Konsep Keragaman Sudah Usang, Seni Perbarui Kebhinekaan Indonesia

konsep keragaman Indonesia perlu diperbarui dari sisi antropologi, sosiologi hingga filsafat.

Galih Priatmojo
Selasa, 14 Desember 2021 | 16:11 WIB
Konsep Keragaman Sudah Usang, Seni Perbarui Kebhinekaan Indonesia
Rektor UIN Suka Al Makin dan para seniman disela rangkaian Pameran Seni "Beragam/Berakal/Beradab" di kampus setempat, Selasa (14/12/2021). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Rektor UIN Sunan Kalijaga (Suka), Al Makin menyebutkan konsep keragaman di Indonesia saat ini sudah usang. Konsep yang diterapkan sejak Orde Lama dan Orde Baru tidak bisa menjawab tantangan yang kompleks pada saat ini.

Justru sekarang ini banyak bermunculan konsep homogenitas yang mencoba menghilangkan keragaman atau heteroginitas bangsa. Karenanya konsep keragaman Indonesia perlu diperbarui dari sisi antropologi, sosiologi hingga filsafat.

"Di era globalisasi, keberagaman sangatlah kompleks. Sehingga tak cukup hanya dengan mengandalkan pola pikir masa lalu. Ini semua belum ada di era pak Karno dan Pak Harto. Sayangnya hingga saat ini belum ada upaya serius dari para intelektual kita, pemerintah khususnya, untuk kembali melihat konsep keragaman yang sesungguhnya," papar Al Makin disela rangkaian Pameran Seni "Beragam/Berakal/Beradab" di kampus setempat, Selasa (14/12/2021).

Menurut Al Makin, pasca 1998, terjadi kecenderungan upaya menyeragamkan semua hal. Mulai dari sektor politik, sosial hingga seni dan budaya. Hal ini membuat keragaman Indonesia seperti tersingkirkan dan menjadi minoritas.

Baca Juga:Satu Orang Luka-Luka Dikeroyok Saat Keributan dekat UIN Sunan Kalijaga, Polisi Cari Pelaku

Karenanya pembaruan konsep keragaman Indonesia mendesak dilakukan. Tidak harus lewat jalur formal atau pendekatan politik, justru dengan seni dan budaya, konsep keragaman dan kebhinekaan Indonesia bisa diperbarui.

Untuk itu perguruan tinggi perlu menggandeng para seniman dan pekerja seni untuk menggaungkan konsep keragaman yang kontekstual saat ini. Sebab dunia para seniman seringkali terpisah dari hingar-bingar kontrak politik sehingga suara yang dihasilkan tergolong netral.

“Perlu adanya kolaborasi antara dunia kampus dengan seniman untuk memaknai keberagaman yang tak hanya muncul dari satu tafsir tapi secara lebih luas. Semua orang punya memiliki kebebasan memaknai termasuk cara beribadah, berhubungan dengan Tuhan, berpolitik, berpendidikan dan lainnya,” tandasnya.

Rektor menambahkan, kolaborasi kampus dan seniman dalam merangkai keragaman Indonesia pun diwujudkan dalam pameran kali ini. Karya-karya yang dipamerkan seniman mendefinisikan keragaman Indonesia.

"Lukisan yang dihadirkan para seniman, mencerminakan dinamika masyarakat dari waktu ke waktu. Paling tidak dalam memaknai keberagaman tidak ada satu tafsir. Keragaman diperkarya, harus diperluas, harus diperlebar agar keragamanan itu lengkap,” paparnya.

Baca Juga:Ramai di Medsos Soal Keributan di UIN Sunan Kalijaga Sleman, 2 Orang Diamankan

Sementara kurator pameran, Kus Indarto mengungkapkan, pameran kali ini diikuti 104 seniman dari Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta. Karya yang dipamerkan tidak hanya lukisan tapi juga patung, seni instalasi dan street art.

“Membaca ulang, memikirkan ulang dan menggali kembali nilai pluralisme di sekitar kita. Lalu ditafsir oleh seniman sebebas mungkin. Tidak semua karya baru, saya berkeliling ke puluhan studio seniman untuk mencari karya yang pas dengan tema pluralisme,” jelasnya.

Pelukis, Nasirun menambahkan, kolaborasi kampus dengan seniman perlu terus dilakukan. Dengan demikian semua pihak berperan dalam menjaga keragaman Indonesia.

"Dengan latar belakang yang beda, dunia kampus dan dunia seni bisa memperbarui keberagaman dan menjaga kontinyitas dari proses kreatif yang ada," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini