ada (kasus hewan lain). Memang baru anjing ini," imbuhnya.

Sama seperti dengan Polres Kulon Progo sebelumnya, kata Edy jawatannya tidak terlalu memikirkan atau mengejar apresiasi dari berbagai pihak. Ia membiar masyarakat yang kemudian memberikan apresiasi itu jika memang dinilai baik dalam menindaklanjuti perkara ini.

Namun yang pasti kasus pertama untuk ditangani tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi PN Wates. Serta kemudian menjadi motivasi lebih besar dalam melanjutkan kinerja baik itu di masa mendatang dari apreasi yang diberikan.

"Bagi kami sendiri merupakan tantangan tersendiri dan syukurnya dalam pemeriksaan perkara ini berjalan dengan lancar. Majelis hakim bisa melaksanakan tugasnya sampai dengan putusan ini dengan baik tanpa kekurangan satu apapun dan syukurnya sudah selesai untuk pemeriksaan di tingkat pertama," tuturnya.

Edy memastikan PN Wates juga tidak akan lengah atau bahkan memutup kemungkinan adanya kasus-kasus serupa di masa mendatang.

"Tidak menutup kemungkinan akan menindak yang lain juga jika memang ada perkara atau kasus baru yang muncul," tandasnya.

Terpisah, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kulon Progo, Yogi Andiawan memang tidak menampik bahwa kasus penyelundupan anjing itu menjadi yang pertama di Kulon Progo bahkan di DIY. Tidak tanggung-tanggung, berdasarkan informasi sejumlah pemerhati hewan kasus ini menjadi yang pertama kali di Indonesia.

 Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kulon Progo, Yogi Andiawan dan Jaksa Penuntut Umum Evi Nurul Hidayati. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kulon Progo, Yogi Andiawan dan Jaksa Penuntut Umum Evi Nurul Hidayati. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Iya ini kasus pertama di Kulon Progo atau malah DIY. Selama ini kalau dari pemerhati hewan itu bilang bahwa ini pertama kali di Indonesia dan kami bertanya-tanya ke Kejagung (Kejaksaan Agung) ternyata Kejagung juga belum pernah menangani perkara seperti," kata Yogi.

Tak hanya itu, Yogi mengaku untuk kasus satwa pun atau terkhusus dengan pasal dalam perkara ini menjadi yang pertama di DIY.

"Termasuk satwa lain. Pokoknya yang terkait dengan pasal ini, kalau di DIY pertama kali. Kalau Indonesia saya enggak tahu," imbuhnya.

Lantas sebenarnya apa yang kemudian melatarbelakangi dalam hal ini Kejaksaan Negeri Kulon Progo untuk memproses lebih lanjut perkara penyelundupan anjing tersebut?

Yogi menuturkan bahwa sebenarnya Kejari Kulon Progo melihat perkara penyelundupan anjing ini sebagai bentuk upaya untuk melindungi masyarakat. Mengingat anjing sendiri yang bukan atau tidak masuk dalam kategori binatang atau hewan ternak.

Terlebih saat diketahui bahwa sebanyak 78 ekor anjing itu dikirim dari Jawa Barat ke Solo untuk dimanfaatkan sebagai konsumsi masyarakat. Belum lagi dengan tidak adanya Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari yang bersangkutan.

"Sebenarnya kita kan melihat bahwa kita melindungi masyarakat. Dalam arti ketika, satu, anjing ini adalah sebenarnya bukan binatang untuk ternak dan ketika ini dikirimkan hanya untuk konsumsi," ujarnya.

"Kita melihat bahwa kesehatan dari hewan yang akan digunakan untuk konsumsi itu tidak diperhatikan otomatis kan itu juga bisa membahayakan masyarakat yang akan mengkonsumsi," sambungnya.

Menurutnya akan ada potensi dampak yang buruk ketika anjing-anjing tanpa SKKH itu dibiarkan begitu saja. Terlebih dengan potensi rabies yang masih sangat bisa menyebar.

"Kita tidak tahu bahwa anjing ini kena rabies atau kena apa. Itu bisa berimplikasi. Nah itu kita melindungi masyarakat di situ," imbuhnya.

Selain itu, lanjut Yogi, pihaknya menemui ternyata perkara atau persoalan tersebut sebenarnya dulu dianggap masyarakat sebagai hal yang sepele. Sehingga praktik penyelundupan anjing itu masih saja bisa berlangsung hingga sekarang sebab tidak dianggap sebagai permasalahan yang besar.

Padahal ternyata di dalam persoalan penyelundupan anjing itu membawa berbagai permasalahan yang besar. Hal itu bahkan juga sempat terkuak di persidangan terdakwa beberapa waktu lalu.

"Misalnya saja dari yang dikonsumsi itu kan bahwa si terdakwa tidak bisa menjelaskan cara bagaimana dia mendapatkannya (anjing-anjing) itu. Apakah dengan cara legal, dalam artian kesehatan si anjing terjamin sebelum dibawa. Karena kan di perjalanan ada yang mati juga. Matinya kan karena kemungkinan anjing itu sakit," paparnya.

Sehingga akan menjadi persoalan lagi jika nantinya kemudian anjing-anjing itu lolos hingga dikonsumsi masyarakat. Dampak-dampak itu yang kemudian membuat Kejari Kulon Progo memutuskan menindaklanjuti perkara tersebut.

Disampaikan Yogi, pertimbangan itu lebih kepada melihat sisi kesehatan di masyarakat. Bukan lantas Kejari Kulon Progo menempatkan diri sebagai pihak yang pro atau kontra terhadap kasus ini juga tidak.

"Lebih dari segi kesehatan. Bukan kami terus di pihak yang kontra terhadap ini. Kita tidak sampai ke situnya untuk kontra bahwa anjing itu untuk konsumsi dan sebagainya. Tapi kami berusaha untuk memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat luas khususnya masyarakat yang mengkonsumsi begitu," tuturnya.

Ia menyerahkan dinamika itu kepada masyarakat secara umum. Hanya saja jika memang memilih untuk mengkonsumsi hewan tertentu maka perlu dilihat asal-usulnya dan yang terpenting kesehatannya.

Menurutnya saat ini sebenarnya sudah ada atau cukup aturan untuk mengatur terkait dengan kasus penyeludupan anjing ini. Namun memang kembali bahwa masyarakat dulu tidak pernah melirik persoalan ini apalagi aturan yang berlaku.

Lalu ketika kasus ini mencuat ke atas ternyata juga mendapatkan respon positif dari masyarakat khususnya penggiat hewan. Sehingga tidak dipungkiri ada efek yang dirasakan dari perkembangan pola pikir masyarakat.

"Tapi kalau kami tidak sampai sejauh itu yang jelas bahwa hewan ini tidak dilengkapi dokumen yang sah baik terhadap kesehatannya," imbuhnya.

Ia menyebut kasus penyelundupan anjing yang kemudian diproses hingga meja hijau juga memberi pengaruh dalam dinamika yang ada di masyarakat.

"Saya rasa cukup berpengaruh (kasus ini) dengan ini akhirnya kan sebelumnya hanya para aktivis-aktivis pembela hewan ini kan, ternyata ada aturan to yang bisa menaungi ini. Karena aturan ini, undang-undang kan bukan yang familiar di masyarakat. Tapi ternyata ada," terangnya.

Terkait dengan perlunya aturan turunan atau tidak di masing-masing daerah, kata Yogi, sangat bisa hal itu dilakukan. Mengingat bahwa di setiap daerah juga memiliki dinas atau instansi terkait masing-masing yang nanti bisa dikolaborasikan di situ.

"Karena juga tidak menutup kemungkinan tidak hanya anjing sebenarnya. Hewan-hewan sejenis anjing yang juga ada rabiesnya itu mungkin apa bisa juga," ucapnya.

Proses Hukum Masih Berjalan, Sudah Ajukan Banding

Seperti yang diketahui bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Wates, telah memutus perkara tersebut dengan menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara dan denda Rp150 juta terhadap terdakwa Suradi. Namun, memang vonis putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan sebelumnya oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Jaksa Penuntut Umum Evi Nurul Hidayati menjelaskan bahwa jika dilihat dari pasal putusan majelis hakim sudah sesuai. Hanya saja yang menjadi pertimbangan selanjutnya adalah pidana putusan hakim yang diputus di bawah minimal.

"Kalau untuk ini kemarin putusannya pasalnya semua sesuai hanya saja pertimbangannya pidananya itu hakim memutus di bawah minimal. Kan kita tuntut satu tahun dan denda Rp150 juta subsider satu bulan kurungan. Satu tahun itu kita tuntut sudah minimal sesuai dengan ketentuan pidana di pasalnya itu," ungkap Evi.

Undang-undang yang dimaksud yaitu pasal 89 ayat 2 juncto Pasal 46 ayat 5 UU RI no 41 tahun 2014 atas perubahan UU no 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Ketentuan di situ minimal satu tahun, paling singkat dan denda satu juta. Tapi hakim itu mutusnya 9 bulan kemudian dendanya sama Rp150 juta subsider satu bulan. Nah kenapa kok banding karena putusan di bawah minimum khusus. Makanya kita mengajukan banding," sambungnya.

Diketahui alasan hakim memutus di bawah minimum itu menimbang bahwa meskipun undang-undang mengatur ada pidana minimum namun menurut hakim putusan itu sudah sesuai dengan rasa keadilan. Walaupun memang tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang maksud dari rasa keadilan itu.

Lebih lanjut Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kulon Progo, Yogi Andiawan kembali menjelaskan bahwa memang majelis hakim itu bebas membuat putusan dalam setiap perkara. Sebelumnya perkara tersebut sudah diputus oleh majelis hakim pada tanggal 18 Oktober 2021 lalu.

"Jadi hakim itu bebas. Ketika dia menilai rasa keadilan itu belum tercapai ya dia bisa. Rasa keadilan dengan kepastian hukum itu ketimbangan. Jika kita melihat keadilan akhirnya kita akan menyisihkan kepastian hukumnya aturannya. Tetapi kalau kita melihat kepastian hukum maka keadilan yang akan dikorbankan. Jadi memang hakim sah-sah saja memutuskan itu," jelas Yogi.

Namun dalam kesempatan ini, Yogi menyebut pihaknya tidak mempermasalahkan hal itu. Melainkan hal yang permasalahkan adalah ketika sudah ada aturan bahwa itu kasus itu tidak di bawah minimum berarti banding harus diajukan.

"Bahwa diaturan undang-undang yang kami dakwakan terhadap terdakwa terdapat ancaman hukuman pidana penjara minimum yakni 1 tahun sesuai dengan tuntutan kami. Namun majelis hakim berpendapat lain, majelis hakim memutus selama 10 bulan di mana putusan itu di bawah aturan minimun pidana penjara yang sudah diatur dalam Undang-undang tersebut," jelasnya.

"Maka kami penuntut umum sesuai juga dengan petunjuk dari ibu Kejaksaan Negeri Kulon Progo mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta," imbuhnya.

Banding sendiri sudah diajukan pada Kamis tanggal 21 Oktober 2021 kemarin melalui PN Wates. Selanjutnya Kejari Kulon Progo akan menyusun memori banding dan akan segera diserahkan ke Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri Wates.

"Kemudian nanti perkara tersebut akan diperiksa kembali oleh majelis hakim kepada Pengadilan Tinggi Yogyakarta," ucapnya.

Terkait nanti hasil putusan banding di Pengadilan Tinggi, kata Yogi, pihaknya tidak bisa berandai-andai. Namun apapun putusan itu Kejari Kulon Progo secara berjenjang akan meminta pendapat kepada pimpinan apakah akan melakukan kasasi atau tidak.

"Tapi kami masih menunggu putusan dari banding tersebut," sambungnya.

Ditegaskan Yogi, dalam menangani perkara ini Kejari Kulon Progo tidak mendapatkan desakan atau intervensi dari pihak manapun termasuk komunitas pecinta hewan khususnya anjing.

"Tidak ada (desakan). Kami dalam menangani perkara ini tidak mendapat intervensi ataupun tekanan dari pihak manapun bahwa alasan yang kami ajukan untuk banding ini hanya semata-mata bahwa kami berpendapat bahwa hakim memutus di bawah dari ancaman pidana minimum pokok," tegasnya.

Konsumsi Daging Anjing, Apa Efeknya?

Terdakwa penyelundupan 78 ekor anjing di Kulon Progo telah divonis oleh majelis hakim terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memasukkan hewan di wilayah bebas penyakit hewan. Hal ini melanggar Pasal 89 ayat 2 juncto Pasal 46 ayat 5 UU RI no 41 tahun 2014 atas perubahan UU no 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Puluhan anjing itu diketahui tidak dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) saat terjaring pemeriksaan oleh kepolisian. Berdasarkan informasi anjing-anjing yang dibawa dari Garut, Jawa Barat itu rencananya akan dimanfaatkan dagingnya untuk keperluan konsumsi di wilayah Solo, Jawa Tengah.

Menanggapi hal tersebut, Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH UGM Widagdo Sri Nugroho menuturkan bahwa memang sebenarnya anjing tidak termasuk kelompok hewan yang dipelihara untuk dipotong atau tidak termasuk kategori hewan potong.

"Ini di peraturan pemerintah kan disebutkan di sana ya, yang berkaitan dengan PP 95/2012 tentang hewan potong. Itu PP tentang kesehatan masyarakat veteriner," ujar Widagdo saat dihubungi SuaraJogja.id.

Ilustrasi perdagangan anjing.
Ilustrasi perdagangan anjing.

Selain itu, jika dikaitkan dengan penyakit pada hewan khususnya anjing yang paling dikhawatirkan adalah penularan rabies. Walaupun memang, kata Widagdo, virus rabies itu menular lebih kepada kondisi hewan yang masih hidup atau yang masih memungkinkan menggigit.

"Jadi pada saat proses mematikan itu ada peluang dia (hewan) menggigit pada yang mematikan itu atau ada air liur dari anjing yang mengalami rabies ini pada orang yang memiliki luka. Jadi kalau virusnya masuk itu yang ada peluang dia terinfeksi. Sehingga resiko terbesarnya di sana," tuturnya.

Untuk daging anjing itu sendiri, Widagdo menjelaskan bahwa resiko itu tergantung kepada proses pengolahan setelah hewan atau anjing itu mati. Dalam hal ini prinsipnya sama seperti hewan lain yang akan dikonsumi.

"Jadi resiko-resikonya, selama proses itu dilakukan dengan baik kemungkinan misalkan pencemaran bakteri Salmonela, Staphylococcus, E-coli yang patogen pada daging itu kecil resikonya maka itu juga tidak akan berpengaruh pada konsumen nantinya," terangnya.

Sebaliknya, jika proses pemasakan atau pengolahan daging itu tidak baik maka cemaran bakteri pada daging tersebut tetap masih bisa memiliki potensi mempengaruhi konsumen.

"Jadi sebenarnya kalau sudah dalam kondisi menjadi daging itu resiko itu tergantung proses penanganan dan pemasakan nantinya," ucapnya.

Namun, Sekjen PB Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) di tingkat nasional itu juga memberikan catatan terkait dengan daging anjing tersebut. Terlebih dalam hal ini saat proses mematikan anjing tersebut.

Sejauh ini banyak yang menggunakan atau memilih cara untuk berusaja tidak mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya dari tubuh anjing itu. Justru itu kemudian yang dapat menambah potensi cemaran mikroba lebih tinggi.

"Kan sejauh ini kita ketahui berusaha untuk tidak mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya dari tubuh anjing. Nah ini yang memiliki peluang cemaran mikroba itu berpeluang tinggi di dalam daging," ujarnya.

Walaupun pihaknya belum mempunyai data pengujiannya secara pasti tetapi pada prinsipnya darah itu adalah media yang paling mudah digunakan oleh mikroba, bakteri untuk tumbuh.

Sehingga jika ada daging yang memiliki kandungan darah tinggi di dalamnya maka peluang untuk menjadi busuk itu lebih cepat dibandingkan daging yang darahnya keluar banyak.

"Nah ini kita terapkan di ternak potong yang lain, makanya di sapi, kambing dan babi, itu kan proses mematikannya, penyembelihan kalau mereka, dengan memotong tiga saluran, yakni makanan, pernapasan dan darah baik itu ateri dan vena," ungkapnya.

Tujuannya, dijelaskan Widagdo, supaya si hewan itu mati dengan cepat sekaligus mengeluarkan darah sebanyak-banyaknya. Sehingga poinnya untuk daging yakni dari sisi keamanan pangan.

"Prinsipnya adalah berusaha menekan cemaran mikroba patogen yang dapat berpengaruh pada kesehatan manusia. Antata lain tadi saya sebut ada Staphylococcus aureus, Salmonela, E-coli yang patogen itu yang masih mungkin bisa terbawa pada daging," jelasnya.

Sehingga diperlukan benar-benar pengolahan yang baik untuk bisa memastikan bahwa daging itu layak dikonsumsi manusia.

"Misalnya kita tahu ada sengsu itu sampai mendidih gitu ya. Nah itu mungkin bakteri dan mikrobanya sudah bisa dimatikan. Termasuk misalkan di situ ada virus rabies itu juga sudah dimatikan diproses pemasakan itu," sebutnya.

"Jadi kalau orang yang mengkonsumsi, setelah dimasak dengan baik. Ya risikonya sebenarnya sudah kecil. Kalau dari segi dagingnya mungkin demikian tapi resiko terbesarnya pada saat proses hewan akan dimatikan itu," sambungnya.

Mitos Daging Anjing Penambah Stamina

Widagdo menjelaskan sebenarnya dari segi komposisi gizi atau kandung di dalam daging anjing itu lebih kurang sama dengan daging hewan yang lain. Sehingga tidak akan ada efek yang terlalu berlebihan saat seseorang mengkonsumsi daging anjing.

"Tergantung nanti si konsumen lah. Ya namanya juga daging itu kan selalu ada kandungan karbohidrat, lemak, protein. Memang sementara ini kita ketahui relatif protein konsentrasi sedikit lebih tinggih atau sama saja, sebenarnya sih engga ada bedanya untuk kandungan," tuturnya.

Kondisi itu kemudian secara tidak langsung menjawab informasi yang beredar di masyarakat tentang sejumlah efek setelah mengkonsumsi daging anjing. Mulai dari penambah gairah dan sebagainya.

Informasi-informasi itu kemudian dipastikan oleh Widagdo sebagai mitos belaka. Sebab tidak ada pembuktian yang pasti dari klaim-klaim efek samping setelah mengkonsumsi daging anjing itu.

"Nah ini sebenarnya kan ada orang berpikir kalau mengkonsumsi itu bisa menjadi lebih segar tambah tenaga dan lain-lain. Kalau sejauh ini hal itu masih kita pahami sebagai mitos," tegasnya.

Sejauh ini tidak ada data yang bisa kemudian menunjukkan hubungan antara berbagai efek itu dan daging anjing yang dikonsumsi.

Justru yang dipastikan ada adalah selaiknya efek dari daging-daging hewan lainnya jika dikonsumsi secara berlebihan. Misalnya saja akibat dari kandungan lemak hingga kolesterolnya.

"Tetapi secara prinsip, ini seperti juga konsumsi daging hewan yang lain. Ada resiko-resiko yang terkandung di situ, misalnya lemaknya, kolesterolnya. Tapi saya kira kalau dari pemahaman apakah nanti menjadi lebih sakit atau nanti punya energi vitalitas tinggi nah itu kami yang belum tahu. Sejauh ini masih mitos," ungkapnya.

Dari kandungan nutrisi pun, daging anjing tidak jauh berbeda dengan daging lainnya misalnya daging sapi atau kambing. Kalau pun memang ada protein yang lebih tinggi tapi selisihnya tidak terlalu jauh hanya satu atau dua persen saja sehingga lebih kurang sama dan tidak terlalu signifikan.

Wilayah DIY Berstatus Bebas Rabies

Widagdo mengatakan bahwa DIY sendiri sudah ditetapkan sebagai wilayah berstatus bebas rabies. Sehingga tidak dipungkiri justru status ini yang kemudian perlu menjadi perhatian bersama.

Terlebih pada kasus penyelundupan anjing yang belum lama ini telah terbongkar di Kulon Progo. Menurutnya potensi penyebaran rabies itu masih ada, sehingga tetap perlu mendapat atensi khusus.

"DIY ini statusnya sudah bebas rabies. Ini yang sebenarnya menjadi perhatian kita juga. Jadi selain tadi terkait dengan hewan ini kan bukan hewan potong tapi lebih cenderung hewan yang justru bermanfaat bagi kita sebagai hewan kesayangan di Jogja statusnya bebas rabies," tuturnya.

Pasalnya, kata Widagdo, sejauh ini sumber anjing yang masuk ke wilayah DIY itu mayoritas berasal dari luar daerah. Kondisi itu yang dikhawatirkan dapat menimbulkan penyebaran virus rabies.

Walaupun memang resiko penularan rabies itu agak kecil. Mengingat banyak anjing yang kemudian dibawa sudah dalam posisi dimasukkan ke dalam kandang atau bahkan dimatikan.

"Nah yang kita khawatirkan kan jangan sampai itu nanti ada anjing yang membawa rabies masuk ke Jogja yang dipotong itu. Walaupun sebenarnya resikonya agak kecil ya karena mereka datang mungkin dikrangkeng, dimatikan, tidak ada kesempatan kontak dengan orang atau anjing atau kucing di sekitarnya," ujarnya.

Tetapi tidak menutup kemungkinan juga ada anjing yang masih tetap bisa menggigit hewan atau anjing lain yang belum divaksin. Sehingga dikhawatirkan mereka justru saling menularkan hingga penyebaran itu terjadi.

Ditanya terkait dengan kondisi permintaan daging anjing di DIY sendiri, Widagdo mengaku tidak begitu mengetahui secara detailnya. Namun sejumlah penelitian yang pernah dilakukan di Solo sekitar 3-4 tahun lalu setidaknya perharinya permintaan daging anjing mencapai 100 ekor lebih sehari.

"Mungkin lebih kurang di Jogja sama seperti itu. Tapi memang sekarang pun masih ada konsumennya. Walaupun ada beberapa warung yang dulu jualan (olahan daging anjing) tapi sekarang sudah tidak terlihat lagi," ungkapnya.

"Saya kira mungkin juga sudah mulai berkurang mungkin konsumennya. Apalagi pandemi seperti ini yang semoga ini menjadi berkurang lagi. Meskipun nanti mahasiswa-mahasiswa dari luar Jogja masuk," sambungnya.

Ia menilai kondisi itu menjadi pekerjaan rumah semua pihak untuk menekan konsumsi daging anjing itu. Sebab memang tidak semata-mata kemudian menyarankan mereka langsung berhenti itu tidak nggak mungkin.

"Karena pedagang sengsu (tongseng asu) dan jejaring untuk penyediaan itu kan cukup banyak juga ini orang yang terlibat. Jadi ya agak agak susah juga itu kalau mau menghentikan langsung itu," jelasnya.

Edukasi ke Generasi Muda

Diperlukan edukasi terus menerus ke masyarakat terutama tentang konsumsi daging anjing tersebut. Jika konsumen sudah mulai semakin berkurang tidak menutup kemungkinan permintaan daging anjing hingga warung-warung penyedia olahan daging anjing itu hilang dengan sendirinya.

Walaupun memang kemudian jika ditarik lebih jauh konsumsi daging anjing di beberapa daerah itu sudah menjadi tradisi. Namun yang menarik, kata Widagdo, sejumlah mahasiswa Kedokteran Hewan UGM yang berasal dari berbagai daerah itu perlahan mulai ikut kampanye untuk tidak mengonsumsi daging anjing.

Bahkan di antara mahasiswa itu ada yang berasal dari daerah yang memang sudah menjadikan konsumsi anjing sebagai tradisi.

"Jadi inikan sisi baik ya paling tidak dari sisi orang yang terbiasa atau secara tradisi itu sesuatu yang biasa bagi mereka itu sudah ada kesadaran. Paling tidak generasi muda yang berkuliah di UGM itu ya. Kalau di Jogja secara umum lah bahwa itu sudah sebaiknya dihentikan. Nah ini kan perlahan-lahan mungkin secara generasi ke generasi mungkin juga akan bisa berubah," paparnya.

Tidak dipungkiri Widagdo memang tidak akan semudah itu mengubah kebiasaan atau tradisi tersebut. Namun bukan berarti lantas edukasi itu berhenti tetapi terus lanjut untuk membuka pandangan generasi muda.

"Kita mengedukasi generasi muda untuk berpandangan bahwa anjing kucing adalah hewan kesayangan bukan untuk dikonsumsi. Insya allah pelan-pelan akan ada perubahan-perubahan di masa mendatang," ujarnya.

"Ini kayaknya trennya seperti itu ada yang dari timur ada yang dari barat ini kan ada juga kan kelompok-kelompok masyarakat yang terbiasa mengonsumsi itu. Nah begitu masuk di kampus. pandangan mereka kan sudah mulai berubah ya," imbuhnya.

Disampaikan Widagdo, perubahan itu tidak bisa sepenuhnya dilakukan dengan cara-cara yang represif. Terlebih dengan dasar hukum yang kurang memadai untuk melakukan tindakan lebih lanjut.

"Kalau mau represif kan berat juga ya. Mungkin sekali waktu tapi dasarnya mungkin agak berat karena dasar hukumnya. Maksud saya mungkin kan pasal yang akan dikenakan apa karena terkait dengan ini kan agak susah juga ya untuk mengenakan," jelasnya.

Namun bukan berarti tidak ada sama sekali. Tindakan hukum itu bisa kemudian dikenakan saat melihat proses mematikan hewan-hewan itu apakah masuk ke dalam kategori penyiksaan atau tidak.

Jika memang masuk berarti dapat kemudian ditarik dengan kaitannya kesejahteraan hewan. Hal itu bisa dipermasalahkan lebih kurang sama seperti kasus yang belum lama ini terjadi di Aceh.

"Itu termasuk proses yang tidak menyejahterakan hewan itu ada di undang-undang juga ya. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 itu termasuk penyiksaan, termasuk tidak membuat dari sisi kesejahteraan hewan itu bisa dipermasalahkan," jelasnya.

Dari sisi kesejahteraan hewan itu kemudian dapat diproses, namun dari sisi penjualan dagingnya akan agak susah untuk ditindaklanjuti.

"Sebab belum ada aturan yang tegas-tegas melarang jual daging anjing itu kan tidak ada tapi proses mematikannya itu yang mungkin bisa dijadikan masalah," imbuhnya.

Kurangnya aturan tegas itu yang kemudian, kata Widagdo dimanfaatkan sebagian orang untuk menjadi celah masuknya perdagangan daging anjing.

"Ya karena memang tidak tegas disebutkan. Di situ yang disebutkan kan hewan yang dipotong, ternak potong itu sendiri. Jadi ini kan sama juga satwa liar hewan-hewan eksotik itu. Itu kan secara tegas memang tidak dinyatakan di dalam Undang-Undang sehingga ada celah di situ sehingga ada beberapa orang memanfaatkan ya mungkin kelemahan dalam aturan itu," pungkasnya.

Liputan khas ini ditulis reporter suarajogja.id Hiskia Andika Weadcaksana dan Rahmat Jiwandono

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak