UMK Bantul Naik Empat Persen, Buruh Merasa Kecewa

UMP di DIY naik 4,30 persen

Galih Priatmojo | Rahmat jiwandono
Jum'at, 19 November 2021 | 14:21 WIB
UMK Bantul Naik Empat Persen, Buruh Merasa Kecewa
Ilustrasi UMP Jogja. [ Ilustrator / Ema Rohimah]

SuaraJogja.id - Gubernur DIY Sri Sultan HB X pada Jumat (19/11/2021) resmi mengumumkan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk 2022. UMP di DIY naik menjadi Rp1.840.915 atau naik sebesar Rp75.915 setara 4,30 persen dibanding UMP 2021.

Terkait besaran Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2022, Bantul berada di posisi ketiga dengan UMK Rp1.916.848. Di peringkat pertama ada Kota Jogja dengan besaran UMK Rp2.153.970. Peringkat kedua ialah Sleman sebesar Rp2.001.000.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bantul Fardhanathun mengaku kecewa meski UMK sudah naik empat persen. Ia berharap UMK di Bumi Projotamansari setara dengan kabupaten lain seperti Klaten, Jawa Tengah.

"Kami inginnya UMK di Bantul sama dengan kabupaten sekitar. Jaraknya yang dekat dengan Bantul seperti Klaten saja sudah menyentuh angka Rp2 juta," paparnya kepada SuaraJogja.id, Jumat (19/11/2021).

Baca Juga:Bobol Warung Makan, Dua Remaja Asal Sedayu Bantul Diringkus Polisi

Ia mencontohkan, harga semangkuk bakso di Klaten sama dengan di Bantul. Dengan demikian, artinya kebutuhan hidup layak (KHL) pun hampir sama.

"Kemarin saya beli bakso di Klaten sama harganya dengan di Bantul. Ini yang jadi kekecewaan kami," ujarnya.

Namun begitu, pihaknya hanya bisa pasrah. Sebab, besaran kenaikan yang sudah ditentukan mengacu pada UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Karena sudah ada perhitungan dari permenaker tersebut," katanya.

Menurutnya, besaran UMK itu hanya cukup untuk buruh yang belum menikah. Sementara bagi yang sudah berkeluarga dinilai tidak cukup.

Baca Juga:Pasien Covid-19 Sembuh di Kabupaten Bantul Bertambah 19 Orang

"Ya enggak cukup, besaran itu (UMK) kan perhitungannya untuk yang belum berkeluarga. Sedangkan sekarang rata-rata buruh sudah punya istri dan anak."

"Jadi ada tiga orang dalam satu rumah, terlebih pendapatannya sebulan tidak sampai Rp2 juta," ujarnya.

Tidak hanya itu, dengan adanya kenaikan UMK ini, lanjutnya, diimbangi juga dengan kenaikan harga-harga komoditas. Pedagang juga akan menaikkan harganya.

"Artinya buruh semakin tidak sejahtera. Katanya pemerintah mau menyejahterakan buruh tapi dengan begini tidak mungkin," keluh Fardhanathun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak