Meskipun teknologi NFT dan blockchain ini memiliki potensi yang besar, Iradat juga mengatakan bahwa potensi dari NFT dibarengi pula oleh ancaman-ancaman lain, seperti pencurian karya digital dan data pribadi.
Ancaman ini pun menjadi kenyataan, sebagaimana dalam rangka mengikuti kesuksesan dari Ghozali Everyday, masyarakat Indonesia yang gagap literasi digital melihat NFT ini sebagai arena investasi dalam waktu singkat.
OpenSea kini dipenuhi oleh berbagai macam NFT dari masyarakat Indonesia yang ingin mengikuti hype dan mencari cuan dalam NFT.
"Mulai dari foto masakan lokal Indonesia, swafoto pribadi, dan yang paling parah adalah foto Kartu Tanda Penduduk (KTP)," terangnya.
Baca Juga:Apresiasi KPK Banyak Lakukan OTT, Pukat UGM: Tetap Harus Ada Tindaklanjutnya
Iradat menyebut, kondisi itu menjadi sebuah hal yang memprihatinkan sebagaimana maraknya data pribadi masyarakat Indonesia yang sudah mudah sekali bocor, justru kini dijual begitu saja di pasaran OpenSea.
Akibat dari sensasi overhype ini, dalam beberapa hari saja pasar OpenSea terasa jenuh dan penuh dari para copycat yang ingin meniru kesuksesan Ghozali Everyday.
"Dari perkembangan NFT di Indonesia ini, semakin ketara bahwa perlu adanya semacam regulasi, yang mengawasi perkembangan jual-beli NFT di Indonesia," ucapnya.
Hal ini tentu saja demi kepentingan pelindungan data pribadi masyarakat Indonesia, imbuh dia.
Namun, ironis sekali bahwa teknologi blockchain dan NFT yang sebenarnya berkembang atas dasar kebebasan dari pihak ketiga sebagai regulator (alias pemerintahan), kini perlu dibarengi pihak ketiga agar pasar NFT tidak menjadi terlalu liar dan membahayakan orang.
Baca Juga:UGM Bersiap Gelar Pemilihan Rektor Anyar, Mas Menteri Nadiem Dapat Jatah 35 Persen Suara
Kontributor : Uli Febriarni