SuaraJogja.id - Dampak dari Pandemi Covid-19 sejak 2019 hingga penghujung 2020 lalu menaikkan angka kemiskinan di Kota Jogja sebesar 0,4 persen. Hal itu diungkapkan Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi dalam acara Sinergi Program dan Kegiatan dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Masa Pandemi dan Pasca Pandemi Covid-19, di Hotel Top Malioboro, Kemantren Tegalrejo, Kota Jogja, Selasa (14/12/2021) sore.
"2019 ke 2020 angka kemiskinan di Kota Jogja Naik 0,4 persen. Jumlah itu cukup kecil dibanding Kabupaten laun yang bisa mencapai 1-2 persen saat pandemi kemarin. Kalua tahun ini (2021) belum terhitung," terang Heroe kepada wartawan, Selasa.
Ia menjelaskan bahwa kemiskinan tetap saja terjadi walau di lingkup wilayah kota, sehingga banyak upaya yang sudah dilakukan Pemkot Yogyakarta untuk menekan angka kemiskinannya.
"Kalau kemiskinan itu kan tetap ada. Memang di saat pandemi Covid-19 ini kecepatan pengentasan kemiskinan tidak secepat waktu normal," katanya.
Baca Juga:Angka Kemiskinan Tak Berkurang, DPRD Minta Pemkab Kulon Progo Evaluasi Program
Heroe tak menampik, kenaikan angka kemiskinan tersebut terjadi pada warga yang sebelumnya berhasil keluar dari status miskin dan kembali miskin karena dampak Covid-19.
"Namun ada juga yang berhasil keluar dan tidak miskin lagi. Ini memang, tren yang terlihat masih cukup baik. Ada penurunan (jumlah warga miskin) juga, tapi juga tidak banyak," katanya.
Meski terdampak pandemi, Pemkot tetap berupaya mendorong masyarakat agar tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ia tak menampik bahwa pengentasan yang dilakukan dengan memberi bantuan dan keterampilan untuk warga belum sepenuhnya bisa mengurangi kemiskinan.
"Yang harus kita lakukan di masa pandemi ini adalah menyiapkan masyarakat untuk bisa beradaptasi dalam bekerja dan berusaha dengan baik. Tadi saya pesan ke Mantri Pamong Praja dan Lurah-lurah, kalau mau mengintervensi ke kelompok miskin jangan asal buat pelatihan. Artinya sasaran kita harus tepat kepada warga dan program yang seharusnya diberikan," terang Heroe.
Pihaknya juga meminta kepada Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan (TKPK) yang tersebar di Kelurahan dan Kecamatan mengenali warga miskin yang perlu didorong apakah lebih baik dipekerjakan atau membuka usaha. Sehingga bantuan dari pemerintah itu tidak menjadi ketergantungan masyarakat.
Baca Juga:Fungsi Kartu Prakerja untuk Menanggulangi Kemiskinan
"Bantuan yang digelontorkan sebelum pandemi atau saat pandemi adalah untuk memperkuat kebutuhan orang dan mencukupi kebutuhan mereka. Jika nanti bantuan dihentikan apakah bisa membuat mandiri masyarakat?, tentu belum. Maka TKPK harus mengenali masyarakat yang ada wilayahnya untuk diberikan bantuan," kata Heroe.
Heroe menjelaskan bahwa sebelum pandemi tepatnya pada 2019 lalu, terdapat anggaran sebesar Rp135 miliar untuk program pengentasan kemiskinan di Kota Pelajar.
Jumlah sasarannya yang menerima sekitar 30 ribu jiwa. Heroe tak menampik meski disiapkan anggaran sebesar itu masih saja belum berhasil menghilangkan kemiskinan.
"Kembali lagi dengan rencana program itu tadi. Artinya harus bisa berinovasi lebih, agar program yang disiapkan tepat sasaran. Jangan dipaksa, orang yang tidak bisa berjualan misalnya, diberi pelatihan berjualan, tapi diarahkan untuk kegiatan atau disesuaikan dengan keterampilan dia," kata dia.
Terpisah, Camat (Mantri Pamong Praja) Tegalrejo Agus Antariksa menjelaskan bahwa Kemantren Tegalrejo masuk dalam wilayah yang masih banyak tingkat kemiskinannya, sehingga upaya pengentasan kemiskinan itu dilakukan juga dengan kerjasama dengan instansi lain.
"Memang angka kemiskinan di wilayah ini cukup besar. TKPK juga sudah meyiapkan banyak program, tentunya selain kerjasama dengan pemerintah ada juga CSR dari lembaga atau instansi lainnya. Sejauh ini kami masih berupaya menekan angka kemiskinan di sini," kata Agus.