SuaraJogja.id - Untoro lelaki berumur 61 tahun warga Padukuhan Klampok, Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Purwosari ini patut menjadi teladan. Bagaimana tidak, meski hanya dengan berbaring di tempat tidur lelaki ini masih bersemangat membantu belajar anak-anak di sekitarnya.
Untoro sejatinya lahir secara normal bahkan hingga usia remaja masih tetap bersekolah. Namun ketika duduk di bangku SMP, ia mengalami kondisi lumpuh usai terjatuh ketika tengah memikul gaplek (ketela kering). Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 1979 atau ketika usianya masih remaja.
Kala itu, Untoro baru saja putus sekolah SMP karena ketiadaan biaya. Untuk mengisi waktu ia memang sering pergi ke ladang membantu orangtuanya. Kala itu, orangtuanya baru saja panen dan mengeringkan ketela di sawah.
Ia diminta membantu orangtuanya mengangkut ketela dari ladang ke rumahnya. Ia memanggul satu persatu karung berisi ketela yang dikeringkan tersebut ke rumah. Namun setelah beberapa kali pulang pergi, tiba-tiba karung yang dipanggulnya jatuh.
Baca Juga:Sensasi Camping di Pantai Sedahan, Surga Tersembunyi di Gunungkidul
"Saya jatuh tersungkur dan karung berisi gaplek itu menimpa punggung,"paparnya kepada SuaraJogja.id, Jumat (25/11/2021).
Malam hari usai jatuh tertimpa karung, ia merasakan badannya mulai meriang. Tubuhnya menggigil dan demam tinggi sehingga dirinya tak bisa beristirahat. Seketika itu juga oleh orangtuanya ia dibawa ke Puskesmas untuk berobat.
Ia lantas diperiksa oleh pihak Puskesmas dan diperkenankan untuk pulang dan diberi obat. Sesampainya di rumah ia langsung meminum obat pemberian dokter di Puskesmas. Namun bukannya sembuh, justru demamnya semakin menjadi-jadi.
"Badan saya lemes tidak bisa digerakkan. Untuk jalan sulit," kenang dia.
Tak hanya membuat badannya lemas, namun sekujur tubuhnya tiba-tiba timbul bentol-bentol. Bahkan warna kulitnya mulai berubah gosong seperti terbakar. Beberapa saat kemudian, lelaki ini sama sekali tak bisa berjalan.
Baca Juga:Curi Berlian Majikan untuk Modal Nikah, Sejoli Ditangkap di Gunungkidul
Kala itu, ia masih bisa beraktifitas dengan duduk di kursi ataupun tempat tidur. Tangannyapun masih bisa digerakkan dengan leluasa, namun sekarang seluruh tubuhnya kaku termasuk tangannya juga sulit untuk digerakkan.
Belasan tahun ia terbaring lemah di tempat tidur dan untuk beraktifitas dirinya dibantu oleh adik dan kakak kandungnya. Segala aktifitas ia lakukan dengan terbaring di tempat tidur. Rasa jenuh selalu ia tepis dengan cara bersyukur masih diberi umur panjang oleh Yang Maha Kuasa.
Suatu ketika ada anak-anak SD yang bermain ke rumahnya. Kebetulan anak dari adiknya ada yang bersekolah di SD sehingga tempat tersebut sering dikunjungi anak-anak untuk bermain. Mereka kadang membawa buku pelajaran untuk belajar bersama.
"Nah suatu ketika ada yang tidak bisa mengerjakan (soal). Terus tanya saya, tak terangin baru mereka bisa,"ungkapnya.
Sejak saat itu, tak sedikit anak-anak yang mendatanginya untuk membantu mereka belajar. Meski tak lulus SMP dan memiliki keterbatasan gerak, tak sedikit masyarakat Padukuhan Klampok dan sekitarnya yang mempercayakan anak-anaknya belajar bersama mbah Un, sapaan akrabnya.
Karena banyak yang memintanya mengajari anak-anak, ia harus memiliki buku pelajaran. Kini di samping tempat tidurnya tersusun sejumlah buku mata pelajaran Sekolah Dasar (SD) dari kurikulum terbaru hingga yang lama.
"Buku itu saya gunakan untuk mengajar anak-anak yang datang ke sini untuk belajar," kata dia.
Meski jari tangan dan kaki tidak sempurna bahkan kesulitan duduk, semangatnya untuk membantu banyak orang tak pernah padam.
Seperti halnya les privat, Untoro membuat jadwal satu mata pelajaran setiap harinya. Mata pelajaran yang diajarkannya mulai dari matematika, IPA, IPS dan bahasa Jawa. Meski hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 2 SMP, namun, kemampuannya tak kalah dengan guru sekolah formal. Rumus-rumus aljabar, pitagoras,, persamaan linier dan lainnya mampu ia jelaskan dengan baik menggunakan cara sederhana.
" Anak-anak yang datang kesini biasanya sudah diajarkan materi di sekolah, tapi mungkin karena belum sepenuhnya paham kemudian saya ajari lagi," ujarnya.
Untoro mengaku tak memungut biaya sepeserpun untuk jasanya mengajar. Menurutnya, melihat anak-anak bisa belajar sungguh-sungguh sudah membuatnya senang.
" Saya justru takut, kalau minta bayaran nanti malah nggak mau belajar lagi. Paling terkadang anak-anak membawakan teh, gula sama kopi atau titipan hasil panen orang tuanya," ucap Untoro terbaring.
Menurutnya, pendidikan budi pekerti dan karakter menjadi hal yang sangat penting. Sebab adanya pengaruh globalisasi dan modernisasi membuat anak zaman sekarang kurang berkonsentrasi dalam belajar.
Menurutnya, dengan adanya handphone saat ini maka banyak anak-anak yang menjadi malas belajar. Oleh karena itu harus banyak diarahkan supaya tidak melupakan sekolah.
Dengan kondisinya saat ini, Untoro tak pernah sedikitpun menyesali nasibnya. Ia tetap bersyukur meski terbaring lemah, saudaranya dengan sabar dan setia merawat setiap hari.
" Mas Untoro itu anak ketiga dari enam bersaudara.Selama ini saya yang mengurus," ujar Sundari, adik perempuan kedua Untoro.
Sundari bersyukur meski sakit kakaknya tidak bisa disembuhkan, namun semangat dalam melayani masyarakat sangat tinggi. Dirinya sangat bangga memiliki kakak seperti untoro, meski di tengah keterbatasan namun tetap berjuang menyenangkan dan membantu orang lain.
Kontributor : Julianto